ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ~~
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Sudah dua hari, dan masih belum diperbolehkan untuk pulang, Arche masih harus melakukan beberapa pemeriksaan. Ruam dilengannya justru semakin muncul, membuat Arche tentu saja merasa aneh karena tidak mengerti. Sementara Ibunya masih belum juga menjelaskan, Arche tidak bisa memaksa Ibunya untuk berbicara karena setiap kali ia bertanya Ibunya hanya akan menjawabnya jika semuanya akan baik-baik saja.
Sementara Artlas yang memang masih tidak mengerti, dirinya bahkan mencoba untuk mencari tau lebih dalam. Kemarin Adiknya melakukan pemeriksaan kepada dokter Rheumatology, dirinya membaca pada luar ruangan saat ikut serta mengantar Arche. Menurut apa yang ia cari di internet, jika melakukan pemeriksaan kepada dokter rheumatology bisa saja karena penyakit dalam. Dirinya kembali berpikir positif jika mungkin paru-paru Adiknya kembali tidak sehat, mengharuskan untuk melakukan perawatan lagi. Tetapi kekhawatirannya bertambah, tak kala Adiknya kini harus mengharuskan untuk meminum obat sesuai dosis, agar tidak semakin menjadi.
Sepulangnya sekolah Artlas selalu pergi ke rumah sakit, liburan tengah semester sudah akan terlaksana. Dirinya tidak tega melihat Ibunya yang setiap hari berada disana, bahkan sudah dua hari ini Ibunya tidak bisa bekerja, karena tidak bisa meninggalkan Arche. Melihat Ibunya yang tengah duduk memandang dimana Arche tertidur, Artlas segera menghampirinya. Terlihat jika Ibunya tengah menangis, sembari memegang kertas berwarna cokelat. "Ibu---" Panggilnya lirih, membuat Bulan segera menghapus air matanya.
"Sebenarnya apa yang terjadi, tolong jangan hanya membebankan diri Ibu sendiri.." Ucap Artlas, hingga kembali membuat Bulan mengeluarkan air mata.
Bulan memandang sendu anak sulungnya, ia rasanya tidak sanggup untuk membagi kesakitan yang dirasa kepada anak-anaknya. Tidak ada pilihan lain selain memang memberi taunya, dengan sedikit meremas sebuah amplop yang dipegangnya, Bulan dengan perlahan memberinya kepada Artlas.
Sebelum Artlas menerimanya, hanya dengan melihat Ibunya menangis seperti ini, dirinya sudah jelas tau jika sesuatu hal yang mungkin cukup serius terjadi kepada Arche. Akhirnya Artlas mengambil alih, dengan perlahan membukanya, membaca apa yang dijelaskan disana.
Hanya bisa melihat dengan tak percaya, jika Adiknya mempunyai penyakit Autoimun. Hingga empat kata terakhir yang membuat Artlas semakin hancur membacanya, Adiknya di diagnosis telah terkena ginjal. Artlas menarik nafasnya dalam, seolah ia tengah kesusahan untuk bernafas, sedetik berikutnya Artlas bertanya kepada dirinya sendiri, mengapa harus Adiknya lagi yang harus mendapat penderitan ini.
Artlas berusaha menahan air matanya, agar Ibunya tidak semakin menangis. Tanpa aba-aba, Artlas memeluk erat Ibunya, membuat Bulan tentu semakin terisak disana. Ternyata perjalanan Ibunya masih begitu sulit, dirinya seolah dihantam habis-habisan mengetahui hal ini. Sepasang Ibu dan Anak tersebut, tengah sama-sama menyalurkan kesedihannya, mereka berusaha menguatkan satu sama lain. Bahkan Artlas tidak tau harus bagaimana, Adiknya pasti akan begitu terpukul jika mengetahuinya.
"Ibu tidak bisa memberitahunya saat ini, apalagi hasilnya masih di diagnosis. Arche nanti harus kembali melakukan pemeriksaan kepada spesialis Nephrology, untuk memastikan jika Autoimun Arche telah sampai merusak ginjalnya." Jelas Bulan, dirinya hanya tidak ingin membuat Anaknya semakin menurun kesehatannya.
Setidaknya, kini Artlas mengerti mengapa Ibunya memilih untuk menyimpannya sendiri, masih tidak ingin memberi tahunya. Ibunya justru telah memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi kedepannya, jika dirinya apalagi Arche mengetahuinya sekarang. "A'a― Tiga hari lagi hari natal, Ibu hanya ingin meminta satu permohonan, jika semua diagnosis pada Arche itu tidak benar" Ucap pelan Bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MOON 2 | Lizkook ✓
General Fiction― Rasa rinduku padamu masih terus meluap-luap, menciptakan banyak kesedihan yang tak tertampung. Seolah-olah wajahmu masih terus terbayang berada di pikiranku. Hati ini berkata, sekeras apapun aku merasakan pahitnya rindu padamu, tak akan pernah ku...