"Diana."
Panggilan itu menghentikan Diana yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Ia memutar tubuhnya, menatap dengan ramah seseorang yang memanggilnya. Ternyata, itu adalah Pak Teguh.
"Atur rapat sepulang sekolah untuk membahas kemah," perintah Pak Teguh.
"Kenapa mendadak, Pak?" tanya Diana.
"Persiapan kemah harus dilakukan dengan cepat agar tidak bentrok dengan jadwal ujian praktik kelas dua belas," jelas Pak Teguh.
Diana menganggukkan kepala penuh pengertian. "Baik, nanti saya akan berkoordinasi dengan ketua PMR untuk memberitahukan anggotanya."
Pandangan mata Pak Teguh menyipit. "Fiano?"
Dengan mantap Diana menjawab, "Benar, Pak. Jangan khawatir, saya akan berkomunikasi dengan Fiano melalui telepon."
Pak Teguh mengangguk. "Baiklah. Tapi ingat, jaga agar tidak ada lagi keluhan terkait kamu dan Fiano. Jika ada ...." Tatapan tajam dari Pak Teguh mengarah pada Diana. "Jabatanmu akan berakhir detik itu juga."
Diana hanya tersenyum singkat sebagai tanggapannya.
"Baiklah, kalau begitu, saya pergi dulu," pamit Pak Teguh sambil menepuk bahu Diana.
Diana hanya mengangguk sebagai tanggapan, membiarkan Pak Teguh pergimeninggalkannya sendirian.
Diana mengalihkan pandangannya ke ruang 17, menatap Fiano yang baru saja keluar bersama kedua temannya, berjalan menuju kantin. Tanpa ragu, Diana melangkahkan kakinya, menyusul ketiga lelaki itu.
✧✧✧✧
"Woi! Sempol gue itu anjer," protes Adnan sambil berusaha merebut sempol yang berada di tangan Putra.
"Apa-apaan! Lo bayar aja belum," jawab Putra sambil menjauhkan tangannya dari jangkauan Adnan.
"Tapi itu udah jadi milik gue," teguh Adnan.
"Enak aja! Gue yang ambil duluan," tegas Putra sambil memasukkan sempol yang ia pegang ke dalam plastik.
"Abang ... jangan gitu, dong." Suara Adnan berubah kemayu. "Dedek nangis, nih."
Fiano yang mendengar itu bergidik ngeri. "Kasih aja, Put. Kan ada lima, lo ambil tiga aja, sisanya kasih ke Adnan."
Putra berdecak. "Heran, orang kok demen banget sama sempol," ejeknya, tetapi tetap memberikan sempol kepada Adnan.
"Pelit banget, anjer! Satu lagi!" gerutu Adnan ketika hanya diberi dua buah sempol oleh Putra.
"Astaghfirullah, Sono ... bersyukur gue kasih! Sini, kalau nggak mau," ucap Putra sambil mencoba mengambil sempol di tangan Adnan, tetapi dengan cepat Adnan menjauhkan tangannya.
"Enak aja lo!" ketus Adnan. Lalu, dia melangkah masuk ke dalam kantin untuk mengambil saus.
Fiano yang menyaksikan adegan itu hanya menggelengkan kepala. Dia memilih memesan bakso dengan es teh daripada menanggapi ocehan temannya. Setelah pesanan mereka selesai, ketiga cowok itu duduk di kursi kantin yang lumayan jauh dari keramaian.
"Eh, No. Diana, noh," ujar Adnan sambil menyenggol bahu Fiano untuk memberitahunya.
Fiano yang hendak menyantap makanannya, mengangkat kepalanya dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Adnan. Dia melihat Diana berdiri, sedang mengangkat ponselnya seolah memberi isyarat kepada Fiano untuk mengeluarkan ponselnya juga.
Tak lama setelah Fiano mengeluarkan ponselnya. Benar saja, Diana menelponnya. Tanpa ragu, cowok itu segera menjawabnya dan menempelkan ponsel di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diana & Kisahnya
Teen FictionDiana Candramaya, siswi SMK Prima yang menjabat sebagai ketua OSIS, terlibat dekat dengan Fiano Arsatya, si ketua PMR yang menjadi misi organisasinya. Namun, masalah muncul ketika Diana justru benar-benar menyukai Fiano. Jabatannya yang menjadi ket...