Chapter 22 [END]

517 42 21
                                    

Hari ini agenda Lean di rumah sakit cukup padat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini agenda Lean di rumah sakit cukup padat. Di pagi hari dia ada tinjaun pasien rawat inap bersama beberapa mahasiswa koas. Mereka mengunjungi satu per satu bilik pasien untuk meninjau perkembangannya. Tinjaun pasien ini baru selesai ketika hari sudah menginjak siang.

Setalah selesai tinjauan pasien, Lean berniat untuk mengistirahatkan tubuh sebentar sebelum nanti datang jadwal piket malam. Jujur saja saat ini tubuhnya sangat lelah. Kemarin semalam penuh dia tidak sempat tidur karena terus memantau keadaan Binar di ICU.

Lean masuk kedalam ruangannya dengan langkah gontai. Langsung saja dia merebahkan diri di kursi sofa yang ada di ruangan. Tubuh Lean memang terlihat lemas tak bertenaga. Namun otaknya, tetap saja berpikir keras.

Saat ini fokusnya adalah untuk kesembuhan Binar dulu. Jadi segala macam operasi dia serahkan semuanya ke Sean dan rekan dokter lainnya. Lean tidak yakin pikirannya bisa tetap waras untuk melakukan operasi di saat saat seperti ini.

Belum lagi jadwal klinik yang juga dia serahkan sepenuhnya kepada Dokter Residen. Termasuk ketika kemarin Binar mendadak kritis dan harus di pindahkan ke ICU, jawdal klinik Lean juga di gantikan oleh Dokter Residen.

Biarlah orang melihat dia seperti dokter yang tidak bertanggungjawab. Karena memang prioritasnya sekarang Binar. Jadi dia akan mengesampingkan dahulu hal hal yang tidak berhubungan dengan Binar. Apalagi sekarang Binar belum juga sadar. Dia masih enggan bangun dari tidur cantiknya. Untuk itu, pikiran Lean kini benar benar tidak bisa memikirkan hal lain selain Binar.

Larut dalam pikiran kecilnya, kesadaran Lean akhirnya tenggelam dan mulai beralih ke alam mimpi. Dia sudah tidak bisa menahan kantuk di tengah pikirannya yang berkecamuk.

Di sofa kecil tersebut, Lean terlelap. Seperti bayi kecil, tubunya terlentang pasrah karena kelelahan bekerja.
.
.
.
.
.

Lean merasakan guncangan kecil pada tubuhnya.

Tak langsung bangun, Lean memilih untuk menggeliat kecil. Menimang nimang sekiranya berapa lama dia tertidur.

"Leannn"

Suara itu masuk ketelinga Lean. Dia mengenalnya. Jadi dengan rasa kantuk yang masih menyelimutinya, Lean mamaksakan diri untuk menjawab meskipun matanya masih setia terpejam

"Kenapa Sean?"

Namun bukannya dijawab, Lean malah tidak mendapati suara Sean lagi. Hanya ada keheningan diantara mereka berdua.

Merasa ada yang tidak beres, Lean pun akhirnya membuka mata. Dan pemandangan pertama yang dia lihat ketika baru saja membuka mata adalah kehadiran Sean yang menatap lekat kearah matanya.

"Kenapa?" ulangnya sekali lagi

Di depan Lean, diam diam Sean menahan gugup. Dia meremas baku jarinya demi menyakinkan diri untuk berbicara.

"Itu..."

"Cepat Sean.. katakan apa yang hendak kau katakan" Lean menyambar karena tak sanggup menghadapi Sean yang mendadak tergugu.

[END] THE SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang