Truk yang membawa grup satu diselimuti keheningan, mereka sibuk dengan pikiran yang sama. Di tengah keheningan itu ada dua pemuda yang menangis dalam diam, mereka melihat jelas dan sangat paham ucapan tanpa suara dari bibir seseorang yang mereka tinggalkan.
'Apa ini? Sesuatu tiba-tiba jatuh dari atas. Lalu, apa yang terjadi lagi? Sial. Benar, Deokjoong. Apa dia tiba dengan selamat? Bagaimana dengan Nara dan Minjee?' batin Chiyeol bertanya, matanya menatap teman-temannya yang masih terdiam.
"Sial. Dimana mobil lainnya?" tanya Heerak menoleh ke arah jalan yang nampak sepi. "Jangan bilang hanya kita yang lolos," sambungnya.
"Tidak mungkin." Taeman menyahut. "Mereka pasti di belakang kita," lanjutnya.
"Apakah tempat berlindung itu aman? Tempat orang tua kita berada," tanya Jangsoo semakin menambah kekhawatiran Soonyi.
Gadis yang tadinya enggan masuk bersama yang lain menangis, terisak dan terus memanggil ibunya seperti anak kecil. Joonhee kesal karenanya, gadis berkuncir dua itu pun menegurnya. "Hei, berhentilah menangis. Menyebalkan."
"Kalian lihat tadi?" Pertanyaan Soyeon mengundang belasan pasang mata yang kini menatapnya. "Meski dia terluka, meski kita mengecewakannya, meski kita menyakiti perasaannya, dia tetap melindungi kita," katanya membuat mereka menunduk.
"Apakah dia ikut di mobil yang satunya?" tanya Yeonjoo tetapi tak ada balasan dari teman-temannya.
"Minjee…" Wootaek tiba-tiba bersuara, suaranya terdengar lirih membuat isakan akhirnya lolos dari bibir Soochul.
"Aku dan Soochul jelas melihatnya, meski aku berteman dengannya tak selama Soochul, tetapi aku paham apa yang dia ucapkan dari gerakan bibirnya." Isakan Soochul bertambah keras, bahkan lebih keras dibandingkan isakan Soonyi tadi.
Wootaek menjelaskan apa yang ia lihat dari gerakan bibir Minjee, sontak Soyoon, Joonhee, dan Soonyi langsung menunduk begitu juga dengan Heerak serta Youngshin. Gadis yang mereka abaikan waktu itu ternyata menepati ucapannya.
"Aku jadi ingat perkataan Soochul hari itu, meski akhirnya ia juga mengangkat tangannya setelah Ilha mengamuk. Apa yang dikatakannya sekarang benar-benar terjadi. Minjee, dia tak akan meninggalkan kita meski ia harus kehilangan nyawanya," ujar Soyeon.
Mereka kembali terdiam tanpa tau jika ada sebuah bola yang mengikuti mereka. Di saat semuanya merasa mengantuk, truk yang mereka tumpangi berguling ke kiri, tak lama mereka mendengar suara tembakan disertai suara mesin mobil yang semakin mendekat.
Satu persatu anggota peleton dua di grup satu merangkak keluar, mereka melihat seorang lelaki yang tengah berdiri menodongkan senapan ke arah pintu truk yang membawa mereka.
"Kalian tak apa?" tanya lelaki berbaju hitam yang tengah ditatap dengan tatapan memesona oleh Soyeon, Soonyi, Yeonjoo, dan Joonhee.
"Syukurlah jika kalian baik-baik saja," sahut lelaki itu padahal belum ada satupun dari mereka menjawab pertanyaannya. Lelaki itu kemudian berbalik, memasuki mobil setelah menatap sebentar manik Soochul lalu meninggalkan mereka.
Seluruh anggota grup satu terus memandang ke arah mobil yang semakin mengecil di mata mereka. Pertanyaan Heerak menyadarkan mereka, membuat Taeman mengumpat karena ia tak kepikiran sampai sana.
"Hei, mengapa kita tak meminta bantuannya untuk mengantarkan kita ke tempat berkumpul?" Itulah pertanyaan Heerak meski ia mengatakannya setengah sadar.
Sementara di tempat lain, grup dua sudah sampai di tempat berkumpul, Sersan Kim masih saja melamun meski truk yang dikemudikan Letnan Lee sudah berhenti. Namun, pada akhirnya ia segera tersadar begitu mesin truk mati. Lelaki itu turun terlebih dahulu disusul Ilha dan Deokjoong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duty After School
FanfictionPernahkah kalian berpikir jika kehidupan yang tengah kalian jalani hanyalah sebuah ilusi atau bunga tidur? Atau pernahkah kalian merasa jika dunia tempat kalian berpijak itu penuh dengan tipuan? Atau mungkin pernahkah kalian membayangkan jika semua...