Setelah Bian keluar dari rumah sakit, pria itu kembali pulang ke rumah penyihir kesayangannya. Barang-barangnya yang semula telah diboyong ke apartemen lamanya, kini digotong kembali ke rumah penyihir.
Aswari menyambut Bian dengan kedua tangan terbuka lebar. Bahkan kalau perlu dia akan merayakan kembalinya sang suami dengan mengadakan tumpengan besar-besaran tujuh hari tujuh malam. Acaranya sekaligus untuk menyambut kedatangan sang buah hati. Kehamilan Aswari tentu perlu dirayakan.
"War, kita tidur sekamar lagi kan? Masalah semua udah beres, kita nggak perlu pisah ranjang lagi kan?" Bian berdiri di bawah tangga dengan koper-kopernya.
Aswari yang duduk di sofa sambil memangku Moa menggeleng. "Nggak. Kita tetep pisah kamar. Aku akan lihat dulu tingkah kamu, kalo kamu masih suka nyebelin aku nggak mau sekamar sama kamu. Tapi kalo kamu ada perubahan jadi nggak nyebelin lagi, aku mau-mau aja kita tidur bareng."
Belum apa-apa Bian sudah dihadapkan dengan kenyataan kembali. Desahan kecewa keluar dari mulutnya. Aswari oh Aswari... penyihir memang selamanya penyihir.
Bian tidak protes. Pria itu menurut. Dengan sedikit cemberut Bian membawa koper-kopernya yang diantar oleh Evan tadi sore ke dalam kamarnya.
"Biiiiiii!!!" panggil Aswari dari ruang tengah saat Bian masih di lantai atas meletakkan kopernya.
"Iya?!" balas Bian menjawab.
"Kalo mau turun bawain selimut!"
"Iya, Sayang!"
Hah?
Hahhhh?!!
Sayang?
Sayang katanya?
Aswari tersenyum sendiri. Malu-malu. Kedua kakinya menendang bantal. Tangannya menutupi wajah sambil terkikik salah tingkah. Dia baru saja dipanggil sayang oleh Bian. Demi Tuhan setelah sekian lama panggilan favoritnya akhirnya kembali lagi.
AAAAAAAA!!!!!!
"Moa, tadi kamu denger sendiri Papi manggil Mami pake SAYANG, kan?" Aswari mencium Moa berkali-kali. Menyalurkan kegembiraannya.
Bian yang sudah berganti dengan seragam tidurnya—atasan kaus oblong dan celana kolor—turun ke bawah sambil menenteng selimut.
"Ini selimutnya," kata Bian sambil melingkarkan kain berbulu halus itu di sekitar bahu Aswari yang terbuka. Gemar sekali mengumbar aurat.
"Makasih, Sayang." Aswari mengucapkannya sambil mesam-mesem ganjen. Bian yang mendengar cekikikan.
"Udah berani manggil aku sayang?" Pria itu mencium pipi kiri Aswari dua kali. Lalu duduk di sofa tepat di sebelah istrinya. Tangannya meraih remote televisi dan menggantinya ke saluran Citra TV.
"Kan kamu duluan tadi yang manggil aku sayang, aku kan cuma ngikutin kamu."
"Iya deh," ujar Bian. "Sayang." Lalu Bian tertawa sendiri.
"Ih, nggak jelas banget." Aswari mendorong bahu suaminya. Dasar bapak-bapak jayus. Mentang-mentang sudah masuk kepala tiga guyonannya jadi segaring ini.
"Nggak papa nggak jelas. Yang penting disayang kamu."
"Geli banget, Biii."
Bian kembali terkekeh, lalu mengambil alih kucingnya dari pangkuan Aswari.
"Bi?" panggil Aswari saat mereka berdua sibuk menonton sinetron.
"Hm?"
"Kamu inget nggak? Aku masih punya kupon pengabul permintaan, kamu harus mengabulkan semua permintaan aku karena kesepakatan kita waktu itu, waktu aku bocorin top secret-nya perusahaan Ricky, inget?" ucap Aswari.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]
Romance"Kalau sama kamu sakit, tapi kalau nggak sama kamu jauh lebih sakit lagi." Bian Sastrowardoyo-putra bungsu dari keluarga konglomerat Sastrowardoyo-menikah dengan Aswarina Priambudi dua tahun lalu. Aswari adalah perempuan tegas dan mandiri dengan har...