Putra . Dia lelaki yang sangat ramah rupanya. Kurasa dia juga sangat baik terhadapku meskipun kita baru saja mengenal. Dia begitu banyak bercerita tentang Fariz. Ya dia adalah sepupunya Fariz wajar saja jika ia mengenal lelaki dingin itu.
Sampailah aku didepan ruang kelasku. Aku segera mengucapkan terima kasih kepadanya sekaligus aku dia adalah teman pertamaku di kampus ini. Sudah selama dua tahun aku tidak memiliki teman.
Temanku hanya satu dengan peralatan medis yang sangat menyakitkan.
Aku memasuki kelas dan memperkenalkan diriku. Mereka semua rupanya tidak bisa menerima ku dengan baik. Tidak ada sedikitpun senyuman yang mereka berikan terhadapku. Aku duduk sendirian dibelakang. Dan kurasa aku rasa untuk beradaptasi.
"Nama gue Wenny. Lo siapa?"tanya nya dengan ramah.
"Gue Tyas - Tyas"jawabku dengan membalas jabatan tangannya.
"Lo cantik. "Katanya singkat
"Makasih lo juga cantikk"balasku dengan tertawa kepadanya.
"Nanti gue akan ajak lo keliling kampus ini. Sekalian ada pertandingan futsal dilapangan. Kalo gue ajak liat futsal lo bakalan suka sama idola disini"katanya dengan antusias
"Siapa? Putra ?"tanyaku heran.
"Termasuk dia. Tapi ada yang lebih keren darinya."
Aku memikirkan sesuatu. Apakah yang dimaksud adalah Fariz. Aku tidak mau memikirkan Fariz terus. Lagipula Fariz tidak suka denganku.
"Nanti kau akan melihatnya."
***
Jam pelajaran selesai. Aku dan Wenny berjalan dengan canda tawa. Ia sangat menyenangkan sekali. Aku melihat beberapa mata memandangku dengan tatapan aneh. Aku hanya diam saja. Bagiku ini sangat sulit untuk beradaptasi.
Seluruh pinggir lapangan penuh dengan sorak-sorak meneriakan nama Fariz maupun Putra. Benar dugaanku sebelumnya. Sejak SMA Fariz sudah menjadi idola sekolah. Wajar saja jika ia menjadi idaman seluruh mahasiswa disini.
Aku memandang Fariz dari jauh. Aku senang bisa melihatnya kembali tertawa seperti itu. Futsal adalah kesukaannya sejak dulu. Ia masih tidak berubah. Namun sikapnya yang membuat dia menjadi berubah.
Senyuman mengembang di bibirnya. Ia berhasil mencetak gol. Kegembiraan terpancar diwajahnya. Dia berhasil membuat timnya memenangkan pertandingan. Aku hanya tersenyum saja melihat kebahagiaannya.
Aku tau dia sudah berubah. Tapi apakah salah jika aku mengharapkan ia kembali?
Aku berjalan mengikuti Wenny yang hendak memberikan ucapan semangat kepada tim Fariz. Disana ada Putra yang tertawa melihatku yang menghampirinya. Aku memberikan selamat kepadanya.
"Lo tadi keren! Hehe"kataku dengan kikuk.
"Makasih Tyas . Oh iya maafin Fariz tadi sempet kasar sama lo. Tapi aslinya dia baik kok. Sangat baik malahan"jelas Putra.
"Gakpapa. Lagian gue juga belum terlalu kenal dia juga"balasku datar.
Dengan keberanianku, aku menghampiri Fariz yang tengah duduk dibangku kantin. Aku memberanikan diriku untuk berhadapan dengannya sekaligus mengucapkan maaf atas kejadian tadi pagi.
Fariz nampak cuek dengan kehadiranku. Dia tidak menegok meskipun aku telah memanggilnya. Apakah segitukah rasa benci? Hingga menutup semua rasa?
Aku menghela nafas sejenak. Aku harus mengatakan semua ini.
"Fariz -aku minta maaf karena menjatuhkan bukumu tadi pagi. Aku benar-benar tidak sengaja. Aku terburu-buru tadi"kataku dengan lirih.
Dia berdiri dan menatap mataku dengan tajam. "Jadi lo kesini mau minta maaf! Terus lo tadi bilang apa? Gak sengaja?"sahutnya dengan datar,
"I-iya fariz . Aku minta maaf tadi aku gak sengaja."balasku yang takut menatap matanya.
"Jadi lo gak sengaja kalo gitu gue juga gak sengaja!"bentaknya dengan kasar.
Byurr!
Kurasakan air dingin membasahi kepalaku. Apa yang Fariz lakukan? Ia menyiramku dihadapan teman-temannya seperti ini. Semua orang memperhatikanku dengan tertawa. Apa yang ia lakukan? Sikapnya memang berubah. Ia bukan seperti fariz yang kukenal.
"Sorry, gue gak sengaja!"katanya yang pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beating Of Love [selesai]
Teen FictionAku tidak tau sampai kapan semua ini akan berakhir. Copyright © 2015 by Moonlittype