TIGA PULUH SEMBILAN

23 1 0
                                    

"DIANA! LU KAGAK PERNAH PELAJARAN GUA LIHAT-LIHAT!" ujar Bagas yang baru saja memasuki ruang OSIS. "Makmur amat hidup lu."

"Kamu iri, ya, sama aku?" goda Diana sambil mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Jelas! Gue setiap hari pasti pelajaran walaupun cuma satu mapel," keluh Bagas sambil membaringkan diri di kursinya. "Malas banget. Lihat jurusan lain jamkos tapi gua pelajaran, tuh, rasanya ngenes banget. Mana pegang komputer mulu."

"Ya, wajar, kampret! Kan lo memang jurusan perkantoran. Kalau pegangnya anak ayam mati nanti," kata Akbar. "Lagian gue yang setiap hari pegang mesin diam aja, dah."

"Gue yang setiap hari bersih-bersih kasur nggak ngeluh tu." Wisnu menimpali.

"Gue yang setiap hari hitung angka juga nggak ngeluh," kata Karla.

Layla menyetujui ucapan Karla. "Bener, tuh. Padahal otak udah mau meledak.

"Gue yang setiap hari pegang kamera juga diam aja, tuh," ujar Aldino.

"Kenapa lu semua malah pada adu masih, hah?!" tegur Bagas. "Lu berdua kagak mau ikut-ikutan adu nasib?" tanyanya pada Diana dan Rendra.

"Boleh. Gue yang setiap hari nata produk nggak pernah ngeluh walaupun harus lihat satu-satu tanggalnya," kata Diana.

"Udah, udah!" potong Bagas ketika Rendra hendak berbicara. "Lo pasti mau ngeluh, 'gue yang setiap hari pegang bumbu dapur kagak bosan', iya, kan?!"

"Itu tau," balas Rendra singkat.

"Udah, lah, Gas. Bersyukur aja kenapa, sih? Ngeluh mulu lo," tanya Akbar.

"Ngeluh bukan berarti kagak bersyukur, Bar," kata Bagas. "Cuma lagi iri aja."

"Ngapain iri, sih? Coba aja kalau gurunya nggak mempersiapkan ujian kelas dua belas, gue malah pengen pelajaran, lho," kata Diana. "Kejar materi. Takut nanti pas PKL nggak tau apa-apa kalau kebanyakan jamkos."

"Lu anak ambis, Na. Beda sama Bagas yang pengennya terima jadi," kata Wisnu.

"Berisik, dah," kata Bagas yang sudah lelah. "Kalau pusing sama pelajaran, bawaannya pengen nikah mulu gue. Nikah, yuk, Kar."

"Heh! Ajak nikah kayak ajak beli cilok lo!" ujar Akbar sambil memukul paha cowok itu.

"Lo masih berharap sama Fiano nggak, Na? Kalau nggak, gue nikahin lo aja," kata Bagas sambil duduk tegap.

Diana langsung terdiam mendengar itu. Rasa sakitnya kembali lagi ketika mendengar nama Fiano. Ia menghembuskan napas pendek, mencoba menetralkan rasa sesaknya.

Beberapa saat kemudian, Diana menggeleng. "Nggak."

"Ah, yang bener," goda Wisnu.

"Bener. Dia udah punya cewek," jawab Diana, membuat teman-temannya terdiam, kaget sampai tidak bisa berkata-kata.

✧✧✧✧

Langkah santai Diana yang menyusuri koridor tiba-tiba berubah menjadi larikan kaki saat melihat Riana yang baru saja meninggalkan indoor. Terlihat jelas bahwa gadis itu baru saja terlibat dalam pertemuan yang melibatkan Dewan Ambalan. Hal ini dikarenakan Diana melihat anak-anak yang masih berada di indoor membawa tongkat Pramuka dan berkomunikasi melalui bendera semaphore yang berkibar di udara.

"Riana!" panggil Diana dengan keras, mencoba menarik perhatian Riana yang terus melangkah tanpa mempedulikan temannya.

Riana mendengar panggilan itu, namun dia memilih untuk melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan Diana yang berusaha mengejarnya.

Diana & Kisahnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang