6 | Takut

1.2K 67 4
                                    

Hidup di bentuk oleh keputusan dan pilihan-pilihan adalah benangnya - A.m.o.r.a

•••

"Assalaatu khoirumminannaum"
"Allahuakbar Allahuakbar"
"Laa ilaa ha illallah"

Terdengar suara adzan yang membangunkan Amora dari tidurnya. Bergegas mengambil air wudhu dan menggelarkan sajadah, menegakan shalat subuh. Amora menengadahkan tangannya meminta semua harapan terbaik bagi hidupnya.

"Tok..tok.."

Seseorang mengetuk kamar Amora namun tidak ada suara siapa yang mengetuk pintu itu. Sampai terdengar yang kedua kalinya.

"Tok..Tok"

"Siapa?" sahut Amora.

Amora segera merapikan alat shalatnya, mengikat rambut dan memakai jilbab bergo hitam yang disimpan di gantungan belakang  pintu kamar. Perlahan tangan Amora memegangi gagang pintu sedangkan tangan lainnya membuka kunci. Sebelum sepenuhnya pintu dibuka, Amora sudah merlihat postur tubuh Derry berdiri di depan pintu. Tatapan keduanya bertemu melewati udara dingin di subuh itu. Rasa trauma Amora karena perkataan Derry di hari itu masih menghantui hati dan pikirannya. Lantas Amora kembali mengunci dan menutup pintu dengan rapat.  Kaki Amora melangkah menjauhi pintu yang sudah tertutup itu.

"Brak...brak" Derry mengetuk pintu kamar Amora dengan keras .

"Ara, buka pintunya" Teriak Derry.

"Nggak, bapak mau apa?" sahut Amora.

"Buka gak? Kamu harus keluar. Temen bapak udah nungguin"

"SIALAN!" Derry menendang pintu dengan keras sampai Amora kaget dan berteriak histeris.

"Gak mau pak,  Ara takut"

Tubuh Amora duduk tersungkur. Kedua tangannya menutup telinga sedangkan air matanya menolak untuk berhenti keluar.

"Ara takut. Ara gak mau ketemu orang itu" jawabnya lagi.

Mendengar suara ribut-ribut dari luar, Arfin dan Wulan bergegas menghampiri sumber keributan yang datang dari kamar Amora itu. Sebelumnya langkah Arfin sempat berhenti di ruang tengah ketika melihat seorang pria tak dikenal duduk disana. Arfin tidak tahu siapa orang itu dan apa yang terjadi terlebih ketika melihat Derry marah-marah sambil sesekali menendang pintu kamar Amora.

Dirasa Wulan tidak harus melihat ini, Arfin membisikan sesuatu ke telinga Wulan.
"Lan, mending kamu masuk kamar dulu aja ya" pinta Arfin.

Tanpa bicara, Wulan hanya menganggukan kepala dan lari ke dalam kamar.

Arfin melemparkan tatapan tajam ke arah Derry dan segera menghampirinya. Tangan kekar Derry dipegangi Arfin sambil menjauhkan tubuhnya dari pintu kamar Amora.

"Pak, ada apa? Apa yang bapak lakuin? Bapak menakuti Amora"  teriak Arfin yang emosi karena Derry memperlakukan adik perempuannya bukan seperti seorang anak.

"DIAMM. Kamu jangan ikut campur" balas Derry.

"Jangan ikut campur apanya? Amora adik Arfin, masalah Amora adalah masalah Arfin. Sekarang jelasin apa yang terjadi?"

Tubuh Derry yang tidak terlalu tinggi kini terhalangi Arfin. Derry mendorong tubuh anak lelakinya itu agar menjauh dari hadapannya. Punggung Arfin terlempar ke arah pintu kamar Amora sampai terdengar suara sangat keras. Kaki Derry melangkah mendekati Arfin.

"Bapak bilang jangan ikut campur! Ini urusan bapak sama Amora" tegasnya lagi.

"Arfin juga udah bilang kalo urusan Amora adalah urusan Arfin juga pak" teriak Arfin.

A.M.O.R.A [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang