00.17 - Little happiness

57 31 5
                                    

00.17 - Little happiness

-

happy reading!!

-

Rema keluar dari gerbang sekolah, ia menatap jalanan ramai sambil menggenggam erat tali tas sekolahnya. Ia meniup poninya, kemudian menggembungkan pipi. Sabtu yang melelahkan.  

     Rema dengan seragam olahraganya yang berwarna abu-abu yang melekat pada tubuhnya itu berjalan dengan gontai di trotoar, Ia memegang tas kuningnya dengan erat. Kepalanya mendongak, menatap lembayung jingga yang kini sudah menyelimuti langit, pertanda bahwa malam hendak tiba.

  Kemudian ia menghembuskan napasnya perlahan. Mengecek jam tangan, kemudian ternganga saat melihat angka jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, dan ia baru pulang dari sekolah. Rema sesekali menendang kerikil yang ia lihat untuk menghilangkan rasa bosannya dalam perjalanan pulang.

Dia pun kembali melangkah, melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

Suara deru motor terdengar hingga memekakkan telinga. Gadis dengan tas kuning itu menengok ke belakang dengan cepat tatkala mendengar deru motor semakin mendekat kearahnya.

“Kak Aska?”

    Rema memusatkan perhatiannya pada sosok Aska yang tengah menatapnya dari balik helm. Rema memutuskan untuk berhenti dan melontarkan sorot tanya.

Motor hitam milik Aska berhenti tepat di sampingnya, ia mematikan mesin.

“Gue anterin ya?” pemuda itu turun dari motor hitam kesayangannya dan menghampiri Rema yang tengah menatapnya heran.

Aska melepas helm full face yang tadi menutupi wajah tampannya. Jika saja ada Aya disini, mungkin gadis itu akan semakin tergila-gila saat melihat pemandangan indah yang cowok itu tunjukan. Bibir ranum kemerahan, dagu lancip, hidung mancung, rahang tegas dan tatapan mata tajam adalah kombinasi yang sempurna, sangat cocok untuk kepribadian Aska yang kebetulan tegas dan berwatak susah ditebak.

Tak ayal cowok itu banyak sekali fans fanatiknya. Rema akui, Aska memang tampan. Namun, sayangnya pemuda di hadapannya ini tidak masuk ke dalam list cowok idamannya.

Rema yang tengah kebingungan pun menatap Aska dengan sorot tanya.

“Maksudnya?”

“Gue anterin lo pulang.”

Aska terdiam menunggu jawaban sang gadis.

“Ayok!” ajak Aska lagi

Tidak sabar menunggu jawaban Rema yang diam membisu, Aska pun berjalan menghampiri motornya kemudian kembali menduduki kuda besi hitam itu. Ia pun menepuk jok motornya, menyuruh Rema untuk segera duduk.

Rema menggeleng. “Engga usah kak. Bentar lagi nyampe kok.”

Gadis itu tersenyum canggung saat menyadari Aska yang menatapnya dengan tatapan penuh intimidasi. Ia menolak Aska karena tidak mau merepotkan pemuda itu. Apalagi badannya sudah pasti bau karena ia baru saja menyelesaikan hukumannya di sekolah. Rema tidak mau mengotori motor mahal kesayangan Aska.

“Lo kira lo bisa nolak?  Kalo lo nolak, liat aja besok,” ancam Aska.

Pemuda itu dengan cepat kembali memasang helm nya. Rema yang mendengar ancaman Aska seketika menurut. Dengan panik berlari dan meraih pergelangan tangan Aska.

“Ikut kak. Gak asik banget kak Aska maennya ngancem-ngancem.”

Rema cemberut, sebal akan Aska yang baru saja mengancamnya. Gadis itu menghentakkan kaki, menunjukkan bahwa sendirinya sedang kesal.

Perfect person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang