16. PERJUANGAN KECIL SENJA DEMI NAUFAL

7 1 0
                                    

Senja menopang dagu seraya menguap berkali-kali menonton anime, meski ia tak mengerti dengan jalan ceritanya. Seragam sekolahnya bahkan belum sempat ia ganti, karena tadi setelah sampai di rumah, Senja langsung bergegas membuka laptop guna menonton streaming anime kesukaan Naufal. Niatnya menonton anime menjadi serius tatkala Pran mengatakan jika Naufal menyukainya sejak SMP. Apalagi ia melihat sendiri jika ternyata Priska keturunan Jepang, otomatis gadis itu sudah pasti tidak asing dengan kesukaan Naufal itu. Senja tidak ingin kalah jauh dengan Priska!

"Iya, dia sukanya kek one piece, Naruto, sama jujutsu kaisen. Ya, semacam itulah."

"Terus-terus, yang paling disukai Naufal apa?" tanya Senja antusias.

"Hm," Pran mengetuk-ngetuk dagu seraya berpikir. Lelaki itu melirik kearah Senja dengan tersenyum kecil. "Coba lo nonton one piece, one piece kan juga udah umum tu, pasti semua orang tau. Cobain deh."

"Emang bagus ya?"

"Bagus, anime itu udah populer banget, bahkan anak kecil udah tau."

Senja senyum sumringah. "Oke deh, makasih sarannya Pranata."

Senja memberikan kedua jempolnya. Dan disinilah Senja menatap laptop dengan mata sayunya. Berkali-kali ia tertinggal scene karena rasa kantuk menyerangnya. Namun belum seperempat jalan ceritanya, Senja sudah terpejam meninggalkan laptop yang menyala di atas meja.

Senja tertidur pulas masih mendengar suara samar speaker laptopnya. Tapi apa boleh buat, ia terlalu mengantuk untuk melanjutkan menonton. Suasana kamarnya yang dingin menjadikannya tidur dengan damai. Tapi tak berselang lama ketentraman itu berlangsung kala pintu kamarnya dibuka cepat.

"Woi Senja, lo udah beli pos-ASTAGA SENJA!!! JAM SEGINI LO MASIH TIDUR?!!"

Tubuh gadis itu bangun dengan tersentak. Ia mengusap-usap matanya, mengembalikan indera penglihatannya agar kembali segar.

"Lo itu udah jam masih tidur?! Bangun ngga? bangun ngga?!"

Senja mengerutkan kening bingung. "Apaan si, Ra!"

Ketika matanya menatap kearah jendela memperlihatkan hari sudah mulai gelap. Sontak Senja membelalak mata. Ia segera menutup laptop yang sedari tadi menyala.

"Lo ini ya! Pantes dari tadi gue panggil ngga nyaut-nyaut, ternyata malah tidur!"

Senja melirik Mara. "Ya elah, Ra. Gue kan ngantuk banget."

Mara menaikan kedua tangannya di pinggang. "Lo lupa kalo besok disuruh bawa poster?"

Senja mengernyit bingung atas perkataan Mara. "Poster? Poster apaan?"

Ketika Senja ingin beranjak dari tempat duduknya seketika ia teringat dengan poster yang dimaksud oleh Mara. "ASTAGAAA gue lupa belum beli!" kata Senja menepuk keningnya lalu berlari menuju kamar mandi guna bersiap-siap.

-o0o-

Keesokan harinya, Senja dan Mara datang kesiangan. Untung saja mereka tidak sampai telat. Saat mereka sampai di kelas, semua sudah ramai, bahkan siap untuk berdoa mengawali kegiatan pembelajaran.

Senja berlari kecil menuju tempat duduknya, namun sebelum benar-benar duduk, seseorang memanggil dari sisi kanannya dan dia ternyata Pran.

"Tumben lo kesiangan? Abis maraton nonton anime ya?" tanya Pran menggoda. Naufal yang berada di samping Pran menatap kearah lelaki tersebut guna untuk menjelaskan apa yang terjadi. Akan tetapi Pran hanya menggelengkan kepalanya dengan tersenyum jenaka.

Senja hanya melototi Pran karena sudah menggodanya tepat ada seseorang yang menjadi alasan ia menonton streaming anime. Tapi orang yang di pelototi hanya terkikik geli.

Kedatangan seorang pria tua bertubuh gempal dan pendek mengalihkan perhatian satu kelas. Pak Sori. Orang yang cerewet, sering dijadikan bahan candaan di belakang oleh anak-anak karena matanya sering berkedip-kedip.

Ada yang bilang itu azab karena sering menghukum anak-anak ketika datang kesiangan. Terdengar sangat jahat bukan?

"Selamat pagi anak-anak. Di sini yang menjadi seksi keamanan siapa?"

"Saya, Pak." Naufal mengangkat tangannya, dan beranjak ke hadapan Pak Sori.

"Jadi begini, karena di sini akan diadakan sesi peraturan baru, di mana semua siswa-siswi diwajibkan untuk memakai helm dan kendaraan harus lengkap, seperti spion, plat motor. Jika sampai nanti saya melihat tidak ada yang lengkap, saya akan memberikan sanksi tersendiri. Tugas kamu nanti, kamu ke ruang TU untuk print berkas ini dan dibagikan teman-teman, setelah itu kamu kumpulk–"

Pak Sori menjelaskan hal-hal yang seharusnya didengar satu kelas, bukan hanya Naufal. Tapi saat ini ucapan-ucapan pria tersebut seperti masuk telinga kanan keluar telinga kiri karena perhatiannya bukan berpusat padanya, melainkan seorang anak yang tengah menjadikan sebagai candaan.

Naufal yang berhadapan dengan Pak Sori bahkan menahan tawa melihat Pran sengaja menirukan kebiasaan mata Pak Sori yang berkedip-kedip. Memang itu terkesan tidak sopan, tetapi jika itu yang melakukan Pran, maka mustahil jika tidak mengundang gelak tawa dari anak-anak lain. Kekehan pelan terdengar satu kelas termasuk Senja, Mara, Priska, dan Dewi.

"Gila tu orang ya?" Celetuk Mara menggeleng kepala menatap Pran dengan menahan tawanya. Senja masih tidak mengentikan tawa kecilnya, saat Senja tak sengaja mengalihkan pandangannya kearah Naufal, gadis itu melihat jika lelaki itu menatapnya. Tetapi Senja tidak ingin kepedean, sudah jelas Naufal pasti menatap kearah Priska yang ada di depannya. Ia tidak ingin salah lagi untuk kesekian kalinya.

"Baik anak-anak karena Bapak sudah menjelaskan apa yang perlu kalian lakukan, Bapak undur diri."

Keluarnya Pak Sori membuat tawa anak-anak pecah. Mereka tidak bisa untuk menahan tawanya. Tingkah Pran sangat perpaduan cocok dengan Pak Sori. Bahkan banyak yang berceloteh jika Pran diam-diam anak kandung Pak Sori. Naufal pun kembali ke tempat duduknya dengan memukul bahu Pran, tak mengentikan tawa manisnya.

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang