20. SUDAH TERLALU MUAK

1 0 0
                                    

Pada saat bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa membubarkan diri karena waktu pembelajaran telah usai. Semua asik bersantai di rumah mereka masing-masing, namun ada juga beberapa anak laki-laki yang masih stay di samping sekolah guna menongkrong sebentar.

Sedangkan yang dilakukan Senja bukannya sudah nyaman tidur di atas kasur empuknya, ia justru disibukkan dengan pertemuan tim wasana-warsa. Berkali-kali gadis itu membuang nafas kasar, jika saja tim bisa di atur dengan baik, ia dengan senang hati menerima jabatan sebagai ketua tim dan konsumsi sekaligus. Tetapi apa yang diharapkannya? Semua tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang sibuk bermain ponsel, ada yang sibuk bergosip (padahal mereka pria), ada juga beberapa anak tengah mendiskusikan tugas tim mereka, mungkin beberapa anak itu yang paling rajin.

Namun ketika ketukan sepatu hak tinggi membuat mereka langsung mengentikan kegiatan yang tidak penting itu. Semua langsung menghadap ke depan. Senja menembuskan nafas pelan, untung saja wakil kepala sekolah telah tiba. Padahal, ia baru saja ingin memukul meja agar semuanya diam dan menyegerakan acara dimulai.

Wakil kepala sekolah tersebut duduk paling depan menghadap siswa-siswi yang ikut dalam tim wasana-warsa dengan ditemani Senja selaku ketua panitia.

"Ehem, baik anak-anak, selamat sore." Wakil kepala sekolah dengan sebutan bu Tanti membuka salam.

"Sore," semua menjawab serentak.

"Terimakasih anak-anak telah bersedia untuk hadir dalam kegiatan perencanaan wasana-warsa yang akan di selenggarakan dua minggu ke depan, ya?" Bu Tanti menoleh pada Senja yang di balas dengan anggukan.

"Ya, dua minggu ke depan di mulai dari sekarang. Nah, anak-anak, saya di sini mewakili semua para guru ingin mengucapkan terimakasih pada kalian, karena saya pikir kegiatan yang akan kita laksanakan dua minggu nanti itu tidak ada. Tetapi dengan semangat kalian, dengan niat bagus kalian, kalian mau memperjuangkan hak kalian sebagai siswa."

"Sebenarnya acara wasana-warsa tidak ada di sekolahan ini. Bukan karena kita tidak mau, tetapi peraturan sekolah sudah menetapkan untuk tidak memungut biaya satu persen pun dari murid maupun wali murid. Tetapi dengan keinginan kalian yang tetap mengadakan wasana-warsa tetap terjadi, kalian mampu bekerjasama dan mencari solusi untuk itu, dengan iuran kalian masing-masing tanpa membawa nama baik SMA GALAKSI, dan juga tanpa paksaan teman-teman kalian semua. Saya apresiasi kerja keras kalian semua." Terdengar tepukan tangan dari bu Tanti dan di lanjut para tim wasana warsa dengan gembira.

Benar apa yang dikatakan bu Tanti, karena peraturan pemerintah dan sekolah, SMA GALAKSI sudah tidak memungut biaya sepeserpun dari siswa-siswi, dan itu di terima baik para murid dan wali murid. Mereka tidak perlu lagi bingung dengan biaya apapun, karena pemerintah sudah menjamin sejahtera siswa.

"Baik, untuk nak Senja, sudah sejauh mana persiapannya?" Bu Tanti menoleh ke arah Senja. Semua tim menunggu respon gadis itu. Senja menatap semua seisi ruangan dengan meneguk ludah kasar. Untung saja karena ia sering presentasi di dalam kelas, ia tidak begitu nervous. Tapi ia tidak menampik jika saat ini ia sedikit gugup. Pasalnya, ketika di dalam kelas, yang dilihat hanya anak-anak itu saja, berbeda dengan sekarang. Meskipun ini sudah tiga kali pertemuan sebagai ketua tim wasana-warsa.

"Baik, sebelumnya saya ingin berterimakasih pada Bu Tanti karena telah berkenan meluangkan waktunya untuk mendengar suara kami sebagai siswa yang menginginkan acara wasana-warsa dilakukan." Terlihat jika bu Tanti mengangguk kepala pelan dan tersenyum kecil.

Senja mengalihkan perhatiannya kearah depan menatap semua teman-temannya. "Saya juga berterima kasih pada teman-teman yang mau meluangkan waktu yang seharusnya kalian berleha-leha, kini harus duduk di sini untuk kembali menguras tenaga juga pikiran kalian guna mencari solusi agar acara kita berjalan kondusif dan berjalan lancar. Saya ingin-"

Tiga puluh menit dihabiskan untuk mempresentasikan sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Sudah hampir delapan puluh persen semua selesai. Tinggal menunggu beberapa anak yang masih belum membayar lunas iuran mereka.

Senja beberapakali mendengarkan keluhan juga saran pada tim mereka masing-masing membuat ia begitu lelah.

"Kalau yang ini ya menurutku lebih bagus, harganya juga murah. Kalo untuk samir sekolah menengah atas itu nggak perlu terlalu mewah, iya nggak sih? Lagian, anggaran kita kan hanya segitu, jadi kita nggak bisa milih yang terlalu mewah. Mewah otomatis harga mahal." Empat orang dalam tim acara mengangguk serentak, lalu dengan cepat menulis sesuai arahan Senja.

Dua anak berbeda gender berlari kecil menuju ke arah Senja. "Terus kalo bagian konsumsi gimana, nih? Kemaren aku udah nemuin teman ibuku yang jualan snack, tapi beliau padat jadwal. Jadi gimana ini?" Anak perempuan itu bingung dengan menggigit bibirnya.

Senja mengembuskan nafas panjang. "Nah, untuk yang itu, alhamdulilah tadi pagi aku di kasih tau sama Pak Adnan, beliau kata punya kenalan yang jualan snack terus murah. Kalo nanti kita serahkan sama Pak Adnan, kemungkinan besar kita dapet bonus. Gimana? kalian setuju ngga?"

Tampak kedua pemuda itu tersenyum sembari saling pandang, lalu beberapa detik kemudian mengangguk cepat. "Alhamdulilah, terima aja. Aku udah capek nyari yang jualan snack tapi nggak ada yang kosong jadwal. Mereka terlalu sibuk!" Keluh anak laki-laki itu dengan kesal.

Senja tersenyum pelan dan menepuk pundak mereka berdua. Saat netra matanya menatap ke pintu ruang meeting, keningnya mengernyit. Siluet tubuh laki-laki dan perempuan itu sangat tidak asing di mata Senja.

Naufal dan Priska.

Lagi-lagi Senja memergoki mereka tengah berduaan. Ia sangat kesal. Apa tidak ada hari dimana mereka saling berjauhan? Dimana-mana pasti mereka menempel bak perangko. Juga, kenapa jam segini mereka masih berada di lingkungan sekolah? Apa tidak ada tempat lain untuk pacaran?

Karena Senja sangat jengkel namun juga penasaran secara bersamaan, Senja pura-pura izin ke belakang guna membuang air kecil. Saat di depan mereka, gadis itu pura-pura terkejut. "Eh, kalian kok jam segini belum pulang? Ngapain aja?" Senja melirik ke arah Naufal lima detik, kemudian menatap Priska dengan senyum paksa.

Priska dengan cemberut yang ia buat-buat membuat gadis di depannya ingin muntah. "Ini loh, gue itu mau ngambil ponsel gue yang ketinggalan di kelas. Tapi ni orang ngintilin gue mulu," ucap Priska dengan menyenggol lengan Naufal.

Sedangkan lelaki itu mengembuskan nafas panjang. "Lo kan tau kalo gue ngga bisa ninggalin lo sendirian, apalagi nyokap lo udah chat gue suruh nganter lo pulang." Jawaban dari Naufal membuat Senja semakin kesal dengan mereka berdua. Sudah cukup dua bulan ini ia dibuat rollercoaster dengan sikap Naufal. Kadang dibuat salah tingkah, kadang juga di hempasan bak seperti sampah.

Dengan kesal Senja memutar bola matanya malas. "Yaelah kalian ni ngga di kelas, ngga di sini kerjaannya berduaan mulu. Gue muak tau ngga ngeliat kalian berduaan mulu!" Tanpa menunggu balasan dari mereka, Senja kembali ke dalam dengan perasaan dongkol. Sedangkan Naufal dan Priska saling pandang mengerutkan kening. Kemudian, lelaki itu menatap Senja lama, sebelum meninggalkan tempat itu dengan seringai kecil di wajahnya.

Diary Untuk Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang