Minjee mengerjapkan matanya begitu menyadari jika dirinya berada di ruang kesehatan. Pandangannya mengedar dan berhenti di jam yang menunjukkan pukul tujuh. Ia tak sadar jika helaan napas lega keluar dari hidungnya, karena untuk pertama kalinya setelah sekian lama, mimpi buruk itu tak datang seolah mengizinkan dirinya untuk tertidur nyenyak. Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatiannya, senyum tipis tersungging apik di bibirnya tatkala melihat siapa yang datang.
"Sersan Seo." Namun, tak lama senyumnya menghilang ketika maniknya menangkap tubuh tinggi milik Letnan Lee di belakang perempuan yang menunjukkan senyum canggungnya.
"Kurasa kalian butuh waktu untuk berbicara berdua, kalau begitu… aku permisi," kata Sersan Seo begitu melihat Minjee merubah posisi menjadi memunggunginya juga Letnan Lee.
"Maaf." Minjee masih saja diam meski telinganya mendengar jelas suara lelaki yang ia yakini tengah berdiri tak jauh dari tempatnya berbaring.
"Maaf karena aku tak bisa menyelamatkan temanmu, lagi." Satu kata terakhir itu terucap pelan, bahkan kini Minjee meneteskan air mata dari sudut matanya.
"Andaikan sajaㅡ"
"Kak Choonho," panggil Minjee memotong ucapan Letnan Lee.
"Bolehkah aku memintamu untuk keluar sekarang?" Letnan Lee terdiam mendengar pertanyaan yang lebih mirip dengan sebuah permintaan oleh gadis di hadapannya.
"Minjeeㅡ" Letnan Lee ingin sekali melanjutkan ucapannya, namun ia tak bisa apalagi ketika melihat Minjee menutup kedua telinganya.
"Tolong…" pinta Minjee lirih. Pada akhirnya Letnan Lee tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keinginan gadis yang terlihat tak ingin menatapnya.
Pintu ruang kesehatan dibuka tetapi tak lama setelahnya ditutup kembali, Minjee menangis merasakan sesak di dalam rongga dadanya karena menahan isakannya. Tetapi tak lama pintu kembali dibuka, menampakkan tubuh Soochul yang berseru memanggil namanya.
Menyadari langkah Soochul kian mendekat, Minjee merubah posisinya menjadi duduk kemudian melingkarkan tangannya di pinggang pemuda itu. "Tak apa-apa, menangislah sekeras mungkin," ujar Soochul sambil mengusap kepala Minjee disusul suara isakan tangis dari gadis yang tengah memeluknya.
"Soochul, Younghoon…"
"Sstt, itu bukan salahmu, karena kita sendiri tak tau kan apa isi dari bola itu? Mungkin itu memang takdirnya, dengan cara seperti itu dia berpulang. Jangan salahkan dirimu, okay? Kau memang bisa melihatnya, bukan berarti kau bisa merubahnya."
"Tapi Yoojung…"
"Bisa saja itu hanya sebuah kebetulan atau mungkin memang garis takdirnya yang berubah setelah berteman denganmu."
Minjee hanya diam tak lagi menjawab ucapan Soochul, ia menikmati sentuhan tangan Soochul di pucuk kepalanya, tanpa sadar ia memejamkan kedua matanya. Mereka sama-sama terdiam sebelum akhirnya Soochul melepaskan dekapannya ketika manik matanya menangkap jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan lebih sepuluh menit.
"Istirahatlah sampai keadaanmu agak membaik, aku akan pergi ke kelas karena sebentar lagi pelajaran dimulai." Minjee mengangguk pelan, tapi ia tak menuruti perintah Soochul. Alih-alih beristirahat, Minjee justru bergerak dari tempatnya begitu melihat Soochul menutup pintu ruang kesehatan.
Gadis cantik itu melangkah menuju asramanya setelah ia mencuci wajahnya di wastafel yang ada di ruang kesehatan. Ia langsung mengganti bajunya dengan seragam tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu. Setelah selesai dengan seragam sekolahnya, Minjee keluar menuju ruang kelasnya. Sesampainya di sana, semua pasang mata langsung tertuju padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duty After School
Fiksi PenggemarPernahkah kalian berpikir jika kehidupan yang tengah kalian jalani hanyalah sebuah ilusi atau bunga tidur? Atau pernahkah kalian merasa jika dunia tempat kalian berpijak itu penuh dengan tipuan? Atau mungkin pernahkah kalian membayangkan jika semua...