Senja suka menulis cerpen, atau kata-kata mutiara dibuku diarynya. Bahkan ia memiliki banyak buku diary yang dipenuhi tentang Naufal, seringkali Senja menulis kegiatan sekolah selama hampir satu tahun ini dengan giat. Tidak ada yang tahu itu, jelas. Senja tidak mengizinkan siapa saja mengetahui rahasia besarnya selama ini. Kecuali saudaranya, Mara.
Bahkan ketika pelajaran pun Senja sering mencuri waktu dengan mencoret-coret idenya di atas buku kecil itu. Alibi ketika ditanya teman yang duduk di depannya, Priska. Senja hanya mengatakan sekedar menulis catatan yang penting.
Memang benar sih, isi dari buku diary Senja sangat penting. Yaitu berkaitan tentang hal-hal kecil yang Naufal sukai. Darimana Senja tau? Senja kerap kali mendengar percakapan antara Naufal dengan teman sebangkunya, Pran. Mereka sering berbagi cerita yang membuat Senja tau hal-hal kecil yang dilakukan Naufal.
Saat Senja tengah sibuk menulis, tiba-tiba Bu Lila membagikan isi kelas dalam enam kelompok besar untuk mata pelajaran biologi. Mengikuti instruksi, semua seisi kelas buru-buru menata meja dan kursi membentuk enam meja besar dengan kursi yang mengelilinginya.
Senja yang tengah blank karena sibuk dengan dunianya seketika panik bertanya dengan Mara. "Eh, gue dapet kelompok berapa?"
Dari raut wajah Mara sudah sangat jelas jika gadis itu merasa jengkel. "Makannya! Kalo ada guru nerangin tu dengerin! Bingung kan lo sekarang?!"
Senja meringis. Mara memutar matanya.
"Itu, lo kelompok dua. Bareng sama Naufal."
"HAH?!"
Seketika jeritan dari Senja mengundang banyak siswa yang menatapnya. Gadis itu langsung menutup mulut.
"Woii, kelompok dua di sini!" Teriak Pran lebih lantang untuk bersaing dengan kebisingan. Senja pun berdiri dan menghampiri meja Pran.
"Gue kelompok dua," kata Senja, dengan santainya Naufal duduk tepat di samping Senja. Lelaki itu mengeluarkan beberapa buku dan peralatan tulis dan meletakkannya di atas meja, lebih tepatnya bercampur dengan buku milik Senja. Kipas angin yang berputar-putar membuat Senja dengan jelas mencium bau tubuh Naufal yang segar. Berbau mint.
Senja terlalu gugup untuk sekedar menoleh kearah Naufal. Insiden kemarin sore saat Naufal mengantarnya pulang, membuat Senja kalang kabut. Bahkan hari ini Senja memberanikan diri untuk berangkat sekolah dengan wajah yang dibuat sekaku baja. Seperti seolah-olah tak terjadi apa-apa, meski tidak dengan hatinya yang berbunga-bunga.
Senja melirik dari ekor matanya, dan melihat Naufal menatapnya sebentar. Kemudian atensi mereka terbuyar karena celetuk dari Pran.
"Cieee...Kemarin yang nganterin pulang sekolah. Gimana perasannya?" Celoteh Pran begitu matanya melihat Senja dan Naufal saling curi-curi pandang.
Semua kelompok menatap Senja dan Naufal. Jika Senja gugup, mereka akan berpikiran bahwa Senja menyukai Naufal. Meski memang itu benar adanya. Jadi, gadis itu berdehem pelan dan menatap Pran dengan melotot.
"A-apaan, sih. Lo!" ujar Senja. Sementara Pran tertawa.
"Wah-wah, gue ketinggalan berita nih." Dio ikut menimbrung dan yang lain menatap Senja dan Naufal bingung.
Ada enam orang dalam kelompok dan hanya Rafli, Dewi dan Laura yang menjadi pemerhati dalam diam.
"Jadi, gimana bisa kalian berdua bisa pulang bareng?" tanya Dio kepada Naufal.
"Udahlah, kita bahas tugas aja. Kita bakal pakai konsep apa, nih? Naufal berusaha menyudahi topik pembicaraannya yang dibuat bercandaan dengan nada tenang.
Kelompok mereka kebagian membahas jaringan pada hewan dengan konsep mading. Bukan menggunakan proyektor atau komputer, karena menurut Bu Lila, materi yang ditulis ulang dengan tangan di kertas membuat siswa lebih ingat daripada diketik menggunakan komputer.
"Pilih ketua kelompoknya dulu deh," saran Rafli.
"Lo aja deh, Senja. Lo kan pinter kalo buat ginian." Sahut Pran santai. "Semua setuju ngga?" Mata Pran menjelajah satu persatu anggota kelompok termasuk Naufal. Senja salah satu siswi yang pintar di kelas sepertinya tidak ada yang keberatan. "Semuanya setuju, lo harus mau Senja." Pran melaporkan dengan terkikik kecil. Sedangkan Senja hanya mengangguk ringan. Tidak kaget dengan pengaturan seenaknya itu.
"Gue pengen konsepnya mengandung estetika. Terus bikin mata teduh. Jam biologi minggu depan kan habis matematika, bikin puyeng sama ngantuk." Dewi memberikan saran pertama kali sambil menguap.
"Gue terserah kalian deh. Gue ngikut." Dio seperti biasanya, tampak tak peduli dengan tugas, sisanya tampak berpikir termasuk Senja.
"Gimana, Senja?" tanya Naufal menoleh kearah Senja.
"Hah?!" Senja terkejut tiba-tiba Naufal menatapnya dan ditanyai lelaki itu. Menatap Naufal yang juga menatapnya sangatlah ekstrem.
"Gimana, Ra?" Lanjut Naufal kepada Laura, karena tak kunjung dapat jawaban dari Senja. Sepertinya Naufal sengaja bertanya pada Senja dan Laura yang sejak awal hanya duduk diam tanpa berkomentar. Laura menggeleng, dan berkata jika belum memiliki ide.
Setelah menarik nafas panjang, Senja segera mengatakan ide yang terlintas dipikiran gadis itu.
"Gimana kalo konsepnya laut dan langit senja?" Celetuk Senja. Seketika semua memperhatikan Senja. Termasuk Naufal. Senja meneguk ludahnya dengan susah payah.
"Kelompok kita kan mendapatkan materi jaringan pada hewan, nah menurutku laut dan langit sangat cocok. Untuk warna papan mading kita menggunakan warna biru bercampur dengan orange efeknya bisa menenangkan sesuai permintaan Dewi, dan untuk pemanisnya bagian laut, kita bisa pakai pasir pantai, cangkang keong atau bintang laut. Materialnya murah kok, didekat minimarket pojok ada. Jadi, kita ngga terlalu repot dan ngeluarin banyak dana."
Selama sesaat tidak ada yang menanggapi Senja. Gadis itu gugup bukan main, takut jika idenya di tolak oleh teman-temannya. Apalagi ditolak Naufal.
"Gue suka sama konsepnya Senja. Menarik, kalo gue sih setuju." Laura yang berbicara pertama kali.
Pran mengangguk setuju dan diikuti anggota lainnya. Kecuali Naufal. Sepertinya lelaki itu tak setuju. Naufal berpikir dengan diam. Senja khawatir dengan itu.
Naufal membuka bukunya. Lalu bertanya pada Senja.
"Punya pulpen ngga?"
"Hah?!" Senja benar-benar blank kali ini. Sepersekian detik kemudian dengan cepat Senja membongkar tempat alat tulisnya dan mengorek isi dalamnya. Ketika mendapatkan barang yang ia cari, gadis itu menyerahkan pada Naufal.
"Gue bakal nulis semua kebutuhannya, nanti kita bagi tugas," kata Naufal.
Senja terbengong.
Naufal yang melihat keterdiaman Senja menoleh kearahnya. "Semua orang setuju sama ide kamu. Kita pakai konsep laut dan langit senja."
Semua setuju dengan konsep Senja? Maksudnya Naufal juga setuju dengan idenya? Gadis itu ternganga tapi cepat-cepat menguasai diri.
"Aku juga suka senja," tutur Naufal menatap mata Senja dengan kalimat yang mengandung arti.
Senja tak mengerti rasanya kupu-kupu bertebaran ketika menggelitik perut ketika seseorang tengah jatuh cinta, dan akhirnya Senja merasakannya dengan nyata. Yang pasti, saat ini Senja seperti sedang tersetrum aliran listrik voltase rendah di sekujur tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Untuk Naufal
RomancePernah menyukai seseorang dalam diam? Lalu diperlakukan istimewa, tetapi dijatuhkan secara bersamaan? Bagaimana rasanya? Sedangkan gadis itu tidak memiliki hak untuk marah, karena dia bukan siapa-siapa. Ini tentang seorang siswi yang menyukai teman...