🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵🍵
"Kamu sudah bangun, pelan-pelan saja".
Mataku mengerjap perlahan, linglung selama sesaat, ketika ingatan itu kembali denyutan nyeri menjalar mulai dari satu sisi wajah sampai kepalaku. Mencoba menenangkan diri dari distorsi rasa sakit lantas membiarkan Kehzan membantuku duduk. Dia mulai kembali mengompres bengkak diwajahku memakai es batu, aku bisa tahu kalau sejak tadi Kehzan yang merawatku, kurasa Agnin menghubunginya.
Kehzan tidak banyak bicara, wajahnya datar, sorotnya sedikit sedih, ada ekspresi pahit sama yang berpendar darinya. Aku memahami Kehzan, dia pasti merasa gemas padaku.
"Mas Yo mana?" Pertanyaan ini meluncur begitu saja dari bibirku.
Gerakan Kehzan terhenti sesaat. Melirikku dibarengi tatapan pias aneh, sebentar kemudian kembali mengompres dengan lembut serta telaten. Sesekali aku meringis tapi tidak mau berteriak, aku anti terhadap drama meski hidupku penuh drama.
"Sudah pulang, tadi dia menyelesaikan masalah dulu disini serta bertemu Pak RT setempat sama Agnin".
"Dan Agnin?".
Tanpa perlu menunggu Kehzan menjawab, pintu dibuka dari luar, sosok Agnin muncul diantara pantulan bayangan cahaya. Wajahnya terpantul, air mukanya sayu, kedua netra berkaca-kaca, penampilannya masih berantakan namun setidaknya rambutnya lebih rapi. Ada plester menempel disudut kanan alis, bagian bawah dagu juga ujung sudut kiri bibir. Syukurlah, setidaknya dia baik-baik saja.
"Nah, sudah. Nanti kita lanjut lagi, kalian bicaralah dulu. Nanti siang setelah semua cukup istirahat, kita ke dokter. Harus" memberi penekanan tegas pada akhir kalimat . Dia benar, tak bisa dibantah. Jadi aku mengangguk. Menurut.
Kehzan keluar kamar sambil membawa baskom serta segala peralatan kompres, dia sengaja memberikan kami waktu untuk saling bicara. Bukankah tindakannya begitu manis serta penuh perhatian?.
Agnin mengambil tempat duduk Kehzan, dia terlalu malu hingga cuma bisa menundukkan kepala.
"Aku minta maaf, aku nggak akan mencari pembenaran. Aku bakal bertanggung jawab pada apa yang sudah terjadi. Dan semisal kamu memutuskan untuk mengusirku dari rumah ini akibat perbuatanku, aku bisa terima" Agnin mengucapkannya dengan penuh sesal. Suaranya berat, bibirnya juga bergetar. Aku yakin dia berusaha mati-matian untuk jadi kuat.
"Enak?".
Susah payah menggerakkan mulut sambil menahan nyeri.
Agnin tertegun, spontan menolehkan leher, akhirnya berani memandangiku. "Apanya?".
"Mie acehnya, sudah dimakan belum?".
Agnin kaget setengah mati, mulutnya membuka lalu menutup, membuka lagi, mirip ikan hias habis dikeluarkan dari kolam. Kedua matanya membulat sempurna. Mungkin dia tak bakal mengira dari sekian hal yang bisa kuucapkan, aku justru berkata begini.
"Mie aceh...apa??".
"Ah sial. Mas Yo pasti lupa nurunin dari mobil" seraya melemparkan pandangan ke arah lain. Lalu kembali melihatnya. "Tadi aku belikan karena tahu itu salah satu favoritmu, ya sudah, sepulang dari dokter nanti siang kita ke Mas Yo ya, minta dia ganti rugi".
Agnin terkesiap. Kesulitan mencerna perbuatanku barusan. Bibirnya gemetar, bahunya bergetar, lalu tanpa bisa dicegah air matanya berlinang.
"Kanta....maafin akuu...." merentangkan kedua tangan, dia lantas memajukan tubuh, menghambur memelukku erat-erat.
"Maaf Nta, aku memang bodoh. Dari awal aku sudah tahu dia punya istri, tapi aku pikir dia bakal bercerai karena itu yang dia janjikan, apalagi pria brengsek itu bilang bakal bercerai secepatnya jadi aku...aku percaya....aku memang sangat tolol dan bebal. Dan sebetulnya, sebelum ada insiden malam kemarin, aku memang sedang memberinya ketegasan soal hubungan kami. Aku berniat melepaskannya jika memang dia nggak ada niat untuk pisah sama istrinya. Sungguh, Nta. Aku jujur sama kamu...."
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED]AFTER ENDING (#02. Sekuel After Work)
ChickLitSEKUEL AFTER WORK. 🍜🦪🥗🍲🫔🌮🌯🥙🧆🥘🍝🍕🥪🍔🥩🍗 Selepas perpisahan menyakitkan, Kanta Nusantara justru menemukan banyak bakat terpendamnya dan juga mengeksplor semua kemampuannya. Namun ketenangan Kanta berakhir sewaktu Kehzan Negara kembali mun...