6. MOOD YANG BERUBAH-UBAH

30 12 7
                                    

Guru killer itu memandang luas ratusan para murid angkatan kelas 12 dengan dua tangannya yang dinaikan di atas pinggang. Senja belajar dari pengalaman sekolah 12 tahun bahwa tingkah itu tidak sopan bagi seorang guru.

Guru kemeja coklat mendekati microphone dan mengatur posisi pas setara dengan wajah beliau.

Mara menyenggol lengan Senja,"Naufal ganteng banget ya." Mara memberitahu Senja dengan pandangan yang mengarah ke depan pas sekali posisi Naufal berada.

Senja setuju, hanya ketika Mara mengatakan itu sambil menggodanya. Senja menyadari selama satu tahun lebih bahwa lelaki itu memiliki wajah yang cukup tampan apalagi ketika memakai kaos warna hitamnya itu. Memang benar, hari ini dari tiga ratus delapan puluh lima siswa diwajibkan untuk memakai pakaian warna hitam. Karena adanya acara pelepasan sekolah periode satu. Pelepasan sekolah SMA GALAKSI dibagi menjadi dua periode. Yaitu periode satu acara non-formal dan periode dua formal.

Rambut ikalnya yang kecoklatan dan disisir rapi, kulitnya yang putih, berbeda dari warna kulit lokal di sini. Wajahnya yang oval dengan dagu yang maju, pipi yang tirus, bibir kecil dan tipis. Hidungnya yang lurus panjang. Wajahnya seperti blasteran dari Asia Timur.

"Lo ganteng, Fal." Seorang murid perempuan mengatakannya dengan keras dan disusul cekikikan dari temannya yang lain.

Naufal tersenyum jenaka memandang para betina yang haus pujian balik. Kalau teman pria Senja yang berdiri di situ, Senja yakin wajahnya memerah seperti sambal tomat. Tapi Naufal ini sangat pandai mengendalikan ekspresi. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa Senja tidak suka ketika ada seseorang yang menggoda Naufal secara terang-terangan.

-o0o-

Mood Senja buruk selama acara berlangsung. Jadi, ia hanya termenung di kelas memikirkan langkah apa yang akan ia buat untuk menjadikan Naufal miliknya. Menggantung nasib pada waktu bukan hal yang benar, karena hasilnya tidak ada kemajuan. Ide-ide bermunculan dan berputar-putar di kepala Senja sampai ia pusing sendiri karena tidak ada yang berhasil. Karena ternyata, hanya melihat dari jauh, itu belum ‘cukup’ bagi Senja.

Senja sempat menggebrak meja yang membuat Dio menghentikan makanannya. Senja lama memikirkan ide sampai ia tak sadar bahwa jam pelajaran mulai berganti. Mara menyenggol lengannya dan menunjuk kearah pintu. "Naufal," katanya.

"Lo beruntung suka sama Naufal," ucap Dio sambil menggoda Senja.

Akhir-akhir ini Dio sering kali menggoda Senja dengan membawa nama Naufal. Insiden pertanyaan seputar tipe cowok membuat Senja menjadi bahan ceng-cengan dari Dio dan juga Pran.

"Naufal berpesan sama lo buat ngumpulin tugas dari Bu Mega di atas mejanya beliau. Kalau ngga, nilai lo dikurangin. Lagian lo kan pinter, meski otak lo sedikit...yah lo tau sendiri kan."

"Gue ngga tertarik sama perintahnya."

Wajah Dio tampak semangat, rupanya kali ini ia setuju dengan ucapan Senja.

"Sama. Apalagi tadi pas dia ngomong sama gue, kenapa dia harus mengucapkan kata please padahal plis lebih gampang. Kenapa dia mengatakan probabilitas kalau istilah kemungkinan saja sudah cukup. Juga, apa itu sebenarnya who cares?"

Dan kenapa juga hari ini harus topiknya Naufal semua? Senja menghela nafas.

"Gue ngga tau, Yo! Lo bisa cari kamus di semua bahasa atau apalah itu daripada tanya ke gue!"

Dio berjengkit kaget. "Lo lagi menstruasi? Galak banget."

Mara mendorong kepala Dio membuat laki-laki itu membulatkan mata. "Sial! Gue kalah kalo lawan 2 orang," ujarnya sambil melangkah meninggalkan Senja dan Mara.

"Lo kenapa?" Tanya Mara melihat kegelisahan Senja yang tak biasa.

Senja akan menjawab pertanyaan Mara ketika Naufal muncul di depan pintu. Segera ia palingkan wajahnya ke arah Mara untuk menyembunyikan wajah. Tapi itu tak bertahan lama saat Mara memberikan sapaan kepada Naufal.

"Eh ada apa, Fal?" Tanya Mara mencuri pandangan kearah Senja.

"Senja," panggil Naufal dengan suara beratnya.

Senja membulatkan mata terkejut dan sontak menatap wajah Naufal, "y-ya?"

"Kamu tadi sudah mendengar pesan dari Dio bukan?"

Senja mengangguk pelan. Terdengar jelas bahwa Naufal membuang nafas panjang.

"Terus? Kapan kamu mau ngumpulin tugas dari Bu Mega? Aku udah berkali-kali ditelpon beliau."

Senja menggaruk kepala yang tak gatal. "Hehe sory...tapi ini gue bakal kumpulin sekarang kok."

Naufal mengangguk pelan. "Bagus. Maaf ya kalo ngerepotin," ucapnya.

Senja hanya tersenyum seraya mengangguk pelan tanda tak masalah. Setelah itu, Naufal berjalan kearah tempat duduknya. Perginya Naufal membuat Senja menghirup udara rakus. Sial! Mimpi apa ia semalam bisa berinteraksi sama Naufal.

Senja senyum-senyum sendiri.

Mara menyenggol lengannya. "Cieee...ini kalo ngga set sat set bakal diambil orang beneran nih."

Senja hanya tertawa tanpa memikirkan perkataan Mara. Yang jelas, ia tidak ingin merusak moodnya yang baik ini.

Segera Senja melangkah kaki menuju meja guru, yang ternyata semua tumpukan buku teman-temannya sudah tertata rapi dan siap diantarkan di meja Bu Mega.

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang