2. Levi: Regret

1K 100 8
                                    

(S/N): Son Name

***

Sepuluh tahun belakangan ini benar-benar membuatku nyaris gila; Dinding Maria berhasil ditembus para Titan. Suamiku selingkuh, tak lama setelahnya dipenggal karena bekerja untuk raja palsu. Dinding yang selama ratusan tahun telah melindungi umat manusia tiba-tiba saja runtuh dan berubah menjadi Titan. Terjadi perang dunia. Semua orang menggila--

"Mama?" Sepasang tangan mungil menggapai pipiku.

Yah, setidaknya aku punya putraku.

Aku menunduk pada anak laki-laki yang duduk di pangkuanku dan mengecup pipinya, dia tertawa. (S/N) itu anak yang sangat riang. Ada energi tenang pada dirinya dan itu menular.

"Ya?"

"Aku bilang, apa kita akan makan malam di rumah?" Tanya (S/N), ia menunjuk ke arah lukisan kami. "Mama kenapa? Apakah Mama sedang memikirkan Papa?"

Itu adalah gambar paling baru sebelum mendiang suamiku yang brengsek itu merusak segalanya. (S/N) masih berumur tiga tahun, duduk di pangkuanku selagi suamiku memeluk pundakku dari belakang, seolah kami keluarga yang benar-benar harmonis-- memang, dulunya.

"Mama baik-baik saja," Aku menggeleng pada putraku dan menurunkannya, tak lama aku pun bangkit. "Malam ini kita makan di luar, ya?"

"Asyik!"

***

Aku menerobos kerumunan orang di jalan sampai tiba di persimpangan. Ketika lampu pejalan kaki menyala, (S/N) buru-buru menarikku untuk menyeberangi jalan.

"Makan apa, ya, kita?" Tanyaku sembari menatap sekeliling, memandangi toko-toko sekitar.

"Bagaimana kalau pasta? (S/N) dengar koki di restoran itu dulunya Prajurit Marley, loh." (S/N) menunjuk ke arah salah satu bangunan besar di ujung, matanya berbinar-binar. "Teman sekolahku banyak yang sudah pernah mampir di sana, Ma."

"(S/N) mau itu?"

"Mau!"

Aku menghela napas, kemudian dengan sedikit ragu, mengangguk. "Baiklah,"

Bangunannya besar. Benar-benar besar. Tampak mewah dengan interior bergaya khas eropa, seperti restoran yang pernah kujumpai saat melakukan kunjungan bisnis ke Italia.

Begitu masuk, seorang pelayan memberi kami kursi yang berada di depan jendela berukuran besar, menyuguhkan pemandangan ke halaman belakang.

Beberapa foto tergantung di sepanjang dinding yang terletak berlawanan dengan jendela. Sebagian besar adalah gambar anggota Pasukan Pengintai. Mataku terus berkeliling ke dinding itu, mencari sesuatu.

Dan di sanalah dia. Dengan rambut lurus yang hitam legam dan ekspresi datar yang sama sekali tak berubah. Aku mendekat untuk mengamati foto itu sementara (S/N) berkeliling bangunan.

"(Y/N)?"

Aku berhenti.

Aku membalik badan perlahan, karena aku merasakan suara itu menjalar sampai ke jemari kakiku. Hanya ada dua suara yang pernah berdampak seperti itu pada diriku, dan yang pertama adalah suara suamiku yang telah tiada. Yang kedua--

"Levi." Sapaku.

Saat aku menatap lelaki itu, mata kelabunya bergetar. Dia mengangguk pada anak perempuan yang mendorong ... kursi rodanya, dan akhirnya bergerak mendekat, tersenyum lebar kepadaku.

Apakah peperangan juga telah mengajarkannya tentang keramahan?

"Kau kelihatan sehat," Kataku. "Selain mata, kaki," Mataku terpaku pada tangannya, "Dan jemarimu."

SNK x Reader Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang