00.02 - Sahabat itu?
-
happy reading bae🧚🖤
⊙﹏⊙
Sudah satu Minggu semenjak kepergian kakeknya, kini Rema kembali memasuki sekolah karena gadis itu tidak ingin ketinggalan mata pelajaran. Satu minggu sudah cukup baginya untuk memulihkan diri. Keningnya pun sudah sembuh sejak satu hari yang lalu dan juga kakinya yang pincang sudah bisa berjalan dengan normal.Gadis berambut panjang itu duduk di kursinya yang terletak di pojok ruang kelas, ia memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Di sorot matanya masih tersisa banyak kesedihan yang ia pendam sendiri, Rema malas bercerita dengan orang lain. Terlalu banyak orang yang mengkhianatinya. Karena itu Rema sudah tidak pernah bercerita pada siapapun lagi.
Memikirkan hal itu membuat Rema menundukkan kepalanya, matanya menatap sepasang sepatu hitam yang sudah usang. Barang berharga pemberian sang kakek.
“Gue turut berdukacita ya, Ma.”
Seorang gadis berkacamata tiba-tiba menghampirinya dan mengucapkan bela sungkawa, di ikuti gadis lainnya, mereka adalah teman satu kelas Rema.
Rema yang sedari tadi menundukkan kepalanya pun mendongak, karena ingin tahu siapa yang mengucapkan belasungkawa padanya.
“Iya Rem, jangan sedih-sedih lagi ya. Ikhlasin yang udah pergi ya, Rema.”
Mendengar perkataan teman-teman satu kelasnya yang lain, Rema hanya mampu tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, sebab ini baru pertama kali ada orang di kelasnya memperdulikannya, walaupun hanya dua orang.
“Iya makasih ya, Anin, Dea,” ucap Rema sambil tersenyum menatap keduanya.
Anin dan Dea adalah teman satu kelasnya. Yang Rema tahu, Anin dan Dea adalah salah satu murid pintar di sekolah ini. Kedua gadis itu tidak pernah ikut campur dalam urusan Rema karena terlalu sibuk belajar. Entah terlalu sibuk belajar atau memang tidak peduli.
Keduanya berlalu dari hadapan Rema. Melihat Anin dan Dea berlalu di hadapannya, pikiran gadis itu berkelana dengan pandangan kosong. Apakah menyenangkan jika mempunyai sahabat? Pikirnya. Tidak pernah terlintas dalam benak gadis itu untuk mempunyai sahabat atau bergaul dengan yang lainnya, Rema terlalu malu dan takut.
Lagipula sekarang tidak ada yang ingin berteman dengannya, karena ia sudah menjadi target bully di sekolah ini.
Rema tersenyum miris seraya memainkan jari jemarinya. Semua murid di kelas XI IPA 3 sudah berada di dalam kelas. Hari Senin ini, sekolahnya tidak mengadakan upacara, karena semua guru sedang mengadakan rapat mendadak. Hal itu membuat semua murid di SMA Garuda 01 bersorak senang, begitupun dengan Rema.
Ia tidak perlu capek-capek untuk berdiri dan berpanas-panasan. Kelas yang tadinya riuh tiba-tiba menjadi sunyi. Rema yang sedari tadi melamun pun tersadar.
“MANA REMA?!” teriak salah satu anak laki-laki yang berpakaian urakan. Semua anak kelas menatapnya, membuat gadis itu gelagapan.
“ITU KAK!! YANG PALING POJOK!” jawab salah satu murid cewek di kelasnya, memberitahu laki-laki berpakaian urakan tersebut.
Farel Pratama Witarsa, salah satu anak ketua komite sekolah juga salah satu orang yang kerap merundung nya bersama orang yang paling Rema takuti, Albianile Paramanandra. Mengingat namanya saja selalu membuat Rema ketakutan.
Farel memasuki kelas dan menghampiri Rema. Semua mata memandangi keduanya, mereka berbisik-bisik sehingga membuat Rema mau menundukkan kepalanya.
“Pasti di panggil kak Albi lagi,” ucap salah seorang siswi. Mendengar hal itu membuat bulu kuduk Rema meremang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect person
Teen FictionRemayu Kamaliya Atmaja, selalu bertanya pada dirinya sendiri, tentang mengapa orang-orang di sekitarnya selalu memperlakukannya seperti binatang, memandangnya dengan tatapan jijik juga benci, dan mengolok-olok nya seakan-akan ia adalah makhluk palin...