00.01 - Luka yang tak pernah reda.
happy reading bae🧚
☆▽☆
Seorang gadis menatap sendu pusara di depannya. Pemakaman sang kakek baru saja selesai, hatinya sangat hancur ketika mengetahui bahwa kakeknya telah berpulang ke pelukan sang kuasa. Tangannya yang mungil itu mengusap gundukan tanah yang masih basah. Air mata terus saja mengalir di pipinya.“Kakek...” ucapnya seraya mengelus batu nisan yang terlihat masih sangat baru.
Orang-orang yang menghadiri pemakaman sang kakek telah pulang, kini yang tersisa hanya ia dan isak tangis menyedihkan di depan makam kakeknya. Sangat sakit ketika menyadari bahwa orang yang ia sayangi telah pergi dan tidak akan kembali.
“Maafin Rere karena gak ada di samping kakek di saat-saat terakhir hidup kakek,” bisiknya penuh sesal. Suaranya terdengar serak, karena semenjak subuh ia menangisi kepergian kakeknya.
Kakeknya meninggal karena terserang penyakit jantung saat mengetahui bahwa selama ini Rema di siksa oleh keluarganya sendiri. Mengetahui hal menyakitkan yang di alami sang cucu, Atmaja, kakek Rema seketika jatuh sakit karena terlalu kaget dengan fakta yang baru saja ia ketahui.
“Maafin Rema,” ucapnya lagi. Seraya berdiri hendak pergi meninggalkan makam kakeknya.
Dia, Remayu Sabsana Atmaja, gadis penyendiri yang selalu tersiksa karena semua orang selalu mencacinya, termasuk keluarganya sendiri, kecuali sang kakek yang baru saja meninggalkan Rema untuk selamanya.
Mempunyai kedua orang tua yang kerap menyiksanya membuat ia merasa sakit. Sakit akan perbuatan keluarganya sendiri. Hatinya sudah sakit dari lama, di tambah dengan kepergian sang kakek membuat hati Rema semakin remuk, hancur tak tersisa. Rema tidak mengerti, kenapa orangtuanya, terlebih ayahnya, kerap menyiksanya. Beberapa kali ia kena pukul, beberapa kali juga ia di tendang seperti barang tidak berharga.
Ayahnya hanya menyayangi kakak dan adik perempuannya saja, sedangkan dirinya, dilirik saja tidak. Hanya kakek yang selalu menyayangi Rema dengan sepenuh hati. Sedangkan ibunya, wanita itu memilih pergi untuk bersama pria lain. Meninggalkan segala derita yang harus di tanggung gadis yang baru menginjak umur 16 tahun.
“Aku ga tau harus ngapain lagi setelah kepergian kakek,” ucap Rema dengan menundukkan kepalanya. Rema berjalan meninggalkan area pemakaman dengan gontai. Gadis itu kemudian berdiri di bahu jalan sambil menunggu sang supir untuk menjemputnya.
Dengan penampilannya yang acak-acakan, membuat gadis itu terlihat sangat menyedihkan. Bagaimana tidak, wajahnya yang terlihat pucat pasi, matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis juga rambutnya yang berantakan, pasti akan membuat orang yang melihatnya akan merasa kasihan.
“Non mobilnya sudah siap.”
Supir yang Rema tunggu akhirnya datang, tak ingin berlama-lama menjadi pusat perhatian beberapa orang, gadis berbaju serba hitam itu segera menaiki mobilnya.
“Kita langsung ke rumah aja pak,” ucap Rema pada sang supir.
“Siap non.”
Tak menunggu lama, mobil berwarna putih itu sudah sampai di depan rumah besar bercat putih dengan taman kecil yang kerap kali menjadi tempatnya bermain.
Ia pun segera turun dari mobil, dan berjalan dengan lunglai memasuki rumahnya.“Lo pasti bahagia kan pas tau kakek udah gak ada?”
Ucapan sang kakak terdengar ketika Rema baru saja melangkahkan kaki memasuki rumah. Rema menengok dengan mata berkaca-kaca, sedih mendengar tudingan yang kakaknya layangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect person
Teen FictionRemayu Kamaliya Atmaja, selalu bertanya pada dirinya sendiri, tentang mengapa orang-orang di sekitarnya selalu memperlakukannya seperti binatang, memandangnya dengan tatapan jijik juga benci, dan mengolok-olok nya seakan-akan ia adalah makhluk palin...