00.20 - Aska & Jenan

48 30 10
                                    

00.20 - Aska & Jenan

-
happy reading bae!
-

Rem, kok lo kuat banget ngadepin masalah yang mengharuskan lo jadi bahan ejekan di sekolah ini.” Anin menggigit roti sandwich yang ia beli.

Kini mereka tengah duduk di atas brankar sambil bercerita satu sama lain. Itu adalah hal yang sangat mereka rindukan saat baru memasuki sekolah dan masa MPLS. Mereka merindukan masa-masa saat mereka dekat. Apalagi ketika keduanya saling bercerita tentang masalahnya satu sama lain.

Anin menatap makanannya dengan sorot binar, sebab, ia jarang sekali menikmati makanan enak seperti ini, Anin bukanlah orang punya. Di rumah pun kalau mau makan ayam harus menunggu ayahnya gajian dulu, alias satu bulan sekali.

Rema meminum jus mangga yang di belikan Anin untuknya. Gadis itu menyesapnya perlahan, kemudian meneguknya. “Mau kuat ga kuat gimana Nin. Aku berfikir, mungkin ini cara dunia buat bikin aku kuat buat menjalani hidup kedepannya.” Rema menjeda ucapannya, Anin manggut-manggut mendengar ucapan Rema. “Mereka mungkin berfikir kalo aku selalu gapapa saat mereka berlaku seenaknya ke aku. Tapi, mereka salah Nin, hati aku tuh ga pernah se-ikhlas itu pas mereka berlaku jahat dan seenaknya sama aku.”

Anin menatap Rema tanpa berkedip, hingga kunyahan di mulutnya memelan. Gadis itu menyorot Rema dengan tatapan takjub, ia berpikir, Rema sangat kuat untuk menjalani kehidupan yang sangat menyedihkan. Jika ia bernasib seperti Rema, mungkin Anin akan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Ternyata, hidup dalan gelimang harta tidak selalu membuat kita bahagia.

“Hebat! Lo kuat buat jalanin kehidupan yang dasarnya kayak tai.” Anin memakan bulat-bulat bakso goreng yang ada di hadapannya. “Udah ah jangan mellow-mellow begitu. Mending makan nih yang banyak,” lanjutnya dengan pipi mengembung.

Ia tidak mau membuat Rema bersedih karena telah bercerita tentang hal yang menyakitkan yang gadis itu alami.

Rema tertawa, ia menatap brankarnya yang sudah di penuhi oleh makanan. “Banyak banget Nin kamu belinya.”

“Lumayan Rem, selagi geratis, gue beli banyak.” Anin menunjuk satu persatu makanan yang ada di hadapannya. “Ada mie ayam, ada bakso, ada cireng isi ayam, ada tahu goreng, bakso goreng, terus ada bakwan, ada teh botol, ada jus mangga sama alpuket." Anin berucap menirukan suara pedagang di kantin.

Rema tertawa hingga matanya menyipit. Kelakuan temannya yang satu ini ada-ada saja.

“Kamu ga masuk kelas?”

“Gue lagi tugas jaga UKS.”

Anin mencomot bakwan kemudian memakannya dengan penuh khidmat.

Rema mengerutkan keningnya, heran.
“Loh kok kamu sendiri aja? Biasanya berdua?”

“Iya. Partner gue si Dea, dia lagi pacaran keknya.”

“Loh Dea udah punya pacar?”

“Lo emang ga tau Dea punya pacar? Gue kira lo tau.” Anin menatap Rema dengan skeptis.

“Engga tau.”

“Pacarnya anak kelas sebel- eh! astaghfirullah!”

Keduanya melonjak kaget saat seseorang membuka tirai yang menjadi penyekat antara brankar-brankar. Anin mengusap dadanya kaget, begitupun dengan Rema. Mereka menatap Aska yang tengah berdiri dari balik tirai.

“Kak Aska! Ngagetin aja!” ucap Rema, Anin mengangguk mantap setuju dengan ucapan Rema barusan. Gadis itu berucap dengan mata melotot sebab kaget akan kedatangan Aska yang tiba-tiba.

Perfect person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang