19. RASA SEPIHAK

6 0 0
                                    

Sepulang dari pantai, Senja tak henti-hentinya menggigiti jari karena terlampau senang. Senja senang akhirnya bisa berduaan dengan Naufal lagi. Padahal ia sudah berjanji untuk tidak peduli dengan lelaki itu. Tapi nyatanya jika berduaan, ia tidak berbohong jika hatinya berdebar. Bahkan ketika sampai di depan pintu, mama Nata sampai mengerutkan kening heran dengan tingkah anaknya yang tengah kesemsem sendiri.

Karena itu juga, Senja saat ini tengah menggarap pengalaman menyenangkan itu ke dalam buku diary-nya. Lagi-lagi tentang Naufal. Saat menutup buku kecil itu, terlihat jelas sampul berwarna biru muda bercampur dengan warna orange layaknya langit senja yang bertuliskan diary Naufal Putra Galaksi.

Senja menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah ke absurdannya itu. Begitu selesai dengan kegiatannya ia berjalan ke ranjangnya. Membaringkan tubuhnya, gadis itu menatap langit-langit kamarnya penuh dengan perasaan uring-uringan. Gadis itu masih saja memikirkan kejadian tadi sore.

"Aku pengen suatu saat ada nama lain selain Senja, dan Galaksi. Dan itu adalah langit, sebagai penyempurnanya agar mereka bisa bersama."

Ucapan itu terputar berkali-kali di benak Senja. Bersama sebagai penyempurnanya? Lagi-lagi ucapan lelaki itu membuat Senja berpikir keras untuk mengartikannya, menjabarkan sendiri maksudnya. Ia tidak ingin jika sudah percaya diri ternyata ia salah tangkap dengan maksud Naufal.

Senja menggelengkan kepala. Sudah cukup memikirkan itu semua, biarkan waktu berjalan semestinya. Jika nanti memang ada jawaban untuk bersama, ia yakin Senja dan Naufal bisa bersama sebagai pasangan. Lama memikirkan itu membuat gadis itu mengantuk dan lama-kelamaan ia tertidur, mungkin efek jalan-jalan sore dan juga malam sudah semakin larut membuat gadis itu terlelap tidur.

-o0o-

Keesokan paginya Senja berjalan disetiap koridor kelas dengan jantungnya berdegup kencang. Ia malu jika harus bertemu dengan Naufal, karena kejadian kemarin sore masih membekas jelas diingatkannya.

Mara yang melihat jalan Senja semakin pelan mengernyit. "Lo ngapain sih? Udah tau kita telat karena lo bangunnya kesiangan malah jalannya lemot kek siput gitu. Ayo cepetan!"

Senja langsung tersadar akan lamunannya berlari kecil mengejar Mara yang sudah berjarak lima langkah darinya.

"Iya-iya maaf."

Mara tidak mengindahkan ucapan Senja. Mereka pun akhirnya melanjutkan langkahnya dengan berlari kecil. Saat sudah sampai di depan kelas, Senja mendorong tubuh Mara untuk masuk terlebih dahulu. Senja sangat malu bertemu dengan Naufal, apalagi sampai berhadapan dengan Naufal.

Saat Senja masuk, untung saja belum ada guru masuk. Matanya diam-diam melirik ke arah tempat duduk Naufal, saat sudah meliriknya ia mengerutkan kening lantaran tidak menemukan sosok laki-laki tersebut. Tetapi saat ia melihat ke samping kiri lebih tepatnya tempat duduknya sendiri ia melihat jika ternyata Naufal tengah asik bercanda dengan Pran dan Priska.

Pran sampai duduk di tempatnya, sedangkan Naufal duduk di tempat Dewi bersebelahan dengan Priska. Mereka bertiga bercerita dengan heboh sampai tertawa terbahak-bahak. Lagi-lagi Senja menatapnya dengan kesal. Padahal ia sudah sampai grogi saat di perjalanan menuju kelas hanya karena takut jika Naufal bersikap berbeda dengan seharusnya. Tetapi ia salah. Lelaki itu bahkan seperti tidak terjadi apa-apa dan masih berdekatan dengan Priska.

Dasar lelaki buaya!

Kemarin saja dengan sok coolnya berlagak memberikan kalimat manis padanya, ternyata hanya tipu muslihat dari lelaki itu. Dasar Naufal tidak bisa dipercaya begitu saja. Karena kepalang kesal, Senja langsung mendorong tubuh Pran dengan keras, membuat lelaki itu jatuh dari tempat duduknya.

"ADOHHHHH PANTAT GUE," teriak Pran seraya mengelus-elus pantatnya yang mencium lantai dengan keras, kejadian itu mengundang gelak tawa dari kedua remaja yang asik bercerita tadi.

Bukannya membantunya, Senja malah berdecak dengan mengangkat kedua tangannya di atas pinggang. "Makannya, awas!"

Naufal dan Priska belum juga mengentikan tawanya, membuat Senja tambah kesal.

Apa-apa itu, emang harus banget ya ketawa bareng gitu?

Saat itu juga Pak Adan selaku wali kelas 12 IPA 1 masuk ke kelas, seisi kelas langsung berbondong-bondong pergi ke tempat duduk mereka masing-masing. Begitu Naufal dan Pran. Pran dengan langkah pincang berjalan ke arah tempat duduk dengan di temani Naufal yang asik cekikikan melihat aksi temannya itu.

Senja berusaha tidak peduli. Untuk kali ini, ia benar-benar tidak mau berurusan dengan Naufal jika bukan perkara penting.

Pak Adnan berdiri di depan kelas dengan membawa selembar kertas berwarna putih tulang. "Baik anak-anak, apakah di sini ada yang mewakili sebagai panitia pelepasan angkatan 12?"

Semua kelas berdiam dan menatap ke arah Senja secara serentak. Senja dengan malas mengangkat tangan. "Saya, Pak."

Terlihat pak Adnan mengangguk-angguk. "Oke Senja, katanya kamu dapat pembagian tugas sebagai tim konsumsi sekaligus ketua panitia, apa benar?"

Senja mengangguk. "Benar, Pak."

Senja melirik semua seisi kelas yang diam menyimak.

"Saya memiliki saran untuk itu, saya memiliki teman yang berjualan aneka isi snack dan itu terbilang murah sekali, kamu nanti bisa koordinasi dulu sama tim kamu dan teman-teman lainnya buat pertimbangin saran saya. Jika tidak pun tidak masalah, saya di sini cuma bermaksud untuk membantu kamu, karena kamu salah satu murid saya dan saya sebagai wali kelas kamu ingin meringankan beban kamu saja. Saya kan orangnya baik." Pak Adnan berucap panjang lebar dengan kalimat terakhir yang jenaka.

Anak-anak pun langsung menyerukan seruan pada pak Adnan. Sebenarnya pak Adnan tergolong wali kelas yang sangat memperhatikan muridnya, beliau tidak segan-segan membantu muridnya jika memang sedikit memberatkan anak-anak. Beliau juga orangnya terbilang cukup friendly pada semua murid, orangnya asik jika diajak bercanda.

Tiba-tiba Dio mengangkat tangan kanannya. "Pak, kira-kira itu nanti isi snacknya apa aja ya?"

pak Adnan tersenyum miring. "Yo ndak tau kok tanya saya."

Sontak saja ruangan kelas dipenuhi dengan gelak tawa. Senja tertawa sembari menelusuri seisi kelas, matanya terpaku pada Naufal yang tertawa manis dan demi Tuhan, ia tidak rabun jika lelaki itu sedang menatapnya. Senja langsung mengentikan tawanya dan membuang muka menatap ke arah depan, guna melihat apakah lelaki itu tengah menatap Priska atau tidak. Tapi dari penglihatannya, Priska tengah sibuk dengan atensi pak Adnan di depan kelas. Senja kembali menatap Naufal untuk memastikan sekali lagi, tetapi kali ini ia tidak salah lagi jika lelaki itu menatapnya bukan menatap Priska.

Untuk kesekian kali jantung Senja berdebar. Ia merasa sangat labil jika sudah berurusan dengan Naufal. Bilangnya tidak ingin berurusan dengan lelaki itu lagi, tetapi saat di tatap saja Senja sudah kembali uring-uringan. Gadis itu menggelengkan kepala dengan tersenyum malu.

"Jadi gimana, Senja?" pak Adnan tiba-tiba bertanya pada Senja, sedangkan gadis itu tidak tau konteks apa yang tengah pak Adnan tanyakan padanya membuat ia meneguk ludah kasar. "Emm... Nanti saya koordinasi dulu Pak sama tim saja, kebetulan nanti sehabis pulang sekolah ada pertemuan lagi, jika mereka setuju, saya akan memberikan kabar ini secepatnya pada Bapak."

Pak Adnan mengangguk-angguk. "Baiklah cukup sekian dari saya. Saya akan undur diri, jika ada yang ditanyakan hal apapun, kalian bisa ke ruang Bapak." Saat pak Adnan kurang satu langkah keluar lagi dari pintu kelas, celetuk dari Pran membuat laki-laki berumur dewasa itu mengentikan langkahnya.

"Loh Pak? Pak guru di sini cuma nanyain itu doang?"

Lagi-lagi pak Adnan tersenyum miring. "Kamu kira saya di sini karena pengen ketemu sama kamu? Yang bener aja!"

Pada saat itu juga ruangan kembali terdengar tawa anak-anak. Ada sebagian siswa menyerukan Pran. Naufal yang berada di sampingnya tergelak sampai memukul kepala Pran.

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang