Diana melangkah menyusuri koridor yang ramai dipenuhi oleh anak-anak yang berlalu lalang. Baru saja ia selesai membahas keperluan kemah bersama Pak Teguh, pikirannya masih terisi oleh pertemuan tersebut.
Tiba di pertigaan koridor, Diana terhenti mendadak karena pandangannya tertuju pada Fiano yang sedang berjalan beriringan dengan Yara. Keduanya membawa beberapa buku di tangan mereka, dengan pasti mereka baru saja keluar dari perpustakaan.
Dengan perasaan sedih, Diana memandangi sepasang kekasih tersebut. Ia tak bisa membantah bahwa dalam hatinya masih ada keinginan agar Fiano menjadi miliknya.
Walaupun rasa itu belum rela untuk dilepaskan, Diana memahami bahwa tidak pantas baginya untuk mengganggu kedua orang itu. Ia tak ingin menjadi sumber masalah dalam hubungan mereka.
"Panas banget, ya, hari ini?"
Aldino tiba-tiba muncul di samping Diana, membuat gadis itu menoleh ke arahnya.
Diana memandang Aldino dengan mata sedikit menyipit. "Kan, lo setan. Jadi panas."
Tak berselang lama, ekspresi sombong di wajah Aldino berganti menjadi wajah kesal. Ia memberikan sentilan ringan di dahi Diana, yang membuatnya meringis kesakitan.
"Nggak ada setan seganteng gue," sombong Aldino.
"Iya, cakep. Kalau dilihat dari ujung sedotan!" Diana menggertak sebelum beranjak pergi, meninggalkan Aldino yang tersenyum.
"Seenggaknya dilihat, lah, walau dari ujung sedotan," gumam Aldino sambil terkekeh geli.
✧✧✧✧
"Anjer memang si Fiano ini. Gonta ganti mulu? Mentang-mentang ganteng jadi seenaknya," bisik Adnan kepada Putra yang berada di sampingnya, ketika mereka melihat Fiano datang bersama Yara.
"Salah mempergunakan ketampanan," sambung Putra, sambil sibuk menulis sesuatu.
"Ngapain bisik-bisik?" tanya Fiano ketika cowok itu sudah duduk di depan mereka.
"Ngomongin lo, lah. Apalagi?" jawab Adnan dengan nada santai, tapi langsung mendapat pukulan di tengkuk dari Putra yang melotot padanya.
Adnan menyadari kesalahannya, ia segera menutup mulutnya dan tersenyum canggung, menatap Fiano yang menatapnya tanpa ekspresi.
"Abang dari mana, Bang? Daritadi betah banget sama cewek. Eh, maksut gue ... betah banget keluar kelas," ujar Adnan, mencoba mengubah arah pembicaraan.
"Dari perpustakaan, Sono. Kan tadi Fiano udah pamit, Mas," kata Putra, membuat Adnan mengernyitkan dahi.
"Diam, anjer! Gue kan cuma basa-basi," elak Adnan.
Fiano mengeluarkan buku dari tasnya sambil menjawab, "Ngomongin gue terus, nggak bosen apa?"
Adnan mengangkat sebelah alisnya dengan bangga, "Ya nggak mungkin gue bosen ngomongin lo. Apapun berita terbaru tentang lo, pasti gue bahas."
Fiano merespons dengan memukul kepala Adnan menggunakan bukunya. "Besok Senin udah uprak, daripada ngomongin gue terus, mending belajar," katanya tegas.
"Halah, Ujian Praktik doang, kok, kecil, Bang. Modal bismillah dan doa aja," celetuk Adnan.
Putra ikut angkat bicara, "Doa tanpa usaha nggak akan menghasilkan apa-apa, Mas. Kalau berdoa, harus diiringi dengan usaha."
Adnan mengangguk patuh, "Nggeh, siap-siap. Bapak lo suruh doain gue, Put. Bapak lo, kan, rajin ibadah, gue nitip doa, dah."
"Enak aja, lo. Doa sendiri, lah," kata Putra dengan nada sedikit mengejek. "Kalau mau minta doa, ya, datengin sendiri bapak gue," lanjutnya sambil tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diana & Kisahnya
Teen FictionDiana Candramaya, siswi SMK Prima yang menjabat sebagai ketua OSIS, terlibat dekat dengan Fiano Arsatya, si ketua PMR yang menjadi misi organisasinya. Namun, masalah muncul ketika Diana justru benar-benar menyukai Fiano. Jabatannya yang menjadi ket...