Caraka sama sekali tak berniat untuk bermain lembut, menatap wajah istri keduanya ini selalu mengingatkannya akan fakta bahwa dia seorang jalang yang hanya menjual diri.
Hal itu makin membuatnya bergerak kasar sesuka hati untuk memuaskan hasratnya yang sudah lama terabaikan. Caraka terus menjilat dan menggigit di sepanjang leher putih yang sudah merah sedari tadi. Ashana tersentak kaget ketika tanpa aba-aba tangan Caraka sudah mulai menggali tubuh bagian bawahnya. Caraka dengan liar terus mendorong jari-jarinya masuk ke dalam dirinya. Tubuh Ashana menggigil karena kesakitan, tapi sama sekali tak berupaya menolak, ia melebarkan kakinya sesuai perintah Caraka.
"Itu sakit" desisnya karena dorongan yang terlalu kuat.
"Jangan meminta saya bermain lembut, saya yakin kau sudah professional dalam melayani pria" ejeknya yang mengabaikan kata-kata sakit itu. Caraka justru memasukkan jarinya lebih dalam.
"Pak...ah sangat sakit" desis Ashana lagi yang mendongak karena tak bisa bergerak.
Keningnya mengerut saat merasakan dinding yang terlalu rapat itu, "Ini sangat ketat, sudah berapa lama tubuh ini tidak di masuki, hah?" ucapnya yang kemudian menjilat daun telinga Ashana seolah-seolah menenangkan.
Percuma memohon, Ashana memejamkan matanya menahan perasaan asing itu, Caraka menyentuh tiap sudut di dalam dirinya seolah mencari titik tertentu yang bisa merangsang Ashana.
"Ah" tubuh Ashana tersentak yang membuat Caraka tersenyum puas, ia menemukannya.
"Apakah di sini?" tanya nya menekan jarinya lebih kuat lagi. Ashana hanya bisa menggeliat untuk merespon pertanyaan itu.
Saat getaran makin kuat di tubuh Ashana, Caraka menyadari tangannya menjadi basah. Selesai dengan foreplay, Caraka langsung membawa Ashana keluar dari kamar mandi. Ia tak tahan lagi, tubuhnya di bawah sana sudah mengeras sejak tadi.
Caraka dengan kasar membaringkan Ashana di atas ranjang dengan keadaan kaki terbuka lebar, memaksa Caraka untuk buru-buru menanggalkan pakaiannya, memperlihatkan fisik sempurna dengan otot terpahat rapi serta kejantanan yang berdiri tegak, Caraka maju menaiki wanita yang sudah telanjang itu.
Ashana sedikit kaget tapi efek obat itu sama sekali tak bisa membuatnya berpaling, tapi pikirannya kacau, matanya mengerjap ia tak pernah membayangkan akan melihat tubuh pria telanjang bulat seperti ini.
Tanpa menunggu lagi Caraka dengan spontan menarik pergelangan kakinya, mendekatkannya ke depan kejantanannya. Ashana mengangkat bahunya karena kaget, Caraka terkekeh melihat reaksi itu.
Ia menyeringai, "Ingat, ini kamu yang minta. Jangan salahkan jika saya berbuat kasar" ucapnya setengah hati.
Mencoba memposisikan diri untuk segera memasuki adegan panas mereka. Tanpa aba-aba Caraka langsung menghujam masuk tanpa mempedulikan Ashana yang mungkin kesakitan. Ashana mencengkeram bahunya lebih erat saat rasa sakit datang seolah membelah tubuhnya.
"Akhhh" pekik Ashana karena rasa sakit yang mendera hebat di pangkal pahanya. Ini sakit luar biasa saat Caraka menusuk ke dalam dirinya.
Walaupun sudah melakukan foreplay, tetap saja dia virgin tubuhnya belum pernah menerima benda seperti itu. Perasaan panas dan besar memenuhi perutnya, Ashana memalingkan kepalanya kesamping, menggigit bibirnya menahan sakit.
Merasakan sempit dan ketatnya lubang itu, Caraka memejamkan matanya, mengerang rendah saat kejantanannya terjepit oleh hangatnya lubang milik Ashana. Ia menjilat bibirnya merasakan kenikmatan itu.
Saat ia membuka matanya kembali, matanya melebar melihat noda darah di penyatuan tubuh mereka. Dengan tergesa matanya segera menatap wajah kesakitan Ashana yang di penuhi air mata. Wanita ini masih perawan? dan dia pria pertama untuk wanita yang sudah menjadi istrinya ini?
"Kau...kau masih perawan?" tanyanya gugup.
"Bagaimana mungkin kau masih perawan?" tanyanya linglung sejenak. Mendengar itu, Ashana langsung menahan napasnya karena sakit, "Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku tidak perawan" balas Ashana membuat Caraka tertegun ditempatnya.
