ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
~~ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Sudah terhitung hampir dua minggu Eve mengurung dirinya dikamar, ia memilih untuk banyak berdiam diri setiap harinya, matanya memerah terlihat jika Eve menangis. Bukan hanya perihal tentang kejadian dimana dirinya hampir dilecehkan, tetapi ia juga memikirkan ucapan dari seorang bernama Artlas yang mengatakan jika mereka bersaudara.
Ayahnya atau bahkan Ibunya tidak memberi penjelasan sedikitpun, apalagi Ayahnya yang bahkan tidak pernah menghampirinya dalam beberapa hari ini. Pikirannya kalut, takut jika semua yang didengarnya memang benar adanya. Eve sendiri bahkan masih menebak-nebak sebenarnya apa yang terjadi, dirinya memiliki saudar tetapi berbeda Ibu dan lebih tua, dapat Eve simpulkan jika Ayahnya bersama seseorang sebelum bersama Ibunya..
Rasanya tidak mungkin, selama ini keluarganya baik-baik saja. Dengan tiba-tiba seseorang yang bahkan Eve tidak tau siapa mengaku jika anak dari Ayahnya Bumi, dirinya masih tidak bisa menerimanya.
Ayahnya tidak menemui bahkan ketika Eve dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, sepertinya benar kehadiran mereka lebih penting bagi Ayahnya Bumi. Matanya kembali mengeluarkan air mata, berucap dalam hati mengapa ini harus terjadi padanya. Ketika hidupnya baik-baik saja, mengapa mereka dengan tiba-tiba menghancurkannya. Ayahnya yang juga mulai memiliki banyak waktu, dan perhatian padanya, justru kini semuanya kembali hilang seketika.
Tak lama suara ketukan pintu terdengar, disana Eve segera menghapus air matanya dan memejamkan matanya.
Yang mengetuk adalah Bumi, karena tidak mendapat jawaban apapun akhirnya Bumi memilih membukanya sedikit kembali mengetuk pelan, melihat Eve yang ternyata tengah berbaring. Bumi memasuki kamar anaknya, menghampiri Eve yang tengah menghadap kearah kanan memunggunginya.
Dipandangnya dengan sendu, dirinya sempat melupakan Eve karena hanya memikirkan Bulan dan kedua anaknya. "Hey―" Bumi beralih pada sisi sebelah kanan, untuk bisa melihat wajah Eve.
Bumi duduk dipinggiran kasur, ia melihat Eve yang seperti tidak ingin menatapnya. Bumi mengerti, mungkin Eve begitu terkejut mendengar hal ini tetapi Bumi tidak bisa lagi untuk berbohong. "Keadaan Eve sudah lebih baik?" Tanyanya.
Eve hanya bergumam pelan menjawab ucapan Bumi, ia seolah tidak ingin berbicara dengan Ayahnya dulu. "Daddy minta maaf, karena baru datang kepada Eve"
"Yaa, Eve mengerti Daddy sangat sibuk"
"Apa ada yang terluka? Baga―" Ucapan Bumi terhenti karena Eve tiba-tiba saja berucap.
"Apakah itu penting untuk ditanyakan sekarang? Eve rasa sudah terlambat, bahkan keadaan Eve sudah lebih baik. Seharusnya Daddy datang saat ini untuk menjelaskan semuanya, tentang benar atau tidaknya ucapan dari seseorang yang membantu Eve waktu itu" Ucap Eve yang kini sudah duduk menatap Ayahnya dengan mata memerah.
Mendengar ucapan Eve membuat hati Bumi kembali sakit, dirinya saat itu menuduh anaknya sendiri dan justru memukulnya. Ditatapnya Eve yang sudah akan menangis, Bumi tidak tega karena pasti ini akan sulit untuk diterima oleh Eve. Dirinya mengangguk seolah membenarkan ucapan Eve. "Benar― Itu semua benar"
Eve sudah menangis mendengarnya, sakit sekali mendengar jika ternyata Ayahnya memiliki anak yang lainnya. Melihat Eve menangis, membuat Bumi mendekat berusaha untuk memeluk Eve.
Sakit sekali hingga membuat Eve rasanya tidak mampu untuk berucap, ia menangis didalam pelukan Ayahnya. Terdengar Ayahnya menggumamkan kata maaf padanya, membuat Eve semakin tidak bisa menampung air matanya.
Larut dalam tangisan yang cukup lama, Eve berupaya untuk tenang. Masih berada didalam dekapan Ayahnya, ia mulai menatap Bumi dengan pandangan yang penuh air mata. Dengan bibir bergetar, seolah takut untuk menanyakannya. "Eve― Eve anak Daddy?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MOON 2 | Lizkook ✓
Narrativa generale― Rasa rinduku padamu masih terus meluap-luap, menciptakan banyak kesedihan yang tak tertampung. Seolah-olah wajahmu masih terus terbayang berada di pikiranku. Hati ini berkata, sekeras apapun aku merasakan pahitnya rindu padamu, tak akan pernah ku...