00.15 - The memories.
-
happy reading!!
-
Kebahagiaan Rema terenggut ketika ibunya yang seorang aktris terkenal terjerat kasus perselingkuhan. Ia harus menanggung buah kesalahan Kamaliya. Mulai dari cacian orang-orang terhadapnya, kebencian keluarga terhadapnya dan juga semesta yang melimpahkan seluruh hukuman yang seharusnya Kamaliya tanggung padanya. Rema sangat menyayangi Ibunya, tetapi ia juga terkadang membenci ibunya sendiri.
Ia harus menanggung malu sendirian, sedangkan Kamaliya memilih pergi ke luar negeri bersama selingkuhannya tanpa memikirkan keluarga kecil yang dulu terlihat sangat bahagia. Rema marah, mengapa semua ini harus terjadi padanya. Ia lelah jika harus menanggung semua ini sendirian.
Gadis itu menangis pilu di atas rooftop salah satu gedung yang sudah tak terpakai. Ia menumpahkan segala air matanya, segala keluh kesahnya. Ia memohon pada semesta agar menghentikan semua ini. Menghentikan segala derita yang menderanya.
“Kenapa harus aku?!” Gadis itu berteriak menghadap langit yang sedang mendung. “Aku capek tau! Kenapa semuanya di limpahin ke aku?! Kenapa?!” teriaknya murka sambil sesekali terisak. Ia bisa saja mengakhiri hidupnya sekarang dengan cara meloncat dari atas gedung ini. Namun, jika ia melompat dan memilih mengakhiri hidupnya. Nanti, siapa yang akan mendoakan kakeknya di setiap hari Jum'at? Nanti siapa yang akan menjadi bahan omongan di sekolah selain dirinya? Nanti pada siapa ayahnya untuk menumpahkan seluruh kekesalannya selain pada Rema?
“Apa sih kesalahan ku sampe semua orang benci sama aku?!” Ia memukul dadanya yang terasa sesak.
“Kenapa aku ga punya keberanian buat bales mereka semua?! Kenapa?!”
Ia terus menangis tersedu-sedu. Bertanya pada semesta yang tidak bersikap adil padanya. Bertanya mengapa semua siksaan ini terus-menerus mendera dan membelenggu hidupnya. Seluruh tubuhnya gemetar, mengingat semua perlakuan orang-orang terhadapnya.
Langit bergemuruh, seakan-akan menjawab semua pertanyaan gadis yang terlihat sedang sedih itu. Hingga satu demi satu tetes hujan mulai turun membasahi wajahnya. Tangannya mulai mengadah kearah langit. Gadis itu menikmati tetes demi tetes hujan yang mengenai tubuh ringkihnya. Ia memejamkan mata, saat rasa perih mulai terasa pada beberapa lukanya yang terkena hujan.
Seragam coklat Pramukanya basah akibat terkena hujan. Angin semakin besar saat gadis itu membuka matanya, ia pun memutuskan untuk segera pergi dari rooftop.
Gadis itu menuruni anak tangga satu persatu dengan perlahan karena kaki dan seluruh tubuhnya masih terasa sakit akibat ulah Lea dan Megan saat di sekolah siang tadi.
Seluruh isi gedung yang terlihat angker dan kosong itu tidak membuatnya takut sedikitpun. Rema dengan perlahan menuruni satu persatu anak tangga. Hingga akhirnya ia tiba di lantai dua, matanya menelisik seluruh penjuru ruangan ini. Hingga ia menemui seseorang yang tengah menatapnya dengan sorot dalam. Gadis itu membatu, sebab ia kaget dengan keberadaan lelaki berjaket hitam yang tengah bersandar pada pilar gedung yang sedang bersidekap dada sembari menatapnya tajam.
“Kak Aska? Ngapain di sini?” tanya Rema hati-hati. Gadis itu masih terdiam di tempat, tak berniat menghampiri Aska karena lelaki itu sedang berjalan pelan hendak menghampirinya.
“Nungguin lo," jawab Aska singkat. Pemuda itu diam-diam mengamati Rema hingga membuat gadis didepannya itu gelagapan.
Kedua alis Rema menukik heran sekaligus ngeri. “Ngapain nungguin aku, kayak stalker tau!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect person
Teen FictionRemayu Kamaliya Atmaja, selalu bertanya pada dirinya sendiri, tentang mengapa orang-orang di sekitarnya selalu memperlakukannya seperti binatang, memandangnya dengan tatapan jijik juga benci, dan mengolok-olok nya seakan-akan ia adalah makhluk palin...