"Trying my best but every day, it's so hard.." ― Anson Seabra.ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
~~
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Saat memasuki area perumahan, Artlas mempercepat gas motornya yang diikuti oleh Arche. Keduanya sampai lebih dulu, tanpa menunggu Bulan datang mereka masuk kedalam kamar masing-masing.
Tak berselang lama, Bulan juga telah sampai. Dengan langkah kaki yang pelan, Bulan menatap kesekeliling dengan sendu. Apa yang harus ia lakukan sekarang, pikirannya ikut kalut tidak menyangka jika fase anak-anaknya akan mengetahui sosok Ayah kandungnya sudah tiba.
Dirinya beralih memasuki kamarnya, memutuskan untuk membersihkan diri sebelum akan menemui anak-anaknya, karena ia yakin pasti anak kembarnya masih bertanya-tanya apa yang terjadi. Menghembuskan nafasnya dalam, takut jika nanti anak-anaknya sudah mengetahui semuanya, dirinya akan kehilangan Artlas dan Arche.. Takut jika kedua anaknya memilih pergi, dan meninggalkannya sendiri.
Didalam kamar, Artlas setelah membersihkan diri. Kini ia tengah duduk termenung dipinggiran kasurnya, hari sudah akan menjadi sore hari. Tetapi Artlas masih enggan untuk bangkit menemui Ibunya, seharusnya dirinya sudah datang meminta penjelasan pada Ibunya tetapi Artlas sampai saat ini masih berucap dan meyakinkan dalam hati, jika dirinya sanggup mendengar semua yang dikatakan Ibunya nanti.
Menautkan jemarinya, Artlas merasa takut. Semuanya akan segera ia ketahui sebentar lagi kan.. Tetapi rasanya Artlas masih tidak sanggup untuk mendengar semua kebenarannya.
Begitupula dengan Arche, pikirannya tidak bisa tenang, apalagi tersadar jika hanya dirinya yang tidak tau menahu tentang ini. Tidak tau seberapa banyak Arche menangis hari ini, padahal ia masih belum mendapat penjelasan apapun tetapi Arche sudah banyak menangis.
Hal yang ia tangisi adalah, tak menyangka jika seseorang yang pernah ditemuinya merupakan sosok yang dibilang Ayah kandungnya, dan dimana dirinya juga sempat menyadari kesamaan dari Artlas dan seseorang tersebut. Arche memukul dadanya, dirinya teringat saat berada dipasar malam disana menyinggung nama Bumi ternyata saat itu tengah membahas sosok Ayah kandungnya. Sepertinya saat itu Kakaknya sudah mengetahui hal ini, pasalnya respon Artlas begitu sensitif kan..
Dengan menghapus kasar air matanya, Arche akhirnya bangkit menuju kamar Artlas. Tanpa mengetuknya, Arche masuk disana ia mendapati Artlas yang masih melamun. Dengan langkah kakinya yang pelan, Arche akhirnya sampai didepan Artlas sembari menatapnya. Tatapan kecewa Arche berikan kepada Artlas, karena berpikir mengapa Artlas tidak memberi tahunya.
"A'― Kita sebenernya saudara atau bukan sih? Gue ga sepenting itu harus tau tentang ini ya?" Ucap Arche yang tak tahan untuk tidak mengeluarkan air mata.
Artlas akhirnya bangkit, menatap dengan sendu pada Adiknya, dirinya menggeleng pelan. "Maaf, maafin gue― Alasan gue ga ngasih tau lo, karena gue sendiri bahkan belum siap. Pada saat gue tau waktu itu, gue hancur Arche-- gue takut lo juga ikut hancur, dan langsung nanya sama Ibu" Jelas Artlas, benar dirinya mempertimbangkan semuanya. Karena memang tidak sanggup melihat Adiknya ikut merasa hancur, dirinya juga memikirkan respon Arche yang pastinya akan langsung menanyakannya pada Ibu mereka.
"Jadi bener, dia Ayah kandung kita?" Tanya Arche dengan lirih, karena rasanya ia tidak sanggup.
"Yang gue tau― Iya.." Jawab Artlas dengan mendunduk.
Setelahnya mereka berdiam, seolah-olah tengah menenangkan diri masing-masing. Arche menangis, membuat Artlas menatap sendu Adiknya. "Gue ga nyangka, jadi Ayah kandung kita beneran ga tau kalau kita ada ya A'?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MOON 2 | Lizkook ✓
General Fiction― Rasa rinduku padamu masih terus meluap-luap, menciptakan banyak kesedihan yang tak tertampung. Seolah-olah wajahmu masih terus terbayang berada di pikiranku. Hati ini berkata, sekeras apapun aku merasakan pahitnya rindu padamu, tak akan pernah ku...