Seperti yang diucapkan Letnan Lee, latihan malam tetap dilakukan sesuai jadwal. Saat ini anggota peleton dua tengah berlatih di lapangan, hanya ada mereka, tak ada peleton yang lain. Sejujurnya mereka lelah, bukan hanya fisik tetapi mental juga. Seruan demi seruan terdengar dari mulut Letnan Lee, banyak dari mereka yang mengeluh, menahan tangis, ada juga yang mengumpat secara terang-terangan, namun mereka tetap melaksanakan kegiatan mereka tanpa ada kata berhenti.
Minjee merangkak, ia sudah tak kuat lagi, kakinya semakin sakit. Tetapi sepertinya komandan peleton tidak memedulikannya, lelaki itu justru menariknya, menyuruhnya untuk lari kembali, mendorongnya setelah berseru, "Lari jika kau ingin hidup!"
Bukannya berlari seperti yang diperintahkan Letnan Lee, tubuh Minjee justru terjatuh tepat di hadapan sang komandan. Ia berlutut, bahkan kepalanya hampir mengenai sepatu yang dikenakan Letnan Lee. Darah kembali mengalir, menembus hingga ke celana abu-abu yang ia kenakan. Masih dengan posisinya, dia berkata, "Tidak, aku tak bisa. Komandan, aku tak sanggup, bahkan hanya untuk menggerakkan kakiku saja aku tak kuat."
Seluruh pandangan peleton dua kini berpusat pada Minjee yang tengah berlutut di hadapan Letnan Lee, bahu gadis itu bergetar, kedua tangannya mencengkeram kuat celana militer yang dikenakan Letnan Lee. "Tolong, tolong berikan kami waktu sebentar untuk beristirahat, kami takut."
Ilha yang melihatnya langsung melepaskan helm di kepalanya; Soochul menatap punggung yang bergetar di hadapan komandan peleton dengan sendu; Yoojung, Yeonjoo, Soonyi, Aesol, dan Hana tak sanggup berkata-kata, mereka hanya bisa menangis merasakan hal yang sama seperti Minjee; Wootaek terdiam, dia masih memikirkan kapan waktu kematiannya tiba; dan Youngsoo, dia mencengkeram kuat senapan di tangannya.
Akhirnya Letnan Lee memberikan mereka waktu untuk istirahat. Minjee mengasingkan diri dari yang lain, ia duduk lumayan jauh dari tempat teman-temannya berkumpul. Soochul menyadarinya, pemuda itu beranjak dari tempatnya begitu Sersan Kim pergi setelah meletakkan box besar berisi roti dan air minum.
Minjee masih diam, bekas air mata di pipinya terlihat jelas, kini raut datar kembali terpasang di wajahnya. Minjee tau jika ada seseorang yang berdiri di sebelahnya, menyodorkan sebotol air minum padanya, tetapi ia tak kunjung menerimanya, ia masih bergeming menatap objek di depannya.
Namun, beberapa detik kemudian Minjee berdiri dari posisinya, dia melangkah melewati teman-temannya yang lain. Saat dirinya lewat di depan Bora, gadis itu berucap, "Hei, berhentilah egois. Kau tak tau seberapa takutnya kami dan seberapa ingin kami pulang?"
Seluruh perhatian peleton dua kini berpusat pada Minjee. Gadis yang tengah menopang seluruh berat tubuhnya dengan salah satu kakinya itu menghela napas pelan. Tanpa membalikkan tubuh, tanpa menatap satu persatu manik teman-temannya, akhirnya Minjee menjelaskan mengapa ia memilih untuk tetap bertahan.
"Hei, Yeon Bora. Bagaimana rasanya kau melihat kekasih dari kakakmu mati karena menolong teman-temanmu? Bagaimana perasaanmu ketika kau dan dia baru saja membuat janji semalam sebelum kau kehilangannya? Bagaimana perasaanmu…" Minjee menghela napasnya, ia tak sanggup menyelesaikan ucapannya. Namun, sebisa mungkin setelah ia menguatkan hatinya, ia pun berkata, "Aku bukannya tak mengerti perasaanmu dan perasaan kalian, sejujurnya aku juga takut. Tetapi rasa takutku itu seakan hilang ketika mengingat jika bola-bola ungu itu yang membuatku kehilangan Sersan Seo."
Minjee akhirnya pergi meninggalkan teman-temannya yang masih diam. Di tempatnya berdiri, Soochul mengacak rambutnya frustasi. Pemuda itu berniat mengejar Minjee sebelum Jangsoo menahan kakinya dan mengatakan padanya untuk memberikan waktu Minjee sendiri.
Bora terdiam, meski ia tak pernah tau rasanya memiliki seorang kakak, namun ia paham rasanya ditinggal pergi oleh seseorang yang ia anggap rumah. Dia terkejut pun sama seperti Hana dan Soonyi. Ketiga gadis itu teringat kejadian tadi pagi, waktu dimana Sersan Seo menyelamatkan mereka sampai akhirnya sebuah bola datang menyerang wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duty After School
FanfictionPernahkah kalian berpikir jika kehidupan yang tengah kalian jalani hanyalah sebuah ilusi atau bunga tidur? Atau pernahkah kalian merasa jika dunia tempat kalian berpijak itu penuh dengan tipuan? Atau mungkin pernahkah kalian membayangkan jika semua...