"Tapi bukankah kau seorang jalang? Kau menjual diri tapi kau masih perawan?" tanya nya makin bingung sendiri tak bisa memahami kondisi baru ini.
Ashana susah payah menjawab, "Aku bukan jalang, anda yang terus menanamkan kalimat itu pada pikiran anda sendiri"
Caraka diam tak bergerak, debaran jantungnya makin memompa. Ia salah mengira selama ini jika wanita yang di nikahinya ini seorang jalang. Rasa bersalah mulai menyelimuti ketika ingatan tentang perkataan buruknya kepada wanita ini muncul tiba-tiba di kepalanya.
"Lalu kenapa kau menjual diri? Hanya demi uang?" tanya Caraka yang masih ingin tau lebih banyak. Tapi Ashana hanya diam masih berusaha beradaptasi dengan tubuhnya.
Melihat itu, Caraka langsung menurunkan kepalanya, dorongan untuk menenangkan wajah kesakitan itu muncul terlalu besar. Caraka mulai mengecup pelan bibir, pipi hingga pelipis Ashana mencoba mengalihkan rasa sakti itu.
"Sakit..." lirih Ashana masih menangis. Caraka langsung menjilati air mata itu, mengelus pelan surai Ashana, "Tahan sebentar, nanti tidak akan sakit lagi" bujuknya pelan, nadanya berubah jauh lebih lembut dari sebelumnya. Walaupun ia merasa bersalah tapi hasratnya untuk memiliki tubuh ini justru melambung tinggi.
Ini juga pengalaman pertama untuk Caraka mengambil keperawanan wanita, karena dengan Bellanca istrinya itu sudah tak perawan lagi ketika mereka tidur untuk pertama kali.
Sebenarnya Caraka sama sekali tak mempermasalahkan hal itu. Tapi ketika merasakannya seperti sekarang, ada perasaan senang dan bangga yang ia rasakan ketika menerobos keperawanan Ashana.
Matanya kembali terpejam menikmati sensasi baru yang ia rasakan, rasanya sungguh berbeda dari Bellanca. Kenikmatannya membuat napasnya tercekat bukan main. Caraka menyembunyikan wajah nya di leher Ashana, menghirup dalam aroma manis itu. Sepertinya ia mulai candu dan akan sulit mengontrol dirinya malam ini.
Caraka memeluk Ashana makin erat, membiarkan wanita itu mengatur napasnya di tengah rasa sakit. Melihat tetesan air mata menggantung di bulu mata hitamnya Caraka langsung mencium kelopak mata itu lagi. Menelusuri alisnya seringan bulu, batang hidungnya, mengecup bibirnya yang terbuka kecil. Kemudian ia mengangkat pandangannya mulai menyusuri garis dagunya, lalu turun di sepanjang leher dengan semu merah, tulang selangka, lengan putih yang ramping, pergelangan tangan hingga matanya berhenti pada jari-jarinya yang mengepal pada sprei.
Tangan putih ramping itu menonjol dengan tulangnya karena kepalannya yang kuat, jemari besar Caraka langsung tumpang tindih, membelai sepanjang garis tulang di jarinya. Hingga tangannya perlahan menggantikan sprei, merematnya.
Caraka meraih pinggangnya dan mendorong pinggulnya, memaju mundurkan batang miliknya. Ashana mendesah saat tangan besar Caraka segera meremas sepasang gundukannya sementara bibir pria itu kembali menciumi lehernya. Ashana tersentak dengan berbagai godaan ditubuhnya, gairah mulai mengambil alih rasa sakitnya saat Caraka mulai mencubit pelan putingnya dengan gerakan pinggulnya yang mulai menyentakkan dengan cepat.
"Hah"
Gerakan Caraka berubah kasar saat tubuh mereka mulai mengerjar kenikmatan. Caraka mencium bibir Ashana singkat, "Sepertinya malam ini akan panjang, saya tidak akan berhenti meski kau menangis. Jadi jangan sia-sia kan air matamu dan tahan saja, hm?" ucapnya makin membuat panas menguar di kamar itu.
Ashana yang mulai sudah tenang itu hanya mengangguk tanpa bersuara yang segera menimbulkan senyum kemenangan di wajah Caraka. Menatap wajah cantik yang terkesan sexy dengan balutan keringat tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahim 1 Miliar
RomanceCerita ini mengandung unsur 21+ ya. Ashana Fazaira, kehilangan Ayahnya dan sekarang Ibunya jatuh sakit hingga harus di operasi. Ia tak memiliki apapun lagi untuk jual, hingga pikiran buruk datang membuatnya datang ke club menjual diri. Wanita canti...