06

898 96 3
                                    

Sersan Kim menyerahkan dua kalung yang dikenakan Sersan Seo dan Kopral Park juga satu jam tangan milik Bu Park ke Letnan Lee. Di tempatnya Minjee masih diam terduduk, menarik diri dari teman-temannya yang berkumpul. Minjee menatap kosong tiga tubuh tak bernyawa di balik tungkai milik teman-temannya. Ia terlambat, matanya menatap jam tangan milik Sersan Seo di tangannya sendu.

Tangisan terdengar hingga ke rungunya, pandangannya beralih pada dua senapan yang tergeletak di sisi kirinya. Senapan itu adalah senapan miliknya dan senapan yang digunakan Sersan Seo tadi untuk menyelamatkan nyawa teman-temannya. Air mata mengalir di pipinya, tak ada satupun dari mereka menyadari jika dia tengah menangis. Isakannya tertahan, tersembunyi oleh isakan lain yang terdengar sangat jelas.

"Yang kalian lihat hari ini adalah penyebaran bola yang jatuh dari langit itu," jelas Letnan Lee menatap anggota peletonnya.

"Bola-bola kecil yang terpisah itu menyerang orang-orang dan melahap mereka. Kalian sedang dilatih untuk membunuh bola-bola itu. Jadi…" Suara berisik dari sisi kiri jalan memotong ucapannya yang ingin melanjutkan penjelasannya. Di saat semua orang sudah berwaspada, Minjee masih diam di tempatnya.

Letnan Lee maju diikuti para anggota peletonnya, sementara Minjee masih bergeming di tempatnya, menatap tiga tubuh yang ditutupi kain di hadapannya. Entah apa yang terjadi di sana, namun sepeninggalan teman-temannya Minjee merasa sedikit tenang. Tak ada pertanyaan Hana atau isakan Soonyi yang ia dengar.

Sementara itu di tempat lain, Letnan Lee memberi intruksi pada anak-anak kelas tiga dua, lelaki itu masih belum menyadari jika salah satu anggota peletonnya ada yang tertinggal. Letnan Lee melemparkan helm miliknya, tak lama terlihat sebuah bayangan mendekati pelindung kepalanya membuat dia juga anak-anak di sekitarnya mengambil sikap waspada.

Alih-alih bola yang muncul seperti dugaan Letnan Lee, Heerak dan Taeman lah yang terlihat dari arah datangnya bayangan. Letnan Lee berseru, dia memerintahkan anggota peleton dua untuk menahan tembakannya.

Namun, rupanya Aesol tidak bisa menahannya, pelatuk ia tarik menggunakan jari telunjuknya menyebabkan peluru keluar dari ujung senapan yang ia gunakan.

"Hei."

"Aesol."

Aesol menatap senapan yang ia pegang, lagi-lagi tangannya bergetar. Ia masih tak menyangka apa yang baru saja ia lakukan.

"Hei, Woo Heerak!" seru Ilha melangkah mendekat ke arah sahabatnya yang jatuh karena terkejut. "Kau baik-baik saja?" tanyanya.

Letnan Lee mendekat ke arah Aesol, satu tangannya yang bebas menurunkan ujung senapan milik gadis di hadapannya. "Tamtama No Aesol," panggilnya. "Semuanya baik-baik saja sekarang," lanjutnya begitu Aesol menoleh menatapnya.

"Hei." Youngshin tiba-tiba bersuara mengundang perhatian teman-teman yang berdiri di dekatnya.

"Aku tak melihat Minjee, dimana dia?" Sontak semuanya langsung menengok ke sekitar mereka, benar saja gadis itu memang tidak ada di sana.

"Sepertinya dia masih di tempat tadi," kata Joonhee dibalas anggukan Soyoon.

"Aku akan menjemputnya," sahut Soochul namun dilarang oleh Letnan Lee.

"Aku yang akan menjemputnya, kalian pergilah ke sekolah bersama Sersan Kim, aku dan Minjee akan menyusul," tutur Letnan Lee.

Sedangkan sosok yang tengah dicari itu masih bergeming di tempatnya. Tatapannya terlihat kosong hanya ada helaan napas miliknya yang terdengar. Minjee menyandarkan punggungnya ke pintu toko di belakangnya, suara langkah kaki yang mendekat tak juga mengalihkan pandangannya dari apa yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya.

Duty After SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang