"Ekhem," Arhan berdehem untuk menetralkan suasana, dia menatap ke arah Ersya yang saat ini terlihat sedang gugup.
Arhan mengulurkan tangannya. Dia menyodorkan sebuah buku kepada Ersya. "Bukunya tertinggal di meja makan, tadi aku tidak sengaja melihatnya saat kembali ke apartemen." ucapnya sambil memberikan Ersya sebuah buku.
Ersya langsung mengambil buku tersebut. Dia mengerutuki kebodohannya karna lupa membawa bukunya. Dia menggaruk tangannya yang tidak gatal. "Emmm, terimakasih kak. Maaf merepotkanmu."
Arhan mengangguk, sesaat dia memperhatikan Ersya. Seorang wanita yang saat ini telah resmi menjadi istrinya. Dia mengambil pergelangan tangan Ersya.
Deg.
Rasanya detak jantung Ersya berhenti berdetak, dia sungguh terkejut sesaat pergelangan tangan-nya di pegang oleh tangan kekar Arhan, suaminya.
"Ini, ambilah." Arhan memberikan Ersya sebuah kartu kredit yang sekilas terlihat seperti baru.
Ersya mengerutkan keningnya. "I-ini untuk apa, kak?" tanya Ersya gugup.
"Untukmu, aku tidak mau menambah dosa dengan tidak memberikanmu nafkah. Terimalah itu, kode nya adalah tanggal lahirmu." Jelas Arhan yang membuat Ersya sedikit terkejut, dia tidak menyangka dengan sikap Arhan yang sangat seperti ini. Ya memang tidak bisa di pungkiri oleh Ersya jika suaminya memang adalah orang yang baik.
"Ta-tapi, kak?"
Arhan tersenyum. "Terimalah, dan maaf untuk kejadian kemarin."
Tanpa di luar dugaan, Arhan mengusap puncak kepala Ersya. "Belajarlah yang rajin, semangat mengejar cita-citamu." ucap Arhan yang langsung pergi dari hadapan Ersya.
"Cita-citaku sudah terwujud, kak. Yaitu menjadi istrimu." gumam Ersya sambil tersenyum menatap punggung Arhan yang perlahan menghilang dari pandangannya.
Ersya kembali ke dalam kelas dengan raut wajah bahagia, entah kenapa hari ini seakan menjadi hari yang dia mimpikan.
"Ya ampun, bisa gila aku kalau terus-terusan seperti ini." gumam Ersya. Dia menutup wajahnya sambil tersenyum bahagia.
Sisil dan Vina yang melihat tingkah Ersya, sedikit terheran-heran. Keduanya saling bertatapan seolah-olah menanyakan dengan apa yang terjadi kepada Ersya.
"Mungkin dia baru saja mendapatkan notice dari idolanya itu." kata Sisil dengan asal, ya memang yang mereka tau hanya itu'lah yang membuat Ersya terus tersenyum bahagia seperti itu.
Vina mengangguk, dia setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Sisil. "Tapi, bukannya tadi aku melihat kak Arhan dan Ersya keluar dari halaman belakang secara bersamaan ya? atau mungkin aku hanya salah lihat kali ya?" batin Vina.
Kelas di mulai dengan pelajaran seperti biasanya. Semua murid bersorak sesaat bel istirahat di bunyikan. Mereka bergegas keluar dari kelas untuk mengisi perut mereka.
Sisil membalikan tubuhnya ke belakang, ke arah meja Ersya dan Vina. "Kalian mau ke kantin?" tanya Sisil.
Vina menatap Ersya. "Gua sih ayo, tapi kalo Ersya gimana?"
Ersya menatap kedua sahabatnya. Dia mengangguk. "Iya ayo, gua juga laper nih." Ersya menggandeng tangan Vina dan Sisil sambil berjalan menuju kantin sekolah.
Sesekali Ersya tertawa sesaat mendengar candaan dari Sisil dan Vina. Mereka tertawa bersama yang tidak memperdulikan tatapan orang-orang yang melihatnya.
"Yaudah biar gua aja yang pesen, kalian mau apa?" kata Sisil sesaat sudah berada di bangku. Dia juga bertanya kepada kedua sahabatnya untuk memesan makanan apa.
"Kaya biasanya aja, Sil." jawab Vina dan Ersya secara bersamaan. Sisil mengangguk dan langsung memesan makanan mereka.
Sesaat Ersya memainkan ponselnya. Dia terdiam sesaat mendengar ucapan dari bangku belakangnya.
"Iya, gua denger-denger sih gitu. Kak Arhan mau tunangan sama pacarnya, kak Shella."
"Tunangan?" lirih Ersya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU IDOLAKU
Romance"Kagumi saja dia sebagai idolamu. Jangan pernah berharap bahwa kamu dapat memilikinya." Kata itu yang selalu di ucapkan oleh Ersya setiap kali melihat idolanya. Namun, justru takdirnya berkata lain. Takdirnya berkata bahwa Ersya dapat memiliki idol...