00.11 - ! The way i hate you !

41 30 1
                                    

00.11 - the way i hate you.

-

happy reading🖤🕷️🐾

Ó⁠╭⁠╮⁠Ò

Gadis itu berjalan dengan pincang saat memasuki gerbang sekolah yang baru di buka. Waktu masih pagi, dan keadaan sekolah masih sangat sepi.

Matahari pun masih malu-malu untuk menyinari bumi.

Ia berjalan dengan pelan sambil sesekali bersenandung kecil. Rema tidak jadi kena skorsing, karena pihak sekolah menghubunginya untuk bisa ke sekolah kembali. Rema yang di kenal sebagai salah satu murid yang rajin, membuat guru bimbingan konseling memberikan keringanan hukuman padanya. Hanya saja dia mungkin akan dikenakan hukuman yang lain, seperti membersihkan toilet, menyapu seluruh halaman sekolah, atau membereskan perpustakaan.

Tubuhnya masih terasa sakit karena bekas pukulan yang ayahnya layangkan padanya kemarin, apalagi luka di wajahnya yang terlihat sangat jelas.

Setelah sampai di kelas, ia menyimpan tas kuningnya kemudian duduk di kursinya. Gadis itu mengeluarkan bekal yang ia bawa dari rumah, dan memakannya dengan khidmat. Tanpa ia sadari bahwa sedari tadi seorang pemuda memperhatikannya sejak ia memasuki kelas.

Merasa ada yang memperhatikannya, Rema menengok dan menemukan Jenan yang menaikkan alis, bertanya.

"Tumben dateng pagi," ujar Jenan. Pemuda itu berjalan menghampiri Rema yang tertawa sambil mengunyah sandwich yang ia buat waktu subuh.

"Lagi mau aja." Rema melirik sekilas Jenan yang duduk di hadapannya. "Mau enggak?" Tawar Rema, gadis itu menyodorkan sepotong sandwich pada Jenan.

Dengan senang hati pemuda tampan itu menerimanya, kemudian Jenan  melahapnya, tak lupa juga ia mengucapkan terimakasih.

"Muka lo kenapa? Sampe biru-biru gitu." Jenan menunjuk luka lebam kebiru-biruan yang ia lihat di wajah Rema di sela-sela kegiatan mengunyahnya.

Sebenarnya, Jenan tahu betul penyebab wajah gadis di depannya ini terlihat banyak sekali lebam. Ia hanya ingin tahu saja jawaban seperti apa yang akan di berikan Rema padanya.

Mendengar pertanyaan Jenan, Rema seketika membuang muka. Ingin menyembunyikan luka lebam yang berada di pelipis dan pipinya.

"Oh ini, biasa jatuh dari motor waktu pas lagi belajar," ucapnya berbohong. Jenan hanya mengangguk, pura-pura percaya.

"Btw, soal rokok itu gue percaya kok pelakunya bukan lo." Jenan menatap Rema serius. Gadis itu terdiam tak menjawab ucapan pemuda di depannya.

"Gue bakal cari tau orang yang udah fitnah lo," ucapnya lagi. Rema melotot kaget, ia menggelengkan kepalanya tidak setuju.

Rema sepenuhnya tahu siapa dalang di balik semua ini. Ia hanya ingin melindungi saudara kembarnya agar tidak terjerat kasus apapun. Jika Arena terjerat kasus, maka yang akan di salahkan papahnya ada dirinya sendiri. Rema tidak ingin dipukul lagi. Itu sangat sakit.

"Jangan. Biarin aja, aku gapapa kok."

"Kenapa? Emang lo ikhlas di fitnah gitu?"

"Aku ikhlas. Apa yang mereka lakuin ke aku pasti ada balasannya," ujar Rema sambil membereskan kotak bekalnya dan memasukkannya kembali ke tas.

Jenan hanya menggeleng mendengar ucapan Rema. Emangnya masih ada orang pemaaf di dunia ini? Kalau Jenan jadi Rema, sudah pasti ia akan mengusut habis kasus ini sampai pelakunya ketemu. Apalagi ini termasuk dalam pencemaran nama baik.

Perfect person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang