17. LINGKARAN PERASAAN

6 1 0
                                    

"Terus-terus, kalo Demon Slayer, lo juga suka?"

"Suka! Malahan gue lebih suka sama Demon Slayer ketimbang Tokyo Reverngers."

"Coba-coba lo suara kek di anime-anime gitu. Gue tau kalo lo keturunan Jepang kan?"

Priska mengangguk membenarkan pernyataan Naufal. "Bentar, gue cobain nih ya. Ehem, yareru kadouka ja nai yarun da." Priska berucap menggunakan bahasa Jepang dan aksen yang tepat seperti anime Jepang sungguhan, membuat Naufal yang mendengarnya terpana.

"Weissss gila, ini mah bassic banget."

Di dekat mereka, terdapat seseorang yang menatapnya kesal. Sebenarnya Senja tidak ingin merasa cemburu dengan temannya, tetapi itulah yang terjadi.

Apa temannya itu juga tidak peka? Bahwa Senja menyukai Naufal? Apa anak itu tidak merasakan bahwa Senja tidak menyukai interaksi mereka berdua?

Pada saat free class jam pertama tadi tawa mereka selalu menjadi parasit pengganggu di telinga Senja. Senja mendengus kesal melihat Priska sampai duduk di bangku Dio hanya karena mengobrol hal-hal yang tak ia mengerti. Senja ingin mengalihkan perhatian Naufal untuknya!

Senja celingukan mencari benda yang ia kira bisa untuk menggangu Naufal. Ia mengambil kertas bekas di samping Mara dan meremasnya menjadi bola kertas. Lelaki yang tengah fokus bercerita dengan Priska tak tau bahwa Senja melempari bola kertas kearahnya.

"Aduh, apaan nih?!" Naufal yang terkejut mencari-cari sang sumber yang ternyata adalah Senja. "Oh, yaampun Nja, kukira siapa? Ck ck ck."

Dan hanya itu yang dikatakan Naufal sebelum kembali mengobrol dengan Priska.

Senja terdiam. Hanya itu balasan Naufal? Dari semua respon yang gue harapkan cuma 'yaampun?'

Gadis itu cemberut, biasanya ketika Senja melempari bola kertas, maka Naufal juga akan membalasnya dan bermain-main. Ia akhirnya menaruh kembali bola kertas yang tersisa dan menopang dagu.

Seharian ini Senja dibuat kesal dengan sikap Naufal. Jangan salahkan jika nanti tiba-tiba Naufal butuh sesuatu ia tak ingin menolongnya! Atau ketika ia meminjam barangnya ia tidak ingin memberikannya. Katakan saja Senja kekanak-kanakan! Ia tak peduli.

Sekarang yang ia ajak bicara hanya dengan Mara dan Dewi. Tetapi ketika Priska bertanya atau mengajak mengobrol, Senja juga tidak menghindarinya. Yang jelas, sekarang sudah jarang sekali mengobrol dengan Naufal.

"Eh Senja, katanya lo suka anime kan?" Perkataan itu membuat Senja menatap Priska antusias. Akhirnya ia diajak cerita mereka berdua.

"Iya, kenapa?" Senja bertanya dengan berjalan pelan kearah mereka.

"Lo suka anime apa?"

SIAL

Katakan saja Senja bodoh. Ia dengan percaya dirinya mengatakan suka anime, padahal yang sebenarnya ia tak tau apa itu. Yang ia tau hanya Tokyo Reverngers, itu saja karena ia tidak sengaja mendengar percakapan antara Naufal dan Traffic. Pada saat itu juga, sehabis pulang dari sekolah ia langsung mencari anime yang dibicarakan oleh Naufal dan Traffic dan langsung ia tonton seharian.

"Emm...Gue lupa semua judulnya," jawaban Senja membuka Priska dan Naufal mengerutkan kening.

"Lah? Gimana ceritanya lo suka sesuatu dan lo ngga inget?" tanya Priska keheranan.

Iya! Gue sukanya cuma Nufal! Makannya gue ingetnya cuma dia doang!

"Ya karena gue sibuk terus jadi suka lupa. Lo kan tau kalo gue gampang lupa." Alasan itu akhirnya membuat Priska mengangguk-angguk. Sudah tidak asing lagi sifat Senja satu itu.

"Emang kalian lagi cerita apa?" tanya Senja namun ekor matanya sering curi-curi kearah Naufal.

"Cerita anime, si Naufal kan suka tuh." Perkataan itu membuat Senja menatap Naufal penuh.

Naufal tersenyum mengangguk. "Iya, gue suka banget sama anime, dan di sini cuma Priska doang yang bisa diajak bertukar cerita." Jawaban dari Naufal membuat Senja dalam mood buruk.

Apa katanya? cuma Priska?

Dengan rasa kesal Senja berbalik untuk kembali ke tempat duduknya. Ia benar-benar kesal dengan sikap Naufal yang tidak peka-peka juga sampai sekarang! Beberapa detik kemudian Ia berdiri dan keluar dari kelas menyusul Mara yang sedang bermain di kelas Saga.

-o0o-

Setiap pelajaran PKN membuat Senja merasa bosan, pasalnya ia harus mencatat banyak materi, belum jika nanti mengharuskan untuk presentasi. Suara Pak Edo bagaikan sebuah nyanyian penghantar tidur. Berkali-kali Senja mengerjap mata guna agar penglihatannya tetap terjaga.

Tangan kiri ia sengaja untuk menopang dagu, dan satunya untuk mencatat materi yang tertera di papan tulis. Meski rasanya sangat malas, akan tetapi ketika melihat Priska di depannya semangat dalam mencatatnya, membuat Senja tanpa pikir panjang juga ikut mencatat dengan cepat, ia tak peduli jika tulisannya jelek atau tidak bisa dibaca.

"Eh Pris, pinjem pulpennya dong." Naufal berjalan ke meja Priska mengorek-ngorek isi tempat pulpen Priska.

Senja menatap Naufal jengkel, pasalnya laki-laki itu menghalangi penglihatannya dari papan tulis. Juga kenapa Naufal lebih memilih meminjam Priska daripada Senja? Tapi Senja tidak ingin memusingkan itu. Dengan sabar ia menghembuskan nafas pelan, dan menggeser sedikit agar dapat melihat tulisan di depan.

Sesaat Senja sudah bisa menatap papan tulis dengan sepenuhnya, Naufal justru kembali ke tempat duduknya. Laki-laki itu dengan santainya duduk setelah mendapat pulpen ganti. Senja mendengus pelan, kemudian memposisikan dirinya seperti semula.

"Lah, pulpennya habis?" Naufal beranjak dari tempat duduknya kembali menghampiri meja Priska.

Senja lagi-lagi bergeser untuk melihat tulisan di papan tulis. Akan tetapi posisi Naufal tengah sibuk mencari-cari barang justru menghalangi penuh penglihatan Senja. Gadis itu mendesis kesal, dengan sabar menunggu Naufal selesai dengan urusannya. Baru setelah itu ia kembali mencatat materi di depan.

Senja dapat melihat Naufal menggunakan pulpen Priska sambil tersenyum. Apa pulpen Priska sebegitu spesial baginya hingga ia sesenang itu? Pasti perasaan Naufal sama sepertinya. Ketika Naufal meminjam barang Senja, gadis itu sangat senang bukan main. Naufal tentu juga merasa begitu kan? Senang karena bisa meminjam barang seseorang yang lelaki itu sukai.

Memikirkan itu semua membuat Senja sangat kesal. Padahal ia hanya pengagum rahasia, jadi Naufal berhak menyukai gadis manapun, sekalipun itu teman Senja sendiri.

"Pris, pinjem penggarisnya ya."

Selang beberapa menit, Naufal kembali meminjam barang Priska. Senja tak habis pikir, apa isi tempat pensil Pran yang notebenenya duduk di sampingnya. Tidak mungkin jika Pran tidak memiliki pulpen double. Apa Pran tak memiliki itu semua? Sampai-sampai Naufal harus selalu bangun dari tempat duduknya untuk menghampiri meja Priska.

Tubuh Naufal yang tinggi membuat Senja sepenuhnya tidak bisa menatap papan tulis. Lagi-lagi Senja sedikit bergeser untuk mencatat, tetapi laki-laki itu justru mengikuti gerakan Senja setelah selesai mendapatkan apa yang ia cari.

Karena sudah tak tahan lagi, Senja berdecak keras. "Awas, dong!"

Kesabaran Senja sudah habis, gadis itu mendorong tubuh samping Naufal dengan sedikit kasar. Sudah tau ia sedang malas mencatat, tapi Naufal malah bolak-balik seakan menguji kesabaran Senja yang setipis tisu.

Berbanding balik dengan wajah Senja yang dongkol, justru Naufal tersenyum jenaka. Ia mendekati meja Senja sambil berkata. "Senjaaa marahhh~"

Melihat wajah konyol yang dibuat Naufal membuat gadis itu tak bisa untuk tidak mengeluarkan kekehan kecil. "Apaan sih, Fal!"

Naufal tersenyum manis lalu mendekati telinga Senja. "Nah gitu dong, ketawa, Senja."

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang