Dari kata mencintai dalam diam menjadi rasa ingin memiliki. Buat Senja jatuh cinta tak harus memiliki adalah alibi manusia-manusia kalah. Belum apa-apa sudah ingin menyerah, bahkan berjuang saja belum kesampaian.
Seringkali ia bertanya pada orang-orang sekeliling, "apakah wajar jika wanita mengungkapkan perasaan terlebih dahulu?" akan tetapi dari banyaknya jawaban rata-rata mereka mengatakan bahwa perempuan yang menyatakan perasaan lebih dulu itu mengurangi value pada orang tersebut.
Apakah itu benar? Jika memang benar, lantas harus sampai kapan perasaan Senja tersampaikan? Bahkan Senja tak mengharapkan sebuah balasan. Karena sadar, bahwa ia adalah wanita yang tertinggal, tidak ada yang spesial dari diri Senja dimulai dari wajah, otak, langkah hidupnya semua tampak biasa saja.
Senja sangat yakin, di luar sana masih banyak wanita yang jauh amat lebih baik darinya. Tetapi akhir-akhir ini Senja sering menegaskan pada dirinya sendiri bahwa ia tokoh penting dihidupnya, Senja bukan sekedar tokoh figuran melainkan tokoh utama.
Sebegitu labilnya Senja ketika sedang jatuh cinta pada seseorang. Seringkali merasa kecil hati namun dilain waktu sering membanggakan diri sendiri. Hei, bukankah itu wajar? Kita manusia kan?Iya! Kita manusia. Manusia yang sering kali merasa tidak percaya diri.
Menyukai Naufal ternyata membutuhkan extra effort. Senja sebenarnya tak masalah dengan itu, namun bolehkah ia memiliki feedback untuk usahanya nanti?
Tidak melulu soal membalas perasaan. Mereka bisa mengobrol atau berceloteh ria saja sudah lebih dari cukup.
Senja menghembuskan nafas pelan, bola matanya mengitari sudut ruang kelas yang sepi. Teman-temannya sudah keluar kelas sejak sepuluh menit setelah bel istirahat berbunyi.
Senja membereskan tumpukan buku yang berserakan di atas meja, sesekali bersenandung kecil.
Menoleh kearah kiri samping yang ternyata Mara tengah tertidur diatas meja. Jam kosong seringkali dijadikan untuk tidur massal oleh para murid dari kelas manapun. Tanpa terkecuali kelasnya sendiri.
Senja berinisiatif membangunkan Mara pelan, tapi tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara ketukan sepatu yang mengharuskan ia mengalihkan perhatian kearah pintu.
Saat pintu dibuka, Senja membelalak mata terkejut.
Sial.
He is Naufal.
Naufal hanya melirik dari sudut matanya tanpa bersusah payah menoleh kearah Senja. Ia berusaha tidak perduli dan semakin menggoncangkan tubuh milik Mara dengan keras. Padahal niat awal ingin membangunkan dengan pelan-pelan.
Gadis itu mendekatkan wajahnya di telinga Mara. "Woii bangun, ayo ke kantin," ucap Senja keras. Sesekali matanya mencuri pandang ke arah Naufal.
Untung saja membangunkan Mara tidak susah. Ia menguap pelan sambil mengerjakan mata.
"Jam berapa sih?" ucapnya dengan suara serak khas bangun tidur.
Senja memutar bola mata, "udah jam setengah sepuluh kurang lima menit. Ayo! sebelum bel masuk."
Mara mengucek mata lalu menatap Senja dengan sinis.
"Halah, bel masuk atau ngganya ga ngaruh sama lo. Lo kan sering keluar masuk dijam pelajaran."
Senja kembali mencuri pandangan kearah Naufal yang saat ini tengah sibuk dengan ponselnya.
"Cerewet banget sih lo. Ayo, ah," ucap Senja sambil menarik tangan Mara dan melangkah kaki meninggalkan kelas dan juga juga Naufal.
Tidak ingin terjebak seruangan dengan Naufal. Meski itu sesuatu yang Senja harapkan, tetapi jika tidak ada persiapan jauh-jauh hari tentu saja akan menciptakan suasana yang awkward.
Semakin hari semakin hati tak karuan, seringkali merasa bimbang. Apa yang perlu ia lakukan untuk bisa menyapa duluan? Meski sekedar basa-basi atau paling tidak menanyakan tugas harian.
"Lo sebenernya suka kan sama si Naufal?" ucap Mara yang membuat gadis di sampingnya terkejut.
"Hah?! Maksud lo apaan?"
Mara menghembuskan nafas pelan, "dari gelagat lo udah ketebak kali kalo lo suka sama Naufal."
Senja diam sejenak. Memikirkan perkataan Mara. Apakah sebegitu ketaranya ia menyukai Naufal? Sial. Banyak pikiran negatif yang bersarang di otakk Senja saat ini.
"Emang keliatan banget ya?" ucap Senja cemas. Harap-harap Naufal tidak tau bahwa ia menyukai dirinya.
Hei!!! Naufal tau tanpa Senja yang mengatakan duluan bukan dari daftar rencananya. Sangat tidak etis jika Naufal tau dari orang lain. Yang ada, dia malah jadi ilfil. Meski kemungkinan besar jika Senja mengatakan dengan jujur pun ia akan tetap ilfil. Huh..
Susah ya, suka sama seseorang yang visualnya tinggi. Apalagi yang sangat tidak mungkin bisa dimiliki.
Bukan tanpa alasan Senja sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Entah mengapa, dirinya terlalu jauh untuk dikatakan manusia paling baik. Bahkan dari teman-temannya pun ia merasa tertinggal.
Tepukan bahu menyadarkan dari lamunan Senja. "Woi, ngalamun aja lo."
Ia mengerjapkan mata, menoleh kearah Mara. "Eh, kenapa? Lo ngomong apa emang?"
Mara berdecak seraya memutar bola matanya, "makannya kalo ada orang ngomong tu dengerin. Gue tadi bilang, kenapa lo ngga confess aja?"
"Confess?" jawab Senja ragu.
Mara mengangguk pelan. "Iya confess, kan ada tu akun sekolah yang nyediain buat confess ala-ala kekinian, tapi kalau pun lo pengen confess secara pribadi ya..gapapa. Itung-itung masa pendekatan. Terus lo juga tau gimana respon tu Naufal."
Senja terdiam lagi. Memikirkan perkataan Mara. Bukan tanpa alasan jika ia benar-benar menyatakan perasaan. Sudah lama ia memendam perasaan yang tak kunjung ada kemajuan. Senja sendiri pun merasa capek menyukai diam-diam. Ia ingin sekali bisa mengobrol santai dengan Naufal. Namun ego dan gengsi sering kali menghampiri dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Untuk Naufal
عاطفيةPernah menyukai seseorang dalam diam? Lalu diperlakukan istimewa, tetapi dijatuhkan secara bersamaan? Bagaimana rasanya? Sedangkan gadis itu tidak memiliki hak untuk marah, karena dia bukan siapa-siapa. Ini tentang seorang siswi yang menyukai teman...