DUA PULUH SATU

23 6 10
                                    

Diana berbaring di sofa dengan keadaan yang agak bosan. Hari ini, ia merasa tidak ada banyak pilihan kegiatan yang bisa dilakukan selain menonton televisi. Ia merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton.

Di tengah kebosanan itu, Diana sadar bahwa besok Senin sudah tes. Namun, entah mengapa, dirinya sama sekali belum meluangkan waktu untuk belajar.

Tiba-tiba, suara ketukan di pintu rumah membuyarkan kebosanan Diana. Ia merasa antusias karena menduga bahwa pengunjungnya adalah Riana.

Dengan cepat, Diana berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menuju pintu. Ketika ia membukanya, matanya terkejut melihat sosok yang datang. Ternyata bukan Riana, melainkan Fiano. Lelaki dengan baju berwarna putih polos berdiri di depannya.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Diana dengan kebingungan yang jelas terpancar dari wajahnya. "Tau rumah gue darimana?"

"Dari Riana," jawab Fiano. "Lo marah nggak sama gue?"

Dalam hati, Fiano berusaha memahami perasaan Diana. Ia sudah mengirim banyak pesan kepada gadis itu, namun tidak pernah mendapatkan jawaban apa pun. .

Dengan sedikit kekesalan, Diana menjawab, "Pertanyaan konyol apa itu? Lo pikir aja, orang mana yang nggak marah kalau janjinya diingkari?"

"Kalau memang udah ada janji antar cewek pulang, ya, jangan bikin janji lagi!" ketus Diana.

Namun, bukannya menjawab secara verbal, Fiano malah mengulurkan kedua kantung plastik kecil yang berisi permen tusuk rasa coklat.

"Ngapunten, nggeh," ujar Fiano dengan menyengir.

Diana mengerutkan keningnya, kebingungan semakin memenuhi pikirannya. Ia menatap kantung plastik yang disodorkan oleh Fiano, lalu melihat kembali wajah cowok di depannya dengan ekspresi campuran antara penasaran dan skeptis.

"Apaan, nih?" tanya Diana dengan nada sedikit curiga. "Sogokan?"

Fiano mengangguk dengan tulus. "Gue nggak punya banyak duit, jadi gue beli yang murah."

Diana tetap diam, memperhatikan kantung plastik yang Fiano bawa dengan tatapan tajam.

"Ambil," perintah Fiano lembut. "Sebagai tanda permintaan maaf gue."

Dengan rasa ragu, Diana meraih kantung plastik itu dan membukanya. Ia melihat permen-permen tusuk coklat yang masih terbungkus.

Namun, keraguan masih terlihat di wajah Diana ketika ia memandang Fiano. "Lo sebenarnya ke sini mau ngapain, sih? Mau ajak jalan? Udah sore, lho, ini."

"Belajar bareng?"

Mendengar jawaban itu, Diana seketika mengingat perkataannya beberapa hari yang lalu. Ia mengajak Fiano untuk belajar bersama selama satu minggu sebagai persiapan tes mereka.

Diana merasa terkejut dengan sikap Fiano yang mengingat janji belajar mereka. Namun ia juga merasa lega karena Fiano tidak melupakannya.

"Jadi, mau belajar bareng nggak?" tanya Fiano dengan penuh harapan.

Diana menjawab dengan cepat, "Ya, mau, lah!"

Fiano tersenyum puas. "Yaudah, ayo. Di rumah gue aja."

Dengan senang hati, Diana menutup pintu rumahnya dengan mantap. Tanpa membuang waktu, ia berteriak, "Lo duduk dulu, gue ganti baju bentar!"

Fiano tersenyum melihat semangat dan keramahan Diana. Ia sudah menduga bahwa Diana dengan mudah akan memaafkannya.

✧✧✧✧

"Udah belum pamer ke temennya?" tanya Fiano sambil mengangkat alisnya, ketika melihat Diana yang mengirim foto dirinya ke grup chat dengan kedua temannya.

Diana & Kisahnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang