39. Namanya Ashana

35.4K 1.6K 68
                                    

Diantara sibuknya pekerjaan kantor di Daniswira Group. Ashana justru memegang kalungnya dengan senyum indah yang terus terukir sedari tadi. Bahkan Ava yang menatapnya sedari tadi dari meja kerjanya tak bisa tak merasa heran.

Memandang keluar ke arah langit, cuacanya hari ini memang sangat bagus apa hal itu yang mempengaruhi perubahan mood temannya itu?

Mulutnya geli untuk bertanya, tapi ia bersyukur bisa melihat senyum senang itu kembali terukir. Sudah sangat lama ia tak melihat Ashana senang seperti itu. Bisa di bilang sangat jarang temannya ini tersenyum ceria seperti itu semenjak kepergian Ayahnya. Jadi Ava memutuskan tak berniat menganggu, ia akan membiarkan Ashana menikmati perasaan bahagia itu lagi. Agar ia tak lupa bahwa bahagia itu ada di hidup setiap orang.

Ashana melamun lagi, entah sudah yang keberapa kali ia memikirkan suasana sarapan pagi tadi yang sangat membuatnya bahagia. Ia sudah lama tak merasakan perasaan ini, perasaan hangat yang nyaman di meja makan. Apa perasaannya benar mengatakan jika Caraka sedikit berubah akhir-akhir ini? Pria itu tak lagi menatapnya dengan tatapan tak suka atau pun tatapan jijik. Belum lagi perlakuan pria itu padanya juga terbilang lebih bersahabat dan lembut.

Pipinya memerah seketika, Ashana langsung menenggelamkan wajahnya di atas meja, merasa malu sendiri.

Apa mungkin Caraka mulai bisa menerima dirinya?

Ashana sungguh berharap bahwa jawaban pertanyaan itu kata iya.

************

Sedangkan Caraka yang melangkah dengan langkah berat setelah keluar dari ruangan rapat, langsung menghubungi Bellanca detik itu juga. Ia tak sempat pulang ke rumah karena harus pergi ke perusahaan. Bahkan pesan Bellanca pun tak sempat ia balas.

Memasuki ruangan luas yang memberikan oksigen berlebih itu, membuat Caraka sedikit merasa lega. Penatnya dari ruang rapat sedikit berkurang. Dan detik ketika ia memasuki ruangannya, panggilan itu segera terhubung.

"Darl" panggil Bellanca dari seberang yang masih mampu menimbulkan senyum di wajah Caraka. Menempelkan hp hitam itu ke telinga dan bahunya, Caraka bergegas membuka jas luarnya.

"Kenapa pesan aku nggak kamu balas dari tadi? Kamu tau nggak kalau aku nungguin kamu dari tadi?" tanya Bellanca dengan suara lebih manja dari biasanya. Caraka tau jika istrinya ini sedang kesal padanya saat ini.

Caraka mengambil duduk di kursi kerjanya. Dengan nada bersalah ia mulai menjelaskan, "Sorry Darl, aku nggak bisa pulang karena ada rapat penting pagi ini di kantor yang nggak bisa aku tinggalin. Bukannya kamu lagi syuting? Kapan kamu pulang?" tanya Caraka yang melakukan loudspeaker dan mulai membuka lembaran dokumen di depannya. Pekerjaannya tidak ada sudah-sudahnya.

Keheningan membentang sejenak, Bellanca berhenti bersuara.

Tak mendapat jawaban, Caraka memanggil lagi, "Darl?"

"Iya, aku kira kamu lagi bareng wanita itu sampai lupa sama aku, ternyata karena ada meeting" ucap Bellanca yang langsung membuat Caraka berhenti bergerak membuka lembaran dokumen itu.

Benar adanya bahwa pagi ini ada meeting penting, dan benar juga bahwa ia menghabiskan waktu dengan Ashana sehingga tak sempat membalas pesan Bellanca.

Caraka diam tak menjawab lagi. Lebih tepatnya ia tak tau harus merespon bagaimana perkataan itu.

"Darl, kamu nggak mungkin ngelupain aku kan, cuma karena bersama wanita itu beberapa hari ini?" pertanyaan sederhana Bellanca berhasil menyudutkan Caraka.

Pria itu langsung melirik hpnya, ia ragu untuk menjawab apa. Tak ada pilihan jawaban yang ia rasa berakhir baik.

"Darl?" Desak Bellanca agar Caraka memberikan jawaban.

Caraka terbatuk sejenak, "Ya, nggak mungkin lah" lirihnya beberapa saat sebelum akhirnya ia sadar jika ia memilih berbohong pada Bellanca. Untuk pertama kalinya Caraka berbohong pada istrinya itu, setelah 6 tahun pernikahan mereka. Kenapa ia bisa berbohong? Tanya nya tak habis pikir.

Caraka terdiam mencoba mencari alasannya, kenapa ia tak berkata jujur saja? toh Bellanca yang memaksanya untuk menghabiskan waktu dengan Ashana. Awalnya semua ini sama sekali bukan keinginan Caraka, Bellanca lah yang memaksanya untuk melakukan pendekatan pada Ashana, memaksanya untuk tidur dengan wanita itu. Tapi kenapa ia menyembunyikan kebersamaannya dengan Ashana?

"Oh baguslah" nada senang keluar dari mulut Bellanca.

"Sebenarnya sih aku juga tau kamu nggak mungkin bakal mau menghabiskan waktu bersama wanita itu. Dia bukan tipe kamu sama sekali, udah miskin, bodoh juga dan jangan lupa dia juga menjual diri demi uang, siapa yang..."

Caraka langsung menghempaskan dokumen di tangannya begitu saja, "Bellanca!" tekannya dengan nada dingin tak suka membuat suara Bellanca berhenti seketika.

"Namanya Ashana" ucapnya kemudian yang merasa risih dengan panggilan 'wanita itu' yang terus ditujukan untuk Ashana. Belum lagi kata menjual diri itu terdengar amat buruk untuk di sandang oleh istri kedua nya. Ia tak ingin mendengar kata kasar itu lagi.

Tak ada yang berbicara setelah itu, Caraka diam begitu juga dengan Bellanca. Perkataan spontan itu membuat Caraka terdiam, apa benar ia berkata begitu? Pertama kalinya ia bertindak tanpa berpikir dahulu. Tapi Caraka yang paling tau, jika Ashana wanita baik-baik, masih perawan dan dia laki-laki pertama untuk wanita itu. Jadi kata menjual diri sangat tidak di sukai Caraka.

Ia juga sadar tanpa sengaja nada suaranya menaik tanpa ia sadari. Dan sekarang ia baru terpikir mungkin saja Bellanca tersinggung, karena ia memotong perkataan wanita itu tiba-tiba. Perasaan bersalah menggerogoti segera, ia tak bermaksud demikian.

Baru saja Caraka ingin membuka mulutnya untuk menjelaskan, suara dari pintu ruangannya menghentikan mulutnya. Aden masuk dengan membawa berkas-berkas hasil rapat tadi.

Melihat itu, Caraka tau ia harus menyelesaikan dokumen ini sesegera mungkin. Itu artinya juga ia harus menutup panggilan mereka. "Bell, aku tutup" ucapnya sebelum mematikan panggilan itu.

"Haah" helaan napas panjang keluar dari mulut Caraka.

Sebenarnya apa yang terjadi padanya?

**

Di depan perusahaan besar Daniswira Group, Ashana berdiri diam di loby. Pagi berganti siang dan berakhir dengan sore hingga semua karyawan tergesa segera pulang.

Sore pun sudah di tutup dengan malam gelap, tapi tak ada tanda-tanda Caraka akan muncul. Ashana terdiam, apa mungkin pria ini tak akan pulang ke apartemen? Ah, dia lupa Caraka pasti menghabiskan waktu dengan Bellanca.

Seketika ia merasa bodoh karena berinisiatif menunggu dengan penuh harap, hanya karena mereka berangkat tadi pagi bersama. Padahal pria itu juga tak memintanya menunggu.

Mengumpulkan kesadarannya, Ashana segera memilih untuk pulang. Berjalan gontai di area taman apartemennya yang sepi dengan kolam air yang masih saja indah untuk di nikmati.

Ashana memilih berlama-lama menjelajahi taman ini, menghirup udara malam mungkin bisa menjernihkan pikirannya.

Sibuk dengan lamunannya, hingga ia tak sadar jika sebuah mobil mendekat padanya dari arah belakang. Sorot tajam lampu mobil membuat Ashana sadar akan bahaya dan segera menghindar, tergesa-gesa hingga ia terjatuh ke lantai taman. Ashana meringis mendapati tangannya tertusuk kerikil kecil disana.

Menoleh, matanya melebar melihat penampakan mobil tersebut dengan lampu yang masih menyala terang, hingga seorang perempuan keluar dengan gaya anggunnya.

Bellanca keluar dari mobil yang ia berhentikan tak jauh dari Ashana. Melangkah dengan gaya angkuhnya seperti biasa, kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya tak menyulitkan Ashana untuk mengenali wajah itu.

"Bu Bellanca" panggilnya pelan yang langsung segera berdiri.

.
.
.

Wah wah perang nih

Jangan lupa vote dan komennya readers

Rahim 1 Miliar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang