Beberapa hari berlalu, Amora masih belum berangkat lagi ke Bandung untuk kuliah karena sakitnya semakin parah. Mungkin bukan karena sakit fisik semata, tetapi batin Amora juga belum bisa menerima kepergian adiknya, Wulan yang terkesan begitu mendadak. Hari-hari yang dijalani Amora pun selalu murung. Sempat Rakasha meminta Amora untuk kembali ke Bandung bersama, hanya saja Amora sendiri yang menolak dengan alasan ingin menenangkan diri dulu. Rakasha pun tidak bisa memaksa gadis itu untuk ikut. Namun ini terlalu lama bahkan sampai lima hari Amora tidak mengikuti perkuliahan.
Seperti biasa, Amora mengurung diri di kamar sambil meandangi foto Wulan. Jarang sekali dia keluar kamar. Bahkan sepertinya tidak akan makan kalau Arfin tidak memaksanya. Tetap saja, masih banyak sisa makanan di piring yang selalu tidak Amora habiskan.
Siang itu Arfin masih bekerja, sedangkan Amora ditinggalnya sendiri di rumah. Amora keluar dari kamar untuk mengambil segelas air dari dapur karena siang itu begitu panas dan membuatnya terus kehauasan.
"Kring...Kring.."
"Kring..Kring.."Langkah kaki Amora sampai di depan pintu kamar dengan membawa segelas air minum, lalu dilihatnya layar ponsel yang menyala.
Bapak
Panggilan tak terjawabAmora menyimpan gelas yang dibawanya itu di atas meja dan meraih ponselnya. Amora merasa heran karena sudah lama sekali sejak kejadian di malam itu ketika David datang ke rumah, Amora tidak berhubungan komunikasi lagi dengan Derry. Tetapi tiba-tiba hari ini Derry menelepon. "Kenapa dia telepon gue ya" tanya Amora dalam hati.
Dihiraukan saja, Amora menyimpan kembali ponselnya dan kembali duduk di atas kasur sambil meneguk air minum.
"Kring..Kring.. "
Rupanya Derry kembali menelepon. Karena takut terjadi sesuatu, Amora pun menjawab telepon tersebut. Meskipun rasa benci sudah sangat tertanam di hati Amora, namun tetap saja di lubuk hati paling dalam Derry adalah ayahnya dan Amora pun tidak akan tinggal diam jika terjadi apa-apa kepada Derry. Seperti itu besarnya hati Amora.
Lama setelah telepon di angkat, Derry tidak mengatakan sesuatu. Lantas Amora pun berinisiatif untuk membuka obrolan.
"Assalamualaikum Pak"
Masih saja idak ada jawaban dari Derry sehingga membuat Amora harus mengulangi ucapannya "Assalamualaikum Pak" ulangnya lagi.
Sesaat terdengar di telepon suara Derry yang batuk-batuk dan gelas yang terdengar pecah karena terjatuh. Hal itu mmembuat Amora kaget " Pak, bapak kenapa? Bapak sakit?" tanya Amora sedangkan dirinya sendiri lebih dari sakit waktu itu.
Dengan suara yang terengah Derry menjawab pertanyaan Amora "A-araa.. bisa kesini nak? bapak sakit, tolong Araa " lalu disambung kembali dengan suara batuk dan suara nafas wheezing.
Jika berfikir ke belakang, jujur saja Amora masih takut dan trauma. Namun kejadian itu juga sudah lama dan Amora berfikir bahwa ayahnya akan berubah. Maka tanpa berfikir lama dan tanpa meminta izin kepada Arfin, Amora pun setuju untuk menemui Derry yang sedang sakit di rumah.
"I-iya iya tunggu Ara kesana Pak. Jangan kemana-mana" ujarnya.
Setelah telepon ditutup Amora pun segera bersiap dan bergegas pergi ke rumah Derry. Pintu rumah Derry yang tidak dikunci, membuat Amora keheranan dan langsung saja masuk ke dalam. Amora melihat ke seluruh sudut rumah yang sangat dia rindukan itu. Tidak rapi seperti dulu, kini rumah itu terlihat begitu kotor dengan tumpukan pakaian Derry dimana-mana. Lalu mata Amora juga dikejutkan dengan keberadaan Derry di kamar yang sedang terbaring di atas kasur, sedangkan makanan dan minunan berserakan di lantai . Dengan sigap Amora menghampiri Derry.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.O.R.A [ TERBIT ]
Teen Fiction⚠️ Sudah Terbit di Penerbit Teori Kata ⚠️ Masih Bisa di Order lewat toko buku online (Shopee) ya AraDers AraDers : Amora Readers 🤩 ☆ C O M P L E T E D ☆ Harapan adalah sebuah ketidakpastian yang tak pernah diketahui pelabuhannya. Betapa lelah Amo...