Kalau ada momen yang paling aku rindukan, adalah berkumpul bersama keluarga seperti sekarang. Menikmati lezatnya hidangan sederhana berupa oseng tempe kecap, ayam goreng bumbu kuning, sambal dan lalapan tak lupa terong goreng, begini saja sudah nikmaaatt sekali. Sembari makan pagi kami saling bertukar cerita, Mas Kandra tak henti-hentinya menjadi 'si badut' dengan melemparkan berbagai lelucon yang ia tahu. Kebanyakan sekering ayam yang kami makan tapi tetap saja membuat kami tertawa.
Di satu sisi aku sangat bersyukur karena tidak ada satupun dari mereka mempertanyakan kepulanganku yang mendadak atau bahkan mencoba mengulik masalahku. Tidak. Mereka berusaha membuat suasana menjadi santai agar aku sendiri nyaman. Meski demikian aku tahu betul kalau kecemasan terpantul jelas di kedua mata mereka setiap kali menatapku, mungkin itu alasannya ayah sejak tadi berusaha menghindari bertatapan terlalu lama denganku.
Selesai makan aku segera beberes dan bersiap yang mana tak butuh waktu lama mengingat barang bawaanku hanyalah satu tas bahu. Kemudian kami semua pulang ke rumah ayah dan bunda. Sesampainya di depan pintu teras ayah langsung berbicara padaku.
"Kanta, bisa ikut ayah sebentar?".
Beliau sudah tidak bisa lagi berpura-pura. Kekhawatirannya nampak jelas dari suara, sorot netra hingga gesturnya yang gelisah.
Aku mengangguk satu kali. Ayah melirik bunda kemudian ibuku menggandeng lenganku lembut dan membawaku pergi meninggalkan teras. Beliau rupanya mengajakku ke area sayap kanan belakang yang sedang direnovasi dan dulunya merupakan tempat penyimpanan setelah sebelumnya sempat menjadi ruang bermain untuk kami.
Gudang tersebut sudah tidak kacau dan sekotor dulu lagi, tempatnya jauh lebih bersih dikarenakan barang-barangnya sudah nyaris tidak ada semua. Sekat-sekat kayu dilepas begitu juga dengan tempelan koran-koran yang digunakan untuk menutup beberapa celah ventilasi, sinar matahari membanjiri tempat ini dari berbagai arah, masuk melalui banyak sudut. Dengan adanya begitu banyak cahaya, ruangan ini menjadi teramat cerah.
Aku melihat ada satu sofa panjang berlengan, diletakkan di tengah ruangan, tampak baru melihat jok dan bekleed nya. Aku sendiri heran kenapa ada sofa baru ditaruh di dalam ruangan yang jelas-jelas bakal direnovasi seperti ini. Bunda mengajakku duduk di sana sementara ayah mengekori kami dari belakang, beliau tak langsung duduk melainkan berjalan lurus dan berhenti di depan lemari kayu tiga tingkat berukuran sedang yang ditaruh diujung sisi kiri. Benda kedua di dalam tempat ini yang masih ada.
Ayah seperti mengeluarkan sesuatu dari dalam sana, mataku memicing memperhatikan ketika beliau berjalan sambil membawa sebuah kotak peti kayu berbentuk segi empat, seketika aku langsung mengenalinya.
"Tunggu, itu kan kotak pandora ku?" Tanganku menuding benda tersebut.
Ayah yang berdiri di depanku memusatkan seluruh atensinya kepada benda di tangannya. "Mirip seperti punyamu tapi yang ini bukan milikmu".
Mendongakkan leher, mata kami bertemu. Sepasang retina ayah memerah dan ia mulai berkaca-kaca. Bahu dan tangannya juga gemetar, denyutan nyeri menyebar pada ulu hatiku. Aku langsung paham maksud ucapan beliau barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED]AFTER ENDING (#02. Sekuel After Work)
ChickLitSEKUEL AFTER WORK. 🍜🦪🥗🍲🫔🌮🌯🥙🧆🥘🍝🍕🥪🍔🥩🍗 Selepas perpisahan menyakitkan, Kanta Nusantara justru menemukan banyak bakat terpendamnya dan juga mengeksplor semua kemampuannya. Namun ketenangan Kanta berakhir sewaktu Kehzan Negara kembali mun...