8. PERASAAN RESAH

27 8 2
                                    

Senja dan Mara berjalan meninggalkan kelasnya karena bel pulang sekolah telah dikumandangkan di seluruh penjuru SMA GALAKSI yang menyatakan para siswa-siswi telah bebas dari dalam gedung sekolah.

"Eh besok kan ada tugas buat cerpen dari Bu Ana. Lo mau buat cerita apa?" tanya Mara yang saat ini berjalan beriringan dengan Senja.

"Emm... Bagusnya apa ya?" monolog Senja menerawang langit sembari mengetuk telunjuk jarinya ke dagu berpikir.

"Gimana kalo lo buat cerita tentang Naufal?" kata Mara memberikan ide.

Senja menatap Mara dengan wajah pongah. "Emang!"

Mara yang mendengar jawaban Senja mendengus kasar. "Terus kenapa lo pura-pura bingung sama tema lo?" tanya Mara kesal.

Senja tertawa kecil. "Biar lo penasaran lah," kata Senja sembari memukul lengan Mara.

"Gila lo," ujar Mara sedikit menjaga jarak. Pasalnya setiap Senja sedang salah tingkah atau bahagia ia akan mengekpresikan dirinya dengan menampar lengan seseorang yang ada di sampingnya.

Senja masih belum menghentikan tawa kecilnya, ia pun menggeret pundak Mara agar bisa ia rangkul.

"Mau lo kasih judul apa?" tanya Mara mengentikan langkahnya guna menunggu kendaraan yang berlalu lalang guna menyebrang jalan.

Senja pun mengentikan langkahnya. Juga di ikuti beberapa siswa SMA GALAKSI yang ingin menyeberang jalan juga.

"Gue tadi udah punya rencana sih. Kalo gue pengen kasih judul Diary Untuk Naufal," bisik Senja sambil tersenyum malu.

Mara menoleh sembari bergidik geli. "Gila, bucin banget lo!" ujar Mara menepuk pundak Senja keras.

Senja yang mendengar ucapan Mara tertawa terbahak-bahak.

Bukan tanpa alasan mengapa Senja memilih tema Diary Untuk Naufal untuk ia garap. Senja ingin memiliki karya bentuk tulisan dengan Naufal menjadi tokoh utamanya. Dan inilah saatnya Senja menunjukkan kepada semua orang bahwa Senja tengah jatuh cinta di SMA GALAKSI.

"Enak ya punya skill penulis. Jadi tu hobi ngga sia-sia," monolog Mara.

Senja memang memiliki hobi menulis cerpen. Bahkan ia sudah memiliki karya tulis di situs web online-nya. Tapi, Senja belum memiliki niat untuk membuat novel.

Pernah suatu ketika Mara menyuruh Senja untuk membukukan karyanya. Akan tetapi Senja menjawab jika ia belum cukup memiliki cerita yang benar-benar bagus untuk dijual dan diperlihatkan kepada semua orang.

"Makannya! Lo kalo punya skill itu diasah! Bisa jadi, suatu saat skill lo berguna," kata Senja memberi nasehat.

Senja yang merasa tidak ada jawaban atau respon dari Mara pun menepuk pundaknya. "Woii, gue lagi ngomong sama lo kali!" ujar Senja kesal.

Mara tidak mengindahkan perkataan Senja. "Eh, itu bukannya si Naufal ya?" kata Mara menunjuk jarinya kearah gerbang utama sekolah.

Senja dan Mara memang kerap kali pulang-berangkat menggunakan jalur gerbang samping. Katanya tidak ingin jauh-jauh sampai di gerbang utama yang memang jaraknya sedikit lebih jauh dan terbilang ramai. Sangat menghabiskan waktu dan tenaga.

Senja mengalihkan pandangannya yang di tuju Mara dengan mengerutkan kening dalam. "Mana sih?" tanya Senja menerawang guna mencari sosok Naufal.

Mara berdecak keras. "Mata lo buta ya?! Itu yang di samping gerbang utama pake motor warna hitam merah! Kayaknya dia sama cewek deh."

Senja memusatkan perhatiannya di gerbang utama. Saat netranya menatap kearah yang ditunjuk Mara ia pun terdiam.

Meski yang Senja lihat hanya laki-laki dan perempuan saling bercengkerama dan kemudian si perempuan tersebut naik di motor laki-laki dengan memakai helm full face, Senja tetap tau bahwa itu memang Naufal. Selain itu, body motor dan postur tubuhnya yang memang Senja sangat kenali.

Mara menatap Senja iba. "Lo gapapa? Positif thinking aja, bisa jadi dia punya saudara di sekolah ini," kata Mara sembari menepuk-nepuk pundak Senja bentuk simpati.

Senja masih tidak mengalihkan perhatiannya dari sosok laki-laki yang berjarak seratus meter dari posisi Senja. Saat deru motor Naufal mulai terdengar jelas di pendengaran Senja dan Mara, mereka pun menatap laju kendaraan yang Naufal tumpangi melewati mereka.

Banyak pemikiran negatif yang terlintas di benak Senja. Siapa perempuan yang bersama Naufal?

Selama satu tahun lebih ia memperhatikan Naufal, baru kali ini Senja melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Naufal memboncengkan seorang perempuan. Catat baik-baik, baru kali ini!

"Tapi dia ngga punya saudara. Kecuali saudara kecil yang masih SD," gumam Senja yang masih didengar jelas oleh Mara.

Sejatinya manusia memang sering kali tersakiti oleh harapan sendiri. Mengedepankan rasa gengsi, kemudian terpatahkan oleh ekspetasi.

-o0o-

Sesampainya Senja dan Mara di rumah, Senja memilih mengistirahatkan tubuhnya, entah tubuhnya yang lelah atau hatinya, tiba-tiba energi terkuras habis setelah apa yang dilihatnya tadi. Dan Mara lebih memilih membantu mamanya memasak.

Sekitar pukul setengah enam sore, Senja terbangun dan langsung bergegas mandi. Badannya terasa lebih segar begitupun dengan pikirannya, meskipun hanya memiliki waktu tidur sebentar. Ia langsung mengambil tas dan memasukkan laptop, charger dan buku. Rencananya malam ini, ia ingin menyelesaikan tugas cerpen di cafe seberang, sembari meminum segelas kopi.

Senja membuka pintu, bersamaan dengan pintu sebelah juga terbuka. Menampilkan Mara tengah mengeringkan tetesan rambut basah yang berjatuhan di piyama tidurnya berwarna biru tua.

"Mau kemana, lo?" tanya Mara tak menghentikan kegiatannya.

"Mau ke cafe. Kenapa? Lo mau ikut?"

Mara menggeleng kepala. "Ngga ah, males."

Senja mengangguk. "Yaudah, gue duluan ya," kata Senja melangkah turun ke lantai bawah.

Saat Senja sampai di lantai paling bawah, Mara memanggil, "eh Senja, nanti kalo lo pulang, gue titip cemilan."

"Oke."

Senja berjalan melewati ruang santai, netra matanya melihat mamanya tengah menonton TV dengan ditemani cemilan roti kering.

Rosalina Renata. Mama Senja dan Mara, yang kerap kali dipanggil dengan sebutan mama Nata.

Mama Nata menoleh kearah Senja. "Mau kemana, Kak?"

Senja menghampiri sang mama dan menyalaminya. "Mau keluar bentar Ma, ngerjain tugas yang belum selesai," ujar Senja.

"Tapi jangan kemaleman ya, Kak."

Senja tersenyum manis dan mengangguk sebagai jawaban.

"Kok Mara ngga ikut sama kamu?" tanya mama Nata lagi.

Ketika Senja akan menjawab, orang yang tengah menjadi pembicaraan berjalan kearah mereka dan menyahut, "mara ngga ikut Ma. Nanti aku selesain di kamar aja," kata Mara sembari menyerobot dua buah kue kering di tangan mamahnya.

Mama Nata hanya ber-oh ria dan melanjutkan menonton televisi, begitu Senja melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ia segera berpamitan dan bergegas keluar rumah.

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang