19. After 🔞

119K 1.6K 16
                                    

Ashana mendesah dengan mendongakkan kepalanya ketika Caraka bergerak dengan ahli menggerakkan pinggulnya memutar. Dorongannya berirama cepat saat lubang itu sudah menjadi licin dan terasa basah di kulitnya.

Fakta bahwa wanita di bawahnya ini bukan seorang jalang yang menjajakan diri, bahkan tubuh yang beraroma manis ini masih virgin dan dirinyalah pria pertama yang menjamah, dorongan dalam tubuh Caraka langsung memaksanya untuk memiliki, memaksa untuk meninggalkan tanda kepemilikannya di setiap kulit yang ia sentuh.

"Ah" tubuh Ashana tersentak-sentak menerima dorongan Caraka yang terus memompa tubuhnya. Perasaan asing dan sakit sudah lama berubah menjadi kesenangan. Ashana terus berteriak pelan dengan napas pendeknya.

Suara daging beradu memenuhi kamar di lantai 2 itu. Ashana tertegun saat merasakan sesuatu mulai membesar dalam dirinya, perutnya terasa sesak dan penuh. Belum lagi sensasi aneh yang hangat seperti menyembur dalam dirinya.

Erangan pelan Caraka membuatnya bergerak gelisah, tapi kedua tangan kekar itu langsung membungkus dirinya, merapatkan tubuh mereka.

"Diam" Caraka menggeram pelan di telingannya. Suara rendah dengan serak nafsu itu membuat Ashana diam. Caraka menggeram kembali seraya memajukan pinggulnya lebih dalam dan saat itu Ashana bisa merasakan perasaan panas mulai mengisi perutnya.

*.:.*.:.*

Sinar mentari dengan lancang memasuki kamar memberikan resah pada mata yang tertutup di atas ranjang. Ashana yang merasa terganggu, menarik pelan selimut untuk menutupi wajahnya. Rasa kantuknya masih dengan hebat merajai, ia tak berniat untuk bangun sebentar saja.

Baru mulai menggerakkan tangannya, rasa lelah langsung mendera. Ia sama sekali tak bertenaga, bahkan untuk menarik selimut saja terasa sulit. Selimut itu sama sekali tak bergerak.

Merasa jengah, Ashana memaksa matanya untuk terbuka menatap selimut itu. Ia tau penyebab kenapa selimut itu tak berpindah sedikit saja, karena tangan kekar dengan urat menonjol yang ada di atas badannya menekan selimut itu.

Melihat tangan yang sudah pasti bukan miliknya, ingatan semalam berputar di kepalanya. Matanya melebar mendapati kenyataan ia sudah tidak perawan lagi. Tubuhnya bergetar seakan fakta jika ia menjual diri sudah melekat sekarang di dirinya.

"Kau sudah bangun?" suara itu milik Caraka yang berada di belakangnya. Tapi Ashana masih tak bergerak. Ia masih kalut memikirkan kenyataan itu.

Melihat itu, Caraka sedikit mengangkat tubuhnya menatap wajah Ashana yang tampak pucat. Gerakannya langsung membuat selimut itu terbuka memperlihatkan punggung Ashana dengan banyaknya tanda yang ia buat. Caraka meringis melihat itu, ia seakan sadar seberapa brutal ia semalam.

"Apa ada yang sakit?" tanya nya lagi merasa sedikit bersalah walaupun dominan di isi rasa senang luar biasa.

"Kau tampak pucat, apa kau masih merasakan sakit?" tanya Caraka lagi karena tak mendapat jawaban sama sekali. Tangannya refleks akan terulur ingin menyentuh dahi Ashana, tapi Ashana segera menarik dirinya menjauh. Ia menolak untuk berdekatan dengan pria ini, bahkan untuk menatap saja ia tak sanggup.

"Sebaiknya anda pergi sekarang" ucapnya pelan tapi masih bisa di dengar Caraka dengan baik. "Apa yang kau bicarakan?" Caraka tampak tak senang mendengarnya.

Memang ia sebrengsek apa sampai harus meninggalkan istrinya yang baru saja ia tiduri dengan ganas begitu saja? Ia tak mungkin melakukan hal itu. Terlebih Caraka sangat ingat bahwa wanita ini lah yang merayunya. Kenapa sekarang malah terlihat seperti wanita ini di paksa untuk berhubungan intim?

Ashana sama sekali tak melihat Caraka, ia masih memunggungi pria itu, "Anda sudah meniduri saya. Seperti perkataan anda semalam, anda akan membuang saya setelahnya, jadi silahkan anda pergi sekarang"

Caraka mengernyitkan alisnya, kenapa tiba-tiba wanita ini membahas hal itu. Perkataannya itu ia ucapkan karena sebelumnya menduga jika Ashana seorang jalang. Tapi kenyataannya tidak, seharusnya perkataan itu tak berlaku lagi. Kenapa perlakuan wanita ini berubah begitu cepat, kemarin ia terus patuh pada sifat kasar dan tak sabar dirinya. Bahkan ia terus mendesah di bawahnya. Apa bisa secepat itu berubah?

"Omong kosong apa yang kamu bicarakan. Bangunlah setelah itu kita sarapan" ucap Caraka mengalah berusaha mengabaikan perkataan Ashana dengan memilih bangun dari tempat tidur. Mungkin wanita ini masih terguncang karena kemarin adalah pengalam pertama nya. Caraka berusaha berpikir positif.

Tapi Ashana tak berhenti, "Apa anda lupa dengan istri tercinta anda. Untuk apa anda menghabiskan waktu di sini? saya hanya seorang jalang bagi anda, wanita yang menjual diri. Jadi lebih baik anda..."

"Ashana!" bentak Caraka dengan urat menonjol hebat di rahangnya, nada tinggi itu langsung membuat Ashana terdiam. Caraka menatap punggung rapuh itu yang mulai gemetar, ia yakin wanita ini pasti sedang menangis sekarang. Ia mati-matian menahan emosinya agar tak melempar barang yang bisa membuat wanita itu makin takut.

Ia sudah berusaha bersikap baik, tapi wanita ini malah sengaja memancing emosinya.

"Bagus jika kau sadar diri, bangun dan makan sarapanmu. Jangan salah paham, saya berkata demikian agar tubuh mu itu layak untuk mengandung anak saya. Lagi pula sebagai wanita yang menjual diri, kau harus menjaga tubuhmu itu karena hanya itu yang bisa dinikmati" ucap Caraka yang kemudian dengan paksa memakai pakaian kemarin dan keluar dari kamar seraya membanting pintu dengan keras.

Brak

Mata Ashana yang mengembun dari tadi langsung luruh, ia meremas selimut di tubuhnya, membenamkan wajahnya di bantal. Harga dirinya hancur berkeping-keping, ia tak tau kenapa ia bisa bertindak gila seperti semalam. Merayu Caraka lebih dulu, ia benar-benar merasa sebutan jalang sangat cocok untuk dirinya. Ashana meremas lengannya dengan kasar seolah jijik dengan dirinya sendiri. Identitas menjual diri terasa mencekik di tenggorokannya.

Tak hanya tubuhnya, bahkan kini hatinya mulai sakit berdenyut tanpa henti.
.
.
.
.
.

Sesuai janji ya 2 chapter

Rahim 1 Miliar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang