Lagi-lagi untuk hari ini Caraka menyerangnya. Menyudutkan tubuhnya ke dinding, menciumi semua isi mulutnya, menjilatinya dengan tangan yang sudah meraba kemana-mana. Kulit nya yang terbuka akibat dress pendek itu sangat di manfaatkan oleh Caraka, tangannya bergerak liar dari punggung, pinggang hingga ke paha Ashana.
Ashana memejamkan mata merasakan itu, mendesah pelan dengan menggigit bibir bawahnya agar tak terlalu berisik. Ia harus ingat bahwa ini tempat umum, bukan tempat seharusnya bagi mereka melakukan hal seperti ini.
Mau bagaimana pun pikiran nya, tubuhnya sama sekali tak mendengarkan. Ia justru kembali terhanyut dalam perasaan menggelitik ini. Tubuhnya sama sekali tak ingin menghindar, malah semakin merapat ke arah Caraka.
"Ah" Gerakan bibir Caraka di lehernya membuatnya merinding, entah sudah ke berapa kali Caraka menyedot kuat kulitnya, ia yakin bercak merah sudah banyak terukir di sana.
dengan napas pendek yang tak teratur Ashana menempel pada tubuh kokoh itu, tangannya mencengkram kuat bahu Caraka. Kepalanya tersandar di bahu pria itu, mendesah pelan. Caraka sibuk menjilati leher, mengecup beberapa kali pipi merah itu, hingga menggigit gemas daun telinga Ashana.
"Aku kesulitan menyentuh mu" adunya yang di balas desah pendek oleh Ashana. Kesulitan? bukannya dari tadi ia dengan leluasa menyentuhnya di mana-mana?
Memberikan jawaban Caraka langsung menyentuh pantat Ashana, mengangkat tubuh itu hingga kepalanya tepat di depan dada Ashana.
Tak menunggu lagi Caraka langsung menyentuh payudara Ashana yang terbuka itu dengan lidahnya. Membenamkan wajahnya, menjilati, menggigit hingga menyedot kuat dengan bibirnya. Kepala Ashana mkin pusing di buatnya, memilih melingkarkan kakinya lebih erat.
"Hah" saat desah itu makin terdengar kuat dari Caraka, pria itu segera menarik diri. Menyatukan dahi mereka dengan napas saling beradu. Lalu entah kenapa dengan perlahan menurunkan tubuh Ashana kembali.
Caraka membelai pipi Ashana yang terasa panas di ujung jarinya, "Kamu pasti lelah, maaf aku akan menahan diri" tulusnya. Ashana langsung mengangkat pandangannya, tak menyangka jika pria ini cukup peka juga. Tapi anehnya Ashana justru merasa tak rela, panas di tubuhnya membuatnya pusing, tapi pria ini malah mengucapkan maaf.
Entahlah Ashana harus bersyukur atau tidak dengan itu. Karena tepat setelahnya, Caraka menjauhkan diri, dahi mereka tak lagi bersentuhan. Perasaan kehilangan langsung menyeruak di dadanya. Apa ia mulai nyaman dengan kehadiran pria itu? Ashana mengepalkan tangannya di dada.
"Ganti pakaian mu lagi, masih ada tempat yang harus kita kunjungi" ucap Caraka yang kemudian entah kenapa terasa terburu-buru bergegas keluar dari ruang ganti itu. Saat itu, mata Ashana langsung tertegun. Kulit belakang leher Caraka merah, apa ia yang salah lihat?
Sedangkan Caraka yang berhasil keluar dari ruangan sempit itu langsung mengusap wajahnya, keringat tipis muncul di dahinya, "Ck, haruskah kami segera pulang saja?" makinya. Tapi apa yang akan di pikirkan Ashana jika ia berubah pikiran secepat itu. Padahal ia tadi yang mengatakan akan menahan diri.
Merasa jengkel Caraka memilih berkacak pinggang dengan satu tangan mengipas-ngipas lehernya, merasa sangat gerah berharap panas ini bisa hilang detik itu juga.
Karyawan pria tadi yang di usir oleh Caraka masuk ke ruangan itu dengan wajah senang, lalu berubah mengernyitkan alisnya ketika menatap gerakan Caraka yang gelisah. Mendekat dengan pelan, "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya nya ramah.
Mendengar itu, Caraka yang tadinya tak fokus langsung menoleh, "Udaranya terlalu panas" jawabnya singkat entah memang berniat menjawab atau asal saja. Karyawan pria itu langsung berpikir keras, padahal ini ruang VIP dengan fasilitas AC berkualitas tinggi. Bagaimana mungkin terasa panas?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahim 1 Miliar
Roman d'amourCerita ini mengandung unsur 21+ ya. Ashana Fazaira, kehilangan Ayahnya dan sekarang Ibunya jatuh sakit hingga harus di operasi. Ia tak memiliki apapun lagi untuk jual, hingga pikiran buruk datang membuatnya datang ke club menjual diri. Wanita canti...