Chapter 1

255 12 0
                                    

All the character is belongs to JK. Rowling

.

Sometimes, even great love is not enough

Atticus, 57.

.

Musim dingin akhir tahun ini terasa buruk, angin kencang yang bertiup menusuk pori-pori kulitku yang telah berjaket tebal. Aku segera mengencangkan syal yang berkalung di leherku dan mempercepat langkahku menuju The three Broomsticks. Suara bel yang bergemirincing menjadi tanda kedatanganku di kedai itu. Mataku segera menyapu ruangan dan menemukan rambut pirang platina di pinggir jendela. Dengan antusias aku segera melangkah menuju meja dipinggir jendela itu.

"Hei Scorp," Aku memegang lengan pemuda itu lembut. Ia sedikit terkejut, tandanya ia tadi sedang melamun dan tak memerhatikan kedatanganku.

"Hei, love." Scorpius Malfoy segera berdiri menyambutku dan mencium keningku lembut. Blush. Entah sudah berapa ratus kali Scorpius melakukan itu dan aku masih tetap bersemu merah. Scorpius menyeringai melihat pipiku yang memerah.

Aku mengalihkan kejadian itu dan memesan butterbeer dan segelas whiskey untuk Scorpius. Madam Rosmerta, pemilik kedai ini segera menyambut ramah dan membuatkan pesanan kami.

"Well, bagaimana keadaanmu?" Scorpius memulai pembicaraan. "Aku baik-baik saja Scorp." Aku menyahuti dan menanyakan hal yang sama pula pada Scorpius. Ia terlihat sedang banyak pikiran.

"Bagaimana menjadi Professor baru? Apakah oke?"

"Yeah aku benar-benar menyukainya. Aku suka sekali berinteraksi dengan murid-muridku." Aku menjawab kelewat antusias dan Scorpius tersenyum kecut.

"Ada apa sebenarnya Scorp, kau ada masalah?" Aku bertanya khawatir karena sejak tadi Scorpius terlihat tertekan.

"Kepindahanku ke Amerika dipercepat Rose, apakah kau benar-benar tak ingin menikah denganku? Aku hanya ingin terus bersamamu, kau tahu itu."

Aku menghela napas pelan. Topik itu lagi. Aku dan Scorpius sudah membahas ini berkali-kali. Aku sangat menyukai menjadi professor di Hogwarts dan tak ingin berhenti begitu cepat. Aku sudah terlanjur nyaman dan ajakan menikah Scorpius yang mendadak membuat kami beberapa kali berdebat karena perbedaan pendapat.

Menurutku, kami masih terlalu muda untuk menikah dan aku masih ingin berkarir. Sementara jika menikah, Scorpius melarangku bekerja. Jelas aku belum menyetujui itu. Pekerjaan Scorpius sebagai staf Departemen Sihir Internasional mengharuskannya berkeliling dunia dan aku jujur saja belum siap meninggalkan London.

Selain itu, entah kenapa Dad terus menentang hubungan kami dan keluarga besarku kebanyakan tak ingin tahu hubunganku dengan Scorpius. Hal itu sedikit membuatku stress jika memikirkannya.

"Scorp, kita sudah pernah membahasnya." Aku berkata pelan sambil menunduk tak berani menatap atensi abu-abu yang tengah menyorot tajam.

Tersenyum sinis, Scorpius membuang pandangannya dariku dan berkata dingin. "Sudah kuduga, aku tak pernah lebih penting dari pekerjaan sialanmu itu. Bahkan kau tak mau memilihku."

Pekerjaan sialan? What the hell are you thinking Scorp. "Apa maksudmu Scorpius?" aku membalas Scorpius tak kalah dingin.

Scorpius hanya mengedikkan bahunya tak peduli. Aku kembali menghembuskan napasku kali ini dengan keras.

"Baik, jika kau tak ingin menunggu dan menerima keputusanku, kau boleh mencari wanita lain Scorpius. Kita sudah bukan anak kecil dan menikah bukan satu-satunya penyelesaian yang ada. Actually, itu menyelesaikan masalahmu. Kau benar-benar egois." Aku berkata dingin dan segera beranjak dari tempat dudukku meninggalkan Scorpius Malfoy yang bahkan tak bergeming dari tempatnya.

Aku berjalan tergesa menembus udara dingin menuju kastil dan menghapus kasar airmata yang tak mau berhenti mengalir. Aku terus berjalan cepat menyusuri lorong-lorong sepi. Untung saja hari ini adalah Minggu yang berarti para murid sedang sibuk di asrama masing-masing mengingat cuaca yang sangat tidak bersahabat dan hanya orang bodoh saja yang akan menginjakkan kaki keluar dari ruangan yang hangat.

Aku memasuki ruanganku dengan emosi yang membakar. Tak percaya akan apa yang telah diucapkan oleh kekasihku. Bagaimana mungkin ia dengan tega mengatakan perkataan sekasar itu padaku?

Aku menyalakan perapian dan merapalkan mantra penghangat sebelum melepas jaketku. Musim dingin kali ini benar-benar buruk. Aku sudah akan merebahkan diriku ketika burung hantu milik Dad—Pigwidgeon mengetuk jendelaku.

Aku segera mengambil surat yang tengah dibawanya.

Sayang, ikutlah pesta natal di kementrian bersama kami. Mum telah membelikanmu gaun, jangan lupa untuk istirahat dan pulanglah lebih awal sebelum libur natal. Kau tak bisa menolaknya atau aku akan menyeretmu keluar dari sana.

Aku merindukanmu, Mum.

Hatiku menghangat membacanya, tentu saja. Mum selalu menghadiri pesta natal. Sebagai salah satu pahlawan perang terkenal bersama Dad dan Uncle Harry, Mum selalu menjadi tamu kehormatan pada setiap pesta-pesta yang diadakan oleh kementrian. Aku tidak selalu mengikutinya karena selain kepadatan pekerjaan—aku adalah Professor ramuan magang di Hogwarts dibawah didikan Professor Slughron yang sebentar lagi akan pensiun. Aku juga bukan orang yang menyukai pesta.

Sebelumnya, Mum tidak pernah memaksaku. Namun entah kenapa kali ini ia memaksaku untuk datang. Aku kembali mendengus ketika mengingat percakapanku dengan Scorpius, namun ini bisa menjadi pelarianku. Dia mungkin saja tidak menghadiri pesta karena kesibukannya. Aku bisa melakukan apapun di pesta itu nanti.

Bukannya Scorpius selalu melarangku ke pesta atau apa. Sejujurnya ia begitu sering mengajakku, namun aku seringkali menolaknya. Selain alasanku tadi, keluargaku yang tak begitu peduli atau menyukai Scorpius—kecuali Albus, dia adalah sahabat karib Scorpius, aku terlalu tidak nyaman dengan keluarga Scorpius.

Ayahnya, yah siapa yang tidak mengenal Draco Malfoy? Mantan pelahap maut yang menerima ampunan sepenuhnya tanpa pernah menyentuh Azkaban karena kontribusinya dan juga Ibunya, Narcissa yang dengan berani berbohong kepada Voldemort, ditambah dengan kesaksian dari Uncle Harry dan Mum. Dad tidak pernah bersaksi ataupun memaafkannya, entah mengapa. Aku tak pernah menanyakannya sebelumnya.

Aku menatap salju yang tengah turun dengan derasnya, beberapa pohon menjadi putih tertutup bunga es, danau hitam membeku, hewan-hewan berhibernasi. Udara kembali menggigilkan badanku, meskipun kayu bakar tengah berderak, aku masih belum bisa mengusir dingin yang menggelayuti kulitku.

Ucapan Scorpius masih terngiang dalam benakku. Kami telah menjalin hubungan sejak tahun keenam. Sebelumnya, dia adalah pria terlembut yang pernah memperlakukanku. Aku memperhatikan gelang yang tengah melingkari pergelangan tanganku. Gelang platina dengan aksen hijau sederhana di kedua sisinya dan satu batu permata kecil di tengahnya.

Itu sangat halus, tebakanku adalah buatan goblin. Aku pernah bertanya apakah ini pusaka keluarga karena aku tak ingin ia memperoleh masalah dengan memberikannya padaku. Namun Scorpius hanya bergeming dan menciumku seolah tak pernah bosan.

Aku menghela napasku pelan, semoga saja hubungan kami baik-baik saja.

.

.

.

To be continued. 

Haii kali ini aku bikin dua paired nih. Terus tiap bab bakal gantian POV Rose dan Scorpius ya! Hope you like it guys!!

Destiny (Dramione & Scorose Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang