4. CONFESS?

43 25 35
                                    

Confess? Mungkin itu kalimat cukup simpel, tapi punya makna yang cukup besar. Kalimat yang menyimpan banyak harap dan juga keraguan dibaliknya.

Ada harap yang ingin rasa suka itu tidak jatuh sendirian. Juga ada yang harus disiapkan dari konsekuensinya. Menyatakan perasaan itu hal yang cukup serius. Banyak yang dikorbankan termasuk hasil akhirnya.

Bukan hanya sekedar "aku menyukaimu" lalu pergi tanpa kejelasan. Adapun tujuan confess bukan melulu tentang berpacaran atau menjalin hubungan, tetapi sebagai garis finish. Kita dibalas oleh pemiliknya atau menerima hasil terburuknya.

Menyukai diam-diam tentu harus menyiapkan dari segi persiapannya. Entah apa yang akan terjadi nanti. Yang jelas, kita tidak berhak untuk memaksakan apapun atas jawaban yang diberikan.

"Kalau nanti penolakan yang gue dapetin gimana, Ra?" Tanya Senja tengah fokus memandang hamparan daun rindang sekolah.

"Itu resiko lo yang harus lo dapet. Tujuan lo confess apa sih? nyatain perasaan lo kan? lo cukup to the poin apa yang ingin lo sampein ke Naufal. Nggak usah pikirin hasilnya. Kalaupun emang nanti penolakan yang lo dapet? Ya lo harus terima. Nanti, lo cuma butuh waktu buat nerima keadaan. Setelah itu, lo bakal balik seperti semula."

"-Percaya deh, kalo emang ngga jadi sama Naufal, berarti Tuhan ngasih yang terbaik buat lo."

Cukup terpana dengan kalimat panjang yang diucapkan Mara. Bukan sekali memang seorang Mara mampu memberikan solusi atau nasehat. Itulah beruntungnya Senja memiliki saudara yang sangat mengerti perasaannya. Tidak pernah menghakimi dan bersedia mendengarkan segala cerita dari Senja. Namun terkadang sifat dewasanya itu tertutupi dengan sikap kekanak-kanakan yang ia miliki.

Senja mengangguk mantap. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti.

Senja perlu mempersiapkan diri terlebih dahulu. Tidak mungkin jika menyatakan perasaan tanpa persiapan.

"Yauda ayo ke kelas. Udah bel masuk," ujar Mara seraya membereskan bungkusan jajanan yang mereka beli di kantin tadi.

Senja mengangguk pelan dan membuntuti Mara dari belakang.

–o0o–

"Eh, tugas lo udah belum?" tanya Dio yang asik dengan game di ponselnya.

Senja yang tengah membereskan buku-buku menoleh kearah Dio.

"Tugas apaan?"

Lelaki itu menghentikan game dan mendongak kepalanya kearah Senja. "Halah tugas dari Pak Rossi."

Senja menerawang jauh guna mengingat-ingat kembali tugas dari Pak Rossi.

"Ah, tugas matematika kemaren?"

"Iya, gitu aja lupa! Gimana? udah belum? kalo udah gue minjem buat nyontek."

Senja mendengus kasar. "Berani bayar berapa lo nyontek tugas gue?!"

"Pelit banget lo kalo sama gue," ucapnya dengan sinis.

"Udah tau pelit, kenapa lo minta contekan dari gue?" jawab Senja tak kalah sinis.

Begitulah Senja dan Dio. Teman-teman lainnya sudah tidak heran lagi bagaimana ketidak akurnya mereka berdua.

Dimana pun berada, Senja dan Dio hanya ada cekcok. Bahkan para guru pun sudah tak asing lagi ketika mendengar keributan setiap dijam pelajaran mereka. Namun herannya, mereka tidak benar-benar saling membenci. Ya.. hanya sekedar bertengkar lalu kemudian berbaikan seperti remaja pada umumnya.

Sebagai kaum wanita yang berbaik hati, Senja menyerahkan buku yang berisi tugas matematika kepada Dio dengan berat hati.

"Nih, awas kalo lo ngga ngasih gue gratisan di kantin!" ucap Senja sambil menunjuk jari kearah Dio.

"Iya-iya. Ngga usah banyak bacot," jawab Dio menarik buku yang berada di tangan Senja.

Gadis itu mendengus dengan kasar, saat ingin membalikkan tubuh, matanya tak sengaja menatap kearah Naufal yang ternyata lelaki itu juga menatap Senja, meski hanya sepersekian detik. Mungkin jika di hitung tidak sampai 2 detik.

Sial. Hanya ditatap tidak sampai 2 detik saja membuat jantung Senja berdebar tak karuan. Bagaimana nantinya jika Senja terang-terangan menyatakan perasaan? Akan segila apa ia nantinya?

Senja menggelengkan kepala menyadarkan untuk tidak terlalu memikirkan apapun. Untuk sekarang, ia hanya perlu waktu dan memilih strategi yang cocok untuk mendapatkan hasil yang baik.

Menyukai Naufal seperti memecahkan teori yang ada di buku mata pelajaran sejarah. Sulit dan menguras tenaga, pikiran.

"Eh Senja ayo anterin gue ke kamar mandi."

Senja melirik kearah Mara.

"Ayo, buruan," ucap Mara menarik tangan Senja.

"Iya-iya. Sabar dong."

Senja dan Mara pun meninggalkan tempat duduk. Saat di depan pintu seseorang meneriaki nama Senja.

"Woiii Senjaaa," panggil Pran dari mejanya.

Senja menoleh kearah belakang guna menatap kearah Pran. "Apaan?" tanyanya seraya menaikkan satu alis.

"Gue nyontek tugas lo ya? gue janji deh kalo lo minta apa, gue turutin. Plissss," ujar Pran memohon.

Gadis itu memutar bola matanya. "Terserah," jawab Senja meninggalkan kelas.

Sebenarnya Senja bukanlah orang yang mudah memberikan contekan tugasnya untuk orang lain bahkan teman sekalipun. Tetapi hari ini Senja sedang tidak ingin beradu mulut dengan siapapun. Cukup dengan Dio tadi, dan hanya cara itulah agar ia tidak terjebak dalam pertengkaran.

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang