00.19 - At the same time.

68 31 6
                                    


00.19 - At the same time.

-

happy reading!

-

Suara tawa menggelegar begitu saja saat seorang gadis tersiram air bekas pel-an dari dalam ember yang tergeletak tepat di koridor sekolah. Mereka memandang sang gadis dengan tatapan jijik nan geli. Bahkan beberapa dari mereka ada yang terang-terangan memberi umpatan.

Bibirnya bergetar hebat saat netranya melihat beberapa gerombolan orang yang tengah cekikikan dan tertawa karena merasa puas setelah melihatnya sengsara.

“Ini dendam gue karena lo udah berani cepu ke guru tentang gue yang bawa make up ke sekolah ya, tai!”

Salah satu dari mereka berseru, diikuti dengan sorakan murid-murid yang tengah menonton drama yang sedang terjadi.

“Udah aku bilang berapa kali Jul, kalo bukan aku yang cepuin kamu. Tapi kamu ga percaya.” Rema membantah, Ia berusaha meyakinkan Julia bahwa bukan ia yang mengadukan Julia pada guru BK. Rema bahkan tidak tahu menahu perihal hal itu.

“Inget ya, dendam gue yang lainnya masih nyusul!”

Rema menyorot Julia dengan tatapan nanar yang kini sedang tertawa puas menyaksikan kesengsaraannya. Kemudian ia melemparkan senyum menyedihkan kepada beberapa orang yang memandangnya dengan belas kasihan. Perlakuan Julia padanya sangat kejam, padahal yang melaporkan hal itu bukan Rema. Namun, kenapa selalu saja ia yang dijadikan kambing hitam oleh orang lain?

Bibirnya gemetar menahan tangis, sebab, ia malu dengan penampilannya saat ini. Baju seragamnya sudah terlihat kotor dan basar.

“Cocok sih dia digituin, namanya juga anak pelakor! Ga usah kasihan, anak pelakor ga pantes buat di perlakukan layaknya manusia.” Salah satu dari mereka berseru keras. Sontak membuat beberapa orang lainnya mengangguk dan menganggap ucapan salah satu temannya itu benar.

Gadis itu menatap seragam putihnya yang sudah basah juga kotor. Matanya menatap sendu sepasang sepatu hitam usang pemberian kakeknya. Ia sembunyikan air mata yang meluncur dari pelupuk matanya dengan menunduk. Jujur, ia sangat trauma dengan perlakuan orang-orang di sekitarnya. Mereka membuat Rema selalu merasa takut.

“Bubar atau saya BK in kalian satu persatu?!”

Bentakan keras itu menyadarkan Rema dari lamunannya. Gadis itu mendongak, menatap Aska yang menatap galak segerombolan anak yang tadi merundungnya.

Julia mencebikkan bibir sebab merasa kesal akan kedatangan Aska yang mengganggu aksinya. Gadis itu menghentakkan kakinya, “Ayok girls! Ada pahlawan kesiangan! Idih ngeri!” ucapnya sembari menatap sinis Aska dan Rema.

Mereka perlahan bubar karena takut akan ancaman Aska yang tidak main-main.

Lelaki dengan almamater OSIS  berwarna hitam yang melekat pada tubuhnya itu berjalan dengan gagah menghampiri Rema yang sedang menundukkan kepala dengan tubuh gemetar. Rahang tegasnya mengeras tatkala menyadari bahwa baju gadis itu basah kuyup. Lengan kekarnya terulur mengusap rambut Rema dengan lembut.

“Kita ke UKS.”

Ucapan Aska tadi bukan pertanyaan, melainkan perintah yang harus Rema turuti.

Aska melepas almamaternya, kemudian memakaikannya pada Rema sampai membuat Rema mendongak, sedikit terkejut dengan perlakuan Aska yang tiba-tiba.

“Baju lo basah, terus kotor juga. Nanti pake baju olahraga gue aja ya?”

”Nanti kak Aska gimana olahraganya?” cicit Rema. Gadis itu menyadari bahwa semua mata para gadis kini tengah menatapnya dengan sorot sinis.

Perfect person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang