32. Mulai Nyaman

42.8K 1.5K 38
                                    

Ashana mengerjap perlahan, matanya berkedip berkali-kali ketika tubuhnya terasa lelah saat ia bergerak. Ruangan ini remang, dan hangatnya selimut yang menyelimutinya, makin membuatnya tak ingin beranjak.

Ketika ingatan terakhir tentang perbuatannya dengan Caraka terlintas, ia segera terduduk. Saat itu selimut putih itu meluruh dari badannya. Ah, dia telanjang, Ashana langsung menarik selimut itu kembali, menutupi bagian atas tubuhnya.

Melihat sekitar, ia di ranjang, tunggu kenapa bisa ia ada disini?
"Kemana Caraka?"

Pikirannya linglung sejenak, dan kemudian matanya melebar saat mengingat kata bekerja. Lalu bagaimana dengan pekerjaannya? Ingin beranjak dari kasur empuk itu tapi matanya tak menemukan pakaian kerjanya.

"Pakaianku? Ada dimana?" Kepalanya menoleh ke kiri kanan, mencari.

Kemana perginya pakaiannya?
Dengan terpaksa Ashana segera membawa selimut itu untuk berdiri. Ia bergerak membuka gorden, agar lebih leluasa meneliti tempat ini.

Bukannya mendapatkan cahaya, matanya melebar ketika melihat pemandangan luar yang berubah gelap dengan lampu gedung menyala, "Jam berapa ini?" lirihnya tak percaya.

"7 malam" suara dari arah belakang membuatnya berbalik dengan kaget.

Tepat ketika itu, Caraka bersandar di pintu, menatap dirinya. Ketika melihat wajah kaget Ashana, ia segera melangkah mendekat dengan menenteng paper bag.

"Pakailah setelah itu kita pulang" ucapnya mendekati Ashana lalu mengulurkan paper bag itu.

Ashana linglung sejenak, responnya terasa lambat.

Caraka langsung mengulurkan tangan menyentuh puncak kepala Ashana. Ia tersenyum kecil, "Apa yang kamu pikirkan?"

"Tak ingin pulang? atau kita tidur di sini saja?" tawar Caraka yang langsung membuat Ashana sadar, segera mengambil paper bag itu.

Ashana menguasai diri kembali, itu artinya mereka.masih ada di gedung perusahaan.

"Tidak, aku akan pulang" ucapnya cepat ingin pergi dari hadapan Caraka. Ia tiba-tiba saja merasa malu menatap wajah pria itu.

Seakan memori tadi siang berputar secara otomatis, bagaimana lembutnya Caraka memperlakukannya terus teringat, gerakan pria itu yang lembut membelai setiap kulit tubuhnya menghantarkan rangsangan panas ke pipinya.

Karena itu ia harus pergi secepatnya, ia tak ingin menunjukkan hal ini pada Caraka.

Tapi Caraka sudah lebih dulu menahan selimut itu, memegang ujungnya menahan gerakan Ashana.

Dengan nada jahil, ia menarik pelan selimut yang melilit tubuh Ashana. "Kenapa kamu membawa selimut ke kamar mandi?" tanyanya.

"Lepaskan" ucapnya lagi.

Ashana langsung menahan selimut itu kuat. Ia menggeleng, "Kamu yang lepaskan, aku ingin ke kamar mandi" ucap Ashana tak sabaran.

Ia takut kalau-kalau Caraka menarik selimut itu.

"Karena kamu akan ke kamar mandi makanya lepaskan, selimutnya bisa basah" ucap Caraka tak mau kalah.

Ashana langsung diam, ada benarnya juga yang di katakan Caraka. Tapi ia tak mungkin melepas selimut ini, ia tak memakai apapun. Ia tak mungkin telanjang di hadapan pria ini.

Kalau begitu lebih baik selimutnya basah.

"Aku tidak mau" tolaknya yang menarik selimut itu dari tangan Caraka.

Melihat penolakan itu malah semakin membuat Caraka ingin menjahili, "Kenapa tidak mau? memangnya selimut ini milikmu? kamu tidak lupa kan, ini milikku"

Ashana langsung kehabisan kata-kata. Ia membuka bibirnya tapi tak bisa memilih kata yang tepat.

Ia jadi merengut karena kalah.
Melihat itu Caraka tersenyum tipis, ia merasa senang melihat raut ngambek wanita ini.

"Sekarang lepaskan" ucap jahil Caraka lagi.

Demi harga dirinya, Ashana langsung berteriak nyaring, "Aku tidak mau, dasar pria pelit!!"

Setelahnya ia langsung menarik kuat selimut itu dari tangan Caraka, tanpa memperhatikan jika teriakannya membuat Caraka kaget sehingga lengah untuk memegang selimut itu.

Brak

Ashana terjatuh ke belakang. Sebagai upaya terakhir, Caraka hanya bisa menggapai lengan wanita itu. Menariknya agar tak jatuh.

Berhasil, Ashana selamat dari tragedi.

Tapi yang jadi masalah adalah selimut itu terjatuh seluruhnya dari badan Ashana, menyisakan pemandangan memalukan bagi wanita itu.

Caraka yang masih memegang tangan Ashana tak bisa menahan matanya untuk tak menjelajahi tubuh telanjang hidapan nya.

Melihat itu wajah Ashana langsung memerah hingga leher.

"CARAKA" teriaknya.

**

Malam ini gelap dengan jalanan yang ramai seperti biasa. Keriuhan di jalanan yang di lalui mobil Caraka itu berbeda jauh dengan suasana di dalam mobil.

Kedua manusia itu tampak canggung, Ashana lebih memilih menatap ke arah luar, sedangkan Caraka berulang kali melirik wanita itu.

"Masih marah?" tanya Caraka tak lagi bisa menahan mulutnya tak bicara.

Setelah berganti baju hingga sekarang, Ashana tak berbicara walaupun satu kata padanya. Wanita ini masih marah padanya akibat kejadian tadi.
Padahal tak ada niat Caraka sama sekali untuk menarik selimut itu. Ia hanya bercanda saja.

"Ashana, kamu masih marah?" tanyanya yang membuat Ashana mendengus jengkel, sudah jelas ia marah kenapa masih bertanya. Malahan pertanyaan itu makin membuat kesal.

Caraka segera memutar otaknya, "Bagaimana jika kita makan di luar? kamu lapar kan?" tanyanya yang masih tak di jawab Ashana.

"Hm, atau kita pergi belanja? sebagai ganti pakaian kamu yang aku robek tadi siang" ucapan itu membuat Ashana menoleh. "Nggak usah di bahas" ucapnya.

Caraka mengerjap, setelah melihat rona merah di wajah Ashana, Caraka langsung tau jawabannya. Wanita ini malu, kenapa istrinya ini mudah sekali merasa malu?

Caraka berdehem, pura-pura tak tau, "kenapa? aku cuma membahas soal pakaian bukan membahas soal adegan percintaan kita..."

"Caraka" pekik Ashana yang langsung membuat Caraka tertawa. Tangannya langsung terulur ke pipi Ashana, merasakan perasaan hangat di pipi itu.

"Sepertinya kamu sudah terbiasa ya"

"Hah?" ucapan tiba-tiba Caraka tak bisa di pahami Ashana.

Caraka menoleh singkat dengan tangan yang makin membelai pipi itu. "Kamu jadi sering memanggil namaku" ucapnya tersenyum yang membuat Ashana tertegun.

Benar juga, biasanya ia akan bicara formal pada pria ini. Tapi sekarang tampaknya ia sudah mulai merasa nyaman di dekat pria ini. Semoga saja sikap Caraka tidak berubah-ubah.

Melihat wajah kaget dengan mata bulat itu, Caraka terkekeh lagi, sepertinya ia jadi mudah tertawa sekarang.

"Mari kita pergi belanja" putusnya yang langsung membelokkan mobil ke mall terdekat tanpa menunggu persetujuan Ashana.
.
.
.


Lagi anget" nya hubungan Caraka sama Ashana nih, sebelum ketahuan Bellanca ya, hehe.

Terima kasih untuk yang udah follow author:)


Trims,

Rahim 1 Miliar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang