Setelah malam itu, di mana Aswari dibantai habis oleh Bian demi bisa datang ke acara grand opening galeri milik salah satu orang ternama di negeri ini, Aswari mempersiapkan dirinya sematang mungkin untuk hadir. Gaunnya adalah terbaik dari yang terbaik. Riasan wajahnya. Aksesorisnya. Dan tentu saja pria yang akan digandengnya.
Malam ini acara akan dimulai pukul delapan malam. Bian dengan setelan formalnya tengah menunggu Aswari berdandan sejak pukul setengah enam. Menunggu istrinya memoles wajah adalah momen menunggu terlama seumur hidupnya.
"War, masih belum selesai?" Bian mengetuk pintu, duduk di ujung ranjang Aswari memandangi perempuan itu mengoleskan lipstik ke bibirnya berkali-kali. Kurang tebal gimana lagi? Pikir Bian, tapi terlalu takut untuk diutarakan secara gamblang.
"War, udah jam tujuh," ucap Bian lagi. Kali ini sambil mendekat. Memandangi Aswari dari samping. Mengamati wajah perempuan itu dengan seksama.
"Sabar, Bi. Bentar lagi selesai. Tinggal pakai maskara," jawab Aswari.
Cantik. Aswari selalu terlihat cantik di mata Bian.
"Can I kiss you?" tanya Bian tiba-tiba.
"Really, Bian?" Aswari menjeda kegiatannya, tidak habis pikir. "No. You can't kiss me right now."
"Why?" Bian duduk di kursi rias Aswari, memainkan lipstik milik perempuan itu dengan tangan kanannya.
"Nggak boleh, Bi. Nanti riasan aku berantakan."
"Berantakan pun tetep cantik."
"Malam ini make up aku harus sempurna. Aku cantik bukan cuma buat kamu doang."
Mendengar itu Bian membuang muka, tangannya semakin fokus memainkan lipstik Aswari. Penyihir ini selalu pintar membuatnya jengkel meski hanya dengan kata-kata. Lalu untuk siapa lagi dia tampil cantik kalau bukan untuk suaminya seorang? Holy hell.
"Dalam lima menit kalo kamu belum selesai juga, kamu aku tinggal." Bian balas dengan sama menjengkelkannya.
"Bi, kita masih punya banyak waktu. Rileks." Aswari melotot tajam lewat pantulan kaca.
"Kita hidup di Jakarta. Macet. Jam segini traffic lagi padat-padatnya. Kita naik mobil bukan terbang, War."
"Bi, jarak rumah kita ke galeri cuma dua puluh menit. Jangan lebay deh."
"Iya cuma dua puluh menit, kejebak macetnya dua jam."
"Bi, nggak usah ngeselin bisa?"
Bian berdiri, beranjak dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Ya udah aku berangkat sendiri," ucap Bian.
"Bi!"
Bian hendak berjalan menuju pintu, ide gila terbersit di benaknya. Dengan mental sekuat baja Bian mencium Aswari sekilas dengan gerakan sangat cepat kemudian kabur.
"BIAN!"
"Aku tunggu di mobil!" Bian sambil berlari keluar kamar. Melarikan diri sebelum Aswari memenggal kepalanya.
"BIAN I'M GOING TO KILL YOU!"
***
Aswari menggandeng lengan pria di sampingnya dengan elegan. Gaun hitamnya menyapu lantai seiring kakinya berjalan. Heels duabelas senti miliknya mengetuk marmer putih dengan suara merdu, membuatnya hampir sejajar dengan Bian.
Di dalam galeri, tamu undangan sudah memenuhi sudut-sudut ruangan. Banyak wajah-wajah familiar yang Aswari kenal. Tentu, mereka semua merupakan orang-orang hebat yang berkecimpung di bidang yang sama dengannya. Beberapa adalah role modelnya kala masih sekolah bisnis dulu, beberapa adalah rekan dan koleganya sekarang, dan beberapa adalah target panjat sosialnya malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WITCH OF MINE [TAMAT-LENGKAP]
Romance"Kalau sama kamu sakit, tapi kalau nggak sama kamu jauh lebih sakit lagi." Bian Sastrowardoyo-putra bungsu dari keluarga konglomerat Sastrowardoyo-menikah dengan Aswarina Priambudi dua tahun lalu. Aswari adalah perempuan tegas dan mandiri dengan har...