39. Ketahuan

40 12 5
                                    

🎶 Sweet Stalker by Reed Wonder, Aurora Olivas

=°=°=°=

Nada dering yang berkali-kali berbunyi itu hanya ia abaikan. Dengan memeluk kedua lututnya Binar hanya membisu, menatap sendu lampu meja yang temaram. Ia tak peduli jika si penelpon itu akan marah nantinya. Sebab yang ia inginkan saat ini hanyalah ketentraman. Ketentraman untuk tidak ditanya-tanya karena saat ini kepalanya saja sudah cukup pusing hanya dengan memikirkan Kafka.

Ia benar-benar dibuat frustasi memikirkan lelaki itu. Kafka kembali menghilang setelah terakhir kali menemuinya di rumah sakit. Entah apalagi yang terjadi kali ini. Bahkan nomornya saja tak bisa ia hubungi.

"Apa hilangnya kamu kali ini ada hubungannya dengan Tuan Zhou?" Lantas ia menerka, cukup curiga pada mantan tuannya itu. Mendengar kesungguhan Kafka ketika di rumah sakit membuatnya yakin bahwa Kafka tidak akan menipunya lagi. Hilangnya Kafka kali ini mungkin ada sangkut pautnya dengan Zhou.

"Anda benar-benar keterlaluan, tuan." Rautnya berubah marah memaki Zhou yang ia tuduh. Jika memang seperti itu Zhou sudah teramat keterlaluan dengan kecemburuannya itu.

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan itu lantas membuatnya menoleh ke daun pintu. Tidak ada pergerakan darinya untuk bangkit berdiri. Ia hanya menyuruh orang itu untuk langsung masuk saja setelah dirinya memberitahu bahwa pintu kamarnya tidak dikunci.

"Maaf mengganggu, nona. Sekarang waktunya anda minum susu." Eve membuka pintu lalu menunduk sopan sebelum dirinya melanjutkan langkah. Kedatangannya ini tak lain untuk memberikan segelas susu padanya. Gelas itu ia simpan di meja. Setelahnya Eve melangkah mundur sembari memeluk nampannya.

"Terima kasih, Eve." Binar tersenyum hangat. Sebisa mungkin ia menyembunyikan kesemrawutan pikirannya.

Eve masih berdiri di dekatnya dengan tatapan yang terus memperhatikan. Tatapan itu seaakan memastikan dirinya benar-benar meminum susu itu. Hingga isian gelasnya sisa sedikit dan Eve pun tersenyum lega.

"Anda menginginkan sesuatu yang lain, nona?" Tanyanya saat gelas itu kembali disimpan.

"Tidak, Eve." Binar menggeleng kecil. "Kamu bisa kembali lagi ke bawah." Ujarnya masih dengan senyum tipisnya.

"Ah baik kalau begitu." Eve pun mengangguk, tak bertanya apapun lagi dan langsung pergi keluar kamar.

Tepat saat daun pintu tertutup dan Binar segera menutup mulutnya tatkala rasa mualnya kembali hinggap. Lambungnya itu seakan mendorong kembali susu yang barusan ia minum. Lantas ia segera pergi ke kamar mandi, memuntahkan lagi susu itu. Rasa mual yang dirasa ini membuatnya memukul kesal sisian wastafel. Sungguh ia muak dengan keadaan ini.

Wajahnya yang kemudian ia basuh setelah dirinya berkumur. Setelahnya ia memejamkan mata dengan sebelah tangannya mulai memijit pelipisnya yang terasa pening. Ia berusaha menetralkan rasa mualnya itu.

Hingga tiba pendengarannya menangkap sedikit keributan dari lantai bawah, ia pun membuka mata. Suara itu, suara yang tak asing lagi baginya. Suara yang terdengar begitu marah?

' Bukankah itu om Darren? ' Gumamnya.

Matanya kemudian membulat sempurna. Ya. Ia tahu bahwa suara itu adalah suara Darren. Untuk memastikannya lantas ia pun segera turun ke lantai bawah.

Be your priority | Obsession; Love and hate (New story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang