Jika yang diinginkan Zain adalah Zaira? Lantas apakah Zaira juga menginginkan Zain, sama seperti Zain menginginkan Zaira?
-Selamat datang di KETEMU JODOH-
Hallo temen kejo:v hehe itu panggilan buat pembaca di lapak ini yaaa :) MAKASIH BANYAK yang ud...
Zaira kembali duduk dikursinya, tapi sebelum menjelaskan, Zaira menyeruput dulu sedikit jus mangga yang ia pesan tadi.
"Dari pertemuan waktu itu, aku sama Bu Zena, kak Zain, belum pernah lagi bertemu, hampir satu bulan. Bahkan yang notabene aku sekontak sama Bu Zena pun, aku ga ada kabar kabaran. Tapi tiba-tiba kemarin, jum'at malem, mereka dateng ke rumah."
"Ngajak ta'aruf? To the point gitu kak Zain?"
Zaira mengangguk untuk menjawab pertanyaan Anisa barusan.
Anisa yang melihatnya menggelengkan kepalanya tak percaya. "Gila sih, keren. The real paham agama!" Seru nya seraya bertepuk tangan pelan.
"Jawaban kamu gimana, Za?"
"Aku terima."
Anisa semakin melebarkan senyumnya, ia benar-benar senang atas kabar bahagia dari sahabat nya ini.
"Akhirnya, sahabat aku bentar lagi nikah," ucap Anisa, kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Zaira.
"Belum, nikah masi lama."
"Gapapa, intinya seorang Anisa turut berbahagia atas kabar bahagia ini."
Anisa memeluk Zaira seerat mungkin, hingga membuat Zaira tersedak minumannya.
"Hehe maaf za maaf, refleks."
**
"Gimana perasaannya, bang?"
"Perasaan apaan?"
Seseorang dihadapan Zain memutar bola matanya malas. "Jangan pura-pura lupa deh bang," ucapnya kesal.
Zain terkekeh mendengar penuturan adik sepupu nya tersebut.
"Kamu pikir aja sendiri, Bil."
Billy seketika tersenyum masam ke arah Zain. "Cape gue sama lu bang," ucapnya kemudian pergi meninggalkan ruangan Zain.
**
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Zain tidak bisa menahan senyumannya, ketika melihat pesannya dengan Zaira barusan. Ia kembali meletakkan handphone nya dimeja kerjanya.
"Astagfirullah, zinah pikiran Zai, sadar!" Tekannya pada dirinya sendiri. Ia kemudian bangkit dan segera membereskan barang-barang nya, karena jam kerjanya sudah selesai.
Sebelum pulang ke rumah, Zain memutuskan untuk mampir dulu ke mall untuk membeli buah tangan yang akan ia bawa untuk Zaira nanti malam.
Ia memasuki mall dengan langkah santainya. Jas kerjanya sudah ia lepas, dan kini tersisa kemejanya saja, Zain terlihat lebih tampan.
Tengah asyik melihat lihat kanan dan kiri, tiba-tiba..
BRUKKK
Zain menabrak dua orang perempuan dihadapan nya.
"Astagfirullah."
"Astagfirullah."
Ucap Zain bersamaan dengan satu perempuan dihadapan nya. Sedangkan perempuan satunya lagi sibuk membereskan beberapa MAP yang terjatuh berserakan dilantai.
"Kak Zain."
"Zaira."
Lagi dan lagi secara bersamaan, keduanya saling menatap dalam beberapa detik, hingga akhirnya tersadar dan saling menunduk.
"Maafkan saya za, saya tidak sengaja menabrak kamu," ucap Zain.
"Gapapa kak, ini salah zaira juga."
Sedangkan Anisa, ia segera berdiri setelah membereskan semuanya.
"Maafkan saya mba, gara-gara saya MAP yang kamu bawa berantakan," Anisa menoleh kearah Zain seraya tersenyum tipis.
"It's okai pak, lagi pula gapapa."
"Syukurlah, kalau begitu saya pamit," Zain membungkukkan sedikit badannya.
"Zaira, saya duluan. Assalamu'alaikum," ucapnya kemudian melenggang pergi dari sana.
"Wa'alaikumussalam Warahmatullah,"
Zaira dan Anisa sama-sama melihat kepergian Zain. Dari belakang aja, Zain sudah terlihat tampan.
"Bentar-bentar, kok aku kaya familiar ya sama itu orang," Anisa menatap Zaira yang kini tengah menunduk seraya menyembunyikan senyumnya.
"Ooo Masya Allah, ternyata bener kan. Cowo yang waktu itu, yang plot twist nya itu, sekarang calonnya sahabat sendiri," ucap Anisa seraya tersenyum mengejek kearah Zaira.