00.14 - Gemuruh riuh.
-
happy reading bae💝
Rema memutuskan untuk kembali ke kelasnya, sebab ia tidak percaya dengan apa yang di katakan Aska tentang jam kos alias jam kosong. Gadis itu berjalan dengan buru-buru menghindari beberapa pasang mata yang tengah menatapnya sinis.
Ketika hendak memasuki kelas, langkahnya terhenti sebab lengan gadis itu di cekal oleh seseorang.
Rema menengok kaget, menatap Lea dan Megan yang tengah terkekeh menatapnya jijik. Jantung Rema berdebar, karena ia takut akan kedua gadis di depannya. Kelakuan mereka berdua lebih mengerikan daripada wajah mereka yang terlihat seperti malaikat.
“Mau kemana lo bitch?” Lea mencengkram erat pergelangan tangannya, sedangkan Megan hanya bersidekap dada menatap Rema dengan intimidasi.
Rema pasrah dengan pergelangan tangannya yang terasa sakit karena di cengkram terlalu kuat oleh lengan Lea. Gadis itu meringis menahan sakit. Rema menyesal memilih untuk meninggalkan perpustakaan. Kalau saja ia tahu hal ini akan terjadi lagi padanya, Rema pasti memilih untuk tetap di perpustakaan bersama si ketua OSIS aneh.
Lea melepaskan cengkraman tangannya di pergelangan Rema. Gadis dengan wajah jutek itu mengibaskan tangannya, seakan-akan habis menyentuh sesuatu yang menjijikan.
“Anjing jijik banget gue megang-megang si anak pelakor,” ucapnya dengan suara keras.
“Lo pasti mau kabur'kan?!” Megan mendorong Rema hingga membuat gadis itu memasuki kelas.
Hal yang baru saja Rema sadari adalah, keadaan kelas sangat sepi. Kemana perginya semua orang? Ah, ia lupa. Megan kan mempunyai kuasa lebih, jadi dengan mudah ia bisa mengusir anak-anak kelas agar tidak menganggu aksinya untuk merundung Rema.
Rema menggeleng mendengar tuduhan yang Megan layangkan padanya. “E-engga k-kak.” Rema melirik Megan dengan takut-takut.
Gadis itu menundukkan kepalanya. Ia mengusap pergelangan tangannya yang masih terasa sakit akibat ulah Lea padanya, apalagi luka yang ayahnya torehkan pada pergelangan tangannya kemarin belum juga sembuh.
Rema memundurkan langkah ketika Lea dan Megan melangkah maju dengan mengintimidasi. Gadis itu celingukan melirik sekitar, berharap ada Jenan yang datang kemudian membantunya keluar dari lingkaran setan ini.
Menyadari gerakan Rema yang seperti tengah mencari seseorang, Megan mendesis, “Kenapa? Nyari superhero lo itu ya?” gadis itu terkekeh ketika melihat Rema yang menatapnya ketakutan.
“Sayang banget. Superhero lo itu lagi enggak sekolah. And yaa, gak ada lagi yang bakal nolongin lo dari kita.” Lea ikut menimpali.
Rema meremas rok sekolahnya ketika Megan maju beberapa langkah menghampirinya yang sedang dirundung ketakutan.
Tepat berhadapan dengan Rema yang tengah menatapnya dengan sorot cemas dan ketakutan, Megan mengangkat tangannya kemudian membelai pipi Rema lembut.
“Gue denger, belakangan ini lo udah berani lawan Albi? Apa karena ada si Jenan?” Megan berbisik. Gadis dengan dandanan menor itu meraih rambut lurus Rema dan menjambaknya hingga membuat Rema mendongak. “Jangan nunduk terus dong, cantikan juga gue daripada sepatu butut lo yang terus lo tatap itu.”
Rema meringis ketika rasa sakit mendera kulit kepalanya, ia mencoba melepaskan cengkraman tangan Megan dari rambutnya. Gadis itu memegang tangan Megan. “Lepasin kak. Sakit."
“Wow wow wow! Ternyata si anak pelakor udah berani ngelawan gays,” sarkas Megan.
Lea yang sedari tadi mengamati tingkah Megan bertepuk tangan, kemudian tertawa. “Perlu gue rekam nih! Siapa tau viral ya kan. Judulnya, 'Viral, si anak pelakor dari semagar alias SMA GARUDA MUDA udah berani melawan Megan si trouble maker'.” Lea tertawa keras. Gadis itu bertepuk tangan heboh, merasa lucu akan candaannya yang terkesan garing.
Rema menggeleng mendengar ucapan Lea. Bulir bening jatuh dari pelupuk matanya. Hatinya sakit tatkala ia mendengar ucapan yang Lea lontarkan padanya. Terlebih dengan membawa-bawa sematan anak pelakor. Bukankah disini ia juga terluka karena ibunya memilih pergi meninggalkannya dan memilih pria lain? kenapa hanya dirinya yang disalahkan akan suatu kesalahan yang tidak ia perbuat?
“Aku bukan anak pelakor kak.”
Gadis itu menatap Megan dengan bercucuran air mata. Megan membuang pandangan, tidak mau menatap Rema. Cengkraman tangannya ia lepaskan, hingga membuat beberapa rambut rontok Rema menempel pada telapak tangannya.“Banyak bacot lo!” Megan mendorong Rema hingga membuat gadis itu tersungkur. Ia menatap Lea sekilas. “Tutup pintunya Le! Ni lonte di diemin beberapa hari aja udah berani banget!” ucap Megan dengan menggebu-gebu. Lea yang mendengar perintah Megan pun berjalan tergesa dan menutup pinta kelas Rema kemudian menguncinya dengan rapat. Tak lupa pula gadis itu menutup beberapa tirai jendela yang ada di kelas.
Megan meludahi Rema hingga tepat mengenai rambut gadis itu yang sudah aut-autan. Gadis itu ikut berjongkok mensejajarkan tingginya.
Megan menampar pipi Rema dengan kencang. “Ini karena lo udah berani jawab dan ngelawan perkataan gue.”
Megan berdiri, juga Lea yang kembali berjalan menghampiri keduanya. Lea menendang kaki ringkih Rema hingga membuat gadis itu meringkuk kesakitan. Rema meringis menahan sakit, ia menahan bibirnya agar tak mengeluarkan suara apapun. Hanya erangan-erangan menahan sakit yang terdengar dari mulut Rema.
Megan ikut menendang Rema kemudian menginjak-injak gadis yang tengah meringkuk itu dengan brutal. Rema melindungi kepalanya agar tak terkena injakan dan tendangan yang Megan layangkan padanya.
Megan terus saja menendang Rema seperti orang kesetanan. Gadis itu tertawa terbahak-bahak di sela-sela kegiatannya menyiksa Rema.
“Dan. Ini. Balesan. Karena. Lo. Udah. Berani. Lawan. Albi!” ucap Megan dengan penuh penekanan. Gadis itu semakin brutal menyerang Rema dari segala arah. Menendang bahkan sesekali ia menampar Rema yang sudah terkapar tak berdaya.
Tak ada pengampunan bagi siapapun yang berurusan dengan Albi, kesayangannya. Megan tidak peduli jika ia harus berdiri di balik jeruji besi hanya untuk melindungi Albi seorang.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Lea mundur beberapa langkah kemudian diam-diam mengeluarkan handphone genggamnya dan merekam Megan yang tengah menggila. Menyadari Megan yang sudah kelelahan, Lea kembali memasukan handphone genggamnya dan menghampiri Megan yang sedang mengatur napasnya.
Megan kembali berjongkok, kemudian menarik Rema agar gadis itu duduk. Rema yang sudah tak berdaya pun terduduk dengan paksa. Seluruh tubuhnya sangat sakit, gadis itu melimpahkan seluruh air matanya tanpa bersuara.
“Sekali lagi lo berani ngelawan gue, terlebih berani ngelawan perkataan Albi. Gue bakal ngelakuin hal yang lebih dari ini,” ancam Megan. Ia kembali meludahi Rema hingga tepat mengenai wajah gadis yang sudah tak berdaya itu.
Rema terdiam mendengar ancaman yang Megan layangkan padanya. Ia tertawa miris dalam hati, sudah di injak-injak seperti inipun, ia masih tidak bisa melawan. Mentalnya belum cukup kuat untuk melawan Megan, salah satu orang yang membuatnya menderita. Ia hanya menunduk tatkala menyadari Megan yang kini telah pergi dari hadapannya.
Gadis itu terisak sambil menatap kosong langit-langit kelasnya.
“Kakek... Rere udah ga kuat. Rere mau ikut kakek aja...”--
jadwal update kalo ga ada kendala
hari minggu dan kamis💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect person
Teen FictionRemayu Kamaliya Atmaja, selalu bertanya pada dirinya sendiri, tentang mengapa orang-orang di sekitarnya selalu memperlakukannya seperti binatang, memandangnya dengan tatapan jijik juga benci, dan mengolok-olok nya seakan-akan ia adalah makhluk palin...