Haruto

883 99 24
                                    

Pernah berpikir bagaimana rasanya memiliki Kakak yang paling menyebalkan di dunia? Yah, kurasa aku tidak perlu sibuk membayangkannya, karena hal itulah yang aku rasakan setiap hari. Sebagai satu-satunya perempuan dari dua orang Kakak laki-laki yang tingkah menyebalkannya melebihi Fred-George Weasley si kembar dalam serial Harry Potter.

Jujur saja, aku tidak mengharapkan mereka untuk memperlakukan diriku layaknya princess dalam disney, cukup dengan mereka tidak berbuat iseng padaku saja aku sudah lebih dari bersyukur. Tapi kenakalan mereka padaku sudah seperti bernapas, di mana mereka tidak akan mampu dan tidak bisa hidup tanpanya. The end.

Kakakku yang tertua, Mino, lebih tua empat tahun dariku, dan sebagai catatan: dia sangat suka menebar karismanya kepada para perempuan, senang diperhatikan, senang membuat perempuan terbawa perasaan, padahal dirinya hanya suka diperhatikan, saat para perempuan terjatuh dalam pesonanya dia malah pamit, permisi, tanpa menoleh lagi. Jahat kuadrat. Karena itu aku bersyukur dia telah menikah. Bukan karena agar dia berhenti membuat perempuan patah hati, tapi aku bersyukur karena ada juga perempuan setia yang mau bertahan menghadapinya. Karena jika itu aku.., tunggu, maaf. Kakakku bukan tipeku.

Kakakku yang kedua, Bobby, kami terpaut dua tahun dan dia lebih tampan dari pada Kakak yang pertama, tapi bukan jauh lebih tampan. Jika mereka berdua berada dalam acara formal dengan pakaian serba formal dan sikap penuh etika dan kewibawaan mereka hampir tidak jauh beda. Jika kakak pertama usilnya sampai membuatmu ingin menghajarnya, maka Kakak kedua akan jadi sosok usil yang membuatmu menangis dalam seketika. Yang satu ini tidak main-main dalam kenakalannya padaku. Kejadian paling parah yang pernah dilakukannya padaku adalah saat dia dengan sengaja mengait gaun pestaku saat usia 8 tahun dan membuatku terjatuh tepat di wajah saat sedang asyik menikmati ice cream cake. Alhasil semua kue itu memenuhi bibir dan pipiku dan aku menangis kencang, bukan karena aku jatuh, tapi karena itu potongan terakhir kue dan itu adalah ice cream cake terenak yang pernah kumakan. Terakhir kutahu, dia marah karena tidak mendapat bagian kue itu dan berakhir mempermalukan aku di hadapan banyak orang dan mereka semua menertawaiku melihat wajahku yang lucu dengan noda kue dan aku menangis. Dua gigi depanku rongak karena baru saja dicabut membuat hiburan itu semakin meriah dan aku sukses menjadi badut di pesta pernikahan sepupuku. Setelah itu, setiap keluarga atau tetangga melihatku, mereka akan menyebutku badut ompong. Aku benar-benar membenci Kakakku setelah itu, tapi bukan berarti hal itu membuatnya berhenti dari segala keisengannya padaku.

Sudah tiga belas tahun semenjak kejadian itu tapi orang-orang masih saja ada yang mengejekku dengan panggilan memalukan itu. Dan karena aku sudah dewasa, serta berhati besar dan mulia, aku tidak mengindahkannya, sehingga orang-orang mulai lupa dan mencari hal lain untuk jadi bahan gunjingan. Yang benar saja, tiga belas tahun pemirsa, dan ini adalah jaman milenial, siapa yang masih ingin bertahan pada lelucon lama?

"Badut ompong!"

Yah, kecuali Bobby tentunya. Tidak pernahkah dalam hatinya terbetik rasa bersalah telah menjadi penemu panggilan sialan itu? Tidak. Bobby tidak pernah merasa bersalah atas semua kelakuan tak beradabnya padaku. Jika dia menyesal, dia akan berhenti, tapi karena dia masih melakukannya, itu artinya tidak ada penyesalan sama sekali.

Aku menatapnya tajam, tapi yang ditatap tidak peduli. Asik memegang konsol dan bertarung dengan karakter apapun itu dalam video gamenya. Kuberitahu, Bobby ini sudah berusia 25 tahun, tapi satu-satunya hiburan baginya selain skateboard adalah gim, entah itu dengan PS-nya, komputer atau ponselnya, dia sangat amat up to date dengan perkembangan dalam dunia per-game-an. Setiap akhir pekan itu saja yang dilakukannya. Jika sedang tidak bermain skateboard dengan teman kerjanya di kantor, maka dia akan bermalasan di rumah berduaan dengan gimnya.

"Mino menyuruhmu ke toserba di ujung jalan pertigaan dekat pertamina." Bobby menjelaskan, maksudku memerintah tanpa mengalihkan tatapannya dari TV.

Jangan bercanda! "Plis deh, Kak, itu toko isinya cowok semua."

Not So Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang