Porco: Mine, Forever

1K 91 2
                                    

Duh. Aku sedang galau berat. Bagaimana tidak, sahabatku, Reiner, hari ini memintaku untuk menemuinya di pusat kota dan tanpa basa-basi melamarku.

Aku tak langsung menjawab, tentu saja. Banyak sekali yang mesti kupertimbangkan; Pertama, aku dan Reiner tak sedekat itu. Kedua, aku tak pernah mencintai Reiner. Ketiga, Reiner adalah pria yang baik dan dewasa, aku yakin siapa pun akan bahagia jika bersamanya. Keempat, dan yang paling utama, adalah karena Porco.

Porco itu ... pria yang sangat kucintai. Cinta pertamaku. Sahabat sekaligus kekasihku. Meski kami telah berbagi pengalaman epik dalam pertempuran dan memiliki ikatan yang kuat sejak masih kanak-kanak, satu hal tetap menjadi misteri yang menghantui benakku setiap pagi ketika bangun dan mendapatinya mendengkur di sisiku-- Porco belum juga melamar.

Kami sudah bersama sejak remaja, menjadi cinta pertama terhadap satu sama lain. Aku, (Y/N), selalu menantikan momen di mana Porco akan melamarku. Satu detik terasa seperti satu abad, dan kegembiraan membanjiri hatiku setiap membayangkannya.

Tapi,

"(Y/N), apakah kamu mau menikah denganku?" Itu malah keluar dari mulut Reiner, pria yang sama sekali tak pernah terbayang untuk kubersamai di masa depan.

Detik itu, dunia terasa berhenti berputar. Jujur, aku tak tahu mesti berkata apa. Pandanganku terus beralih ke sekitar, mencari kehadiran Porco, barangkali dia berniat melakukan lelucon bodohnya terhadapku.

Aku sangat mencintai Porco, tapi aku juga tidak bisa menunggu terlalu lama. Umurku sudah 30-an, dan aku sudah bersama Porco sejak 15 tahun yang lalu. Aku juga ingin menikah, merawat anak-anak, menyaksikan mereka bertumbuh dewasa.

Tapi tadi, Reiner tampak menyadari ketidakpastianku. Dia cuma tersenyum ramah dan meletakkan sebuah cincin yang terbungkus di dalam kotak kaca nan indah ke genggamanku, menyuruhku untuk menyimpannya selagi mempertimbangkan lamarannya.

"Aku pulang," Ujar Porco seraya membuka pintu kamar, mendapatiku tengah memandangi cincin pemberian Reiner, dan mendadak raut pria itu berubah menjadi mendung. Dia duduk di sebelahku, dan tak seperti biasanya, sikapnya tenang. "Dari siapa?"

"Reiner."

"Hadiah?"

Pertanyaan itu membuat emosiku memuncak. Aku tak tahan lagi. "Bodoh, dia melamar."

"Oh." Hanya itu yang Porco ucapkan.

Dengan raut penuh kekecewaan, Porco beranjak dari sisiku dan pergi, meninggalkan rumah kami. Duniaku terasa runtuh.

***

Hari-hariku terlewati seperti bayangan, dan sejak Porco pergi, hatiku terasa seperti reruntuhan, masih mencoba memahami betapa cepat segalanya berubah setelah dia meninggalkanku.

Si bodoh itu bahkan tak mau mendengar penjelasanku, malah main asal pergi saja-- Tunggu. Bagaimana kalau dia memang tak ingin menikahiku? Setelah apa yang telah kami lalui, dan tak seharipun dalam keseharian kami tinggal bersama, pernah kudengar Porco membahas pernikahan, atau keluarga-- Tak tahu, lah.

Aku tak pergi dari rumah kami. Belum. Aku berniat meninggalkan rumah ini di akhir pekan, mungkin menetap di rumah orang tuaku untuk beberapa waktu. Reiner? Aku sudah menolaknya. Aku tak bisa menikahinya setelah apa yang telah terjadi.

Semua masih sangat sulit untuk kuterima. Saat-saat kesendirian malam adalah yang tersulit. Aku merenung tentang semua kenangan indah yang telah kami jalani bersama, dan aku terus-terusan berusaha menenangkan diri dengan mengingat bahwa kehidupan harus terus berlanjut.

"(Y/N)!" Sebuah suara berat memanggilku dari balik pintu depan, terdengar seperti suara Reiner.

Aku memandang bingung ke arah pintu, berpikir apa yang dia lakukan di malam badai dan berangin ini. "Reiner?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SNK x Reader Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang