awal

74 36 4
                                    

PERMULAAN

。⁠:゚⁠(⁠;⁠'⁠∩⁠'⁠;⁠)゚⁠:⁠。

Seorang gadis kecil tengah memandangi pohon mangga yang menjulang tinggi di hadapannya. Mata sipit gadis itu kini menatap keluarga kecil yang tengah bercanda ria dibawah rindangnya pohon mangga itu dengan di penuhi tawa bahagia.

Di tempatnya, ia hanya menggenggam boneka beruang berwarna coklat beludru dengan erat. Dalam lubuk hatinya, ia ingin sekali ikut berbahagia dengan keluarga kecil yang tengah merayakan ulangtahun bersama itu, yang tidak lain adalah keluarganya sendiri.

Gadis itu tersenyum masam, hatinya merasa cemburu pada saudara kembarnya yang tengah merayakan ulangtahun bersama ayah dan kakak laki-lakinya. Dengan keberanian kecil, gadis dengan boneka beruang coklat itu berjalan hendak menghampiri keluarganya.

Selangkah. Dua langkah. Tidak ada sautan apapun. Tepat ketika ia melanjutkan langkah ketiga, suara sinis saudara kembarnya mengintrupsinya untuk berhenti.

“Mau ngapain kamu?!”

Baru mendekat beberapa langkah, suara sinis saudara kembarnya menyambutnya dengan aura kebencian. Si kecil itu kemudian menggeleng. Mata coklat terangnya kini menatap satu persatu keluarganya yang kini tengah menatapnya dengan sorot yang tidak bisa dijelaskan.

“Mau ikutan ya?” ucap kakak laki-lakinya dengan sarkas.

Kini gadis itu semakin memeluk erat boneka beruang yang ia bawa.

Mendengar ucapan anaknya, si pria dengan kemeja kantor yang melekat pada tubuhnya itu menarik napas, lelah.

"Rena, Aldo.. jangan seperti itu.” Pria yang di panggil dengan sebutan papa itu memberi pengertian pada kedua anaknya. “Sini Rema duduk sama papa.”

Pria dengan kemeja biru itu mempersilahkan Rema untuk duduk di sampingnya. Sedangkan saudaranya yang lain hanya diam dengan tatapan mata sinis.

Remayu Sabsana Atmaja, namanya. Ia kemudian duduk dengan tatapan memandangi kue ulang tahun bergambar Doraemon didepannya dengan mata berbinar.

"Jangan liat-liat! Ini punya aku!" ucap Arena Poetry Atmaja, kembaran gadis dengan mata sipit itu dengan penuh penekanan. Tangan mungil dengan dipenuhi gelang warna-warni si gadis menunjuk Rema dengan penuh peringatan.

Mereka adalah saudara kembar tidak seiras, memiliki sifat berbeda 180°.

Rema terdiam, dada gadis itu terasa sesak. Ia sedih karena setiap ulang tahun yang diberi kue ulangtahun hanya Rena. Sedangkan Rema, di ucapkan saja tidak, apalagi diberikan kue ulangtahun. Itu adalah hal yang tidak mungkin.

“Papa, Rema juga mau kue ulangtahun seperti itu.” Rema menatap papanya dengan penuh harap.

Aditya Atmaja, ayah dari ketiga anak itu tersenyum tipis. “Nanti ya Rema. Papa bakal belikan kok setelah ini. Rema sabar ya,” ucapnya sembari mengelus rambut lurus anak gadisnya.

Mendengar penuturan ayahnya, Rema mengangguk setuju. Ia tersenyum cerah sampai membuat gigi ompongnya terlihat.

Berbeda dengan Rema yang terlihat bahagia, Rena dan Aldo memandang Rema dengan tatapan penuh benci.

“Papa, nanti Rema mau kue ulangtahun gambar Spongebob ya.”

Adit mengangguk acuh tidak acuh. Pria itu kemudian mengeluarkan korek dan menyalakan lilin berbentuk angka tujuh. Dan menganggap ucapan Rema hanyalah angin lalu.

Rena menatap kue ulangtahunnya dengan mata berbinar. Kemudian gadis itu membuat permohonan dan meniup lilinnya.

“Yeay! Selamat ulangtahun Rena!” ucap Aldo sembari memberikan sebuah kado pada adiknya.

“Makasih Kak Aldo! Sayang banget deh sama kak Aldo.” Rena tersenyum lebar, kemudian gadis dengan gaun ulangtahun yang melekat pada tubuhnya itu memeluk Aldo dengan erat.

Adit mengambil sebuah kotak kado dari belakang tubuhnya. Kemudian dia memberikan kado itu pada anak perempuannya. “Happy birthday anak papa! Doa papa selalu menyertai kamu.”

Dengan gerakan cepat Rena mengambil kado tersebut dari ayahnya, tak henti juga ia mengucap terimakasih.

Di acara bahagia itu, tak ada yang menyadari bahwa sedari tadi Rema menatap keluarganya yang terlihat sangat bahagia.

Hati kecilnya bertanya, mengapa hanya Rena saja yang di berikan kado? Kenapa dirinya tidak? Padahal ia juga sedang berulang tahun.

“Papa, aku juga ulangtahun.” Suara cicitan kecil keluar dari mulutnya.

Ketiga orang yang tengah berbahagia itupun seketika terdiam canggung. Rema menatap ketiganya dengan mata berkaca.

"Rema, maaf ya. Papa ga punya uang buat beliin Rema kado. Jadi papa cuma bisa beliin kak Rena."

Mendengar hal itu Rema mengangguk. Sejak awal, Rema memang tidak pernah dibelikan kado atau merayakan ulangtahun bersama keluarga kecilnya.

Sebenarnya, Rema tahu ayahnya tidak pernah membelikan ia kado bukan karena Adit tidak mempunyai uang. Adit bukan orang yang seperti itu. Keluarganya termasuk orang berada. Rema mengerti, mungkin ayahnya tidak pernah berniat membelikannya kado.

Persetan dengan janji kue ulangtahun bergambar Spongebob. Adit tidak pernah menepati janjinya. Di setiap ulangtahun, ia hanya akan mendapatkan kue donat yang dibuat oleh bibi dengan lilin aroma terapi yang menjadi hiasannya. Adit, ayahnya itu tidak pernah menepati janji. Dan Rema sudah terbiasa akan hal itu. Sejak awal, dia memang tidak pernah dianggap ada.

Jangan berjanji jika tidak pernah ditepati, itu lah yang Rema pikirkan ketika ia merasa kecewa dengan sikap ayahnya yang tidak pernah memenuhi janji.

Setidaknya, mendapatkan ucapan selamat ulangtahun dari ayahnya saja sudah cukup untuknya. Rema kecil hanya ingin itu.

----

haiiii

Perfect person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang