Pak Hardi dengan bangganya membawa Gibran ke perusahaan orangtua Rahsya. Dan memperkenalkan anaknya itu sebagai wakil pewaris perusahaan selanjutnya.
Terlihat jelas dari raut wajah Gibran yang sangat tidak menyukai apa yang dilakukan ayahnya itu.
"Gibran gak pernah setuju untuk jadi penerus perusahaan milik om Bagas Pah. Hanya Rahsya yang berhak ada di posisi itu." Ucap Gibran tegas.
"Papah yang sudah mengurus perusahaan ini semenjak om kamu meninggal dunia. Rahsya tau apa? Dia gak tau caranya mengurus perusahaan. Hanya kamu yang cocok menggantikan papah kedepannya bukan Rahsya." Ucap Pak Hardi egois.
Gibran hanya terdiam. Sebanyak apapun ia membujuk ayahnya, ia tetap pada pendiriannya. Terlihat jelas pak Hardi sangat egois dan juga ambisius.
***
Di tempat lain Adara sedang memberi makan kucing liar di jalanan . Dia memang senang sekali memberi makanan kucing-kucing jalanan yang kelaparan.
"Makan yang banyak ya. Besok aku kesini lagi tunggu aku ya." Ujar Adara mengelus kucing-kucing jalanan itu.
Dari kejauhan Gibran melihat Adara dari dalam mobilnya. Ia masih merasa tertekan dengan kelakuan ayahnya itu yang sangat ambisius menjadikan dirinya pewaris.
Gibran pun memutuskan menemui Adara yang sedang memberi makan kucing.
"Ra." Panggil Gibran lesu.
"Gibran? Loh ngapain disini?" Tanya Adara.
Gibran lalu memeluk sahabatnya itu sambil menahan tangis. Akan tetapi Adara malah menjadi bingung dengan Gibran yang tiba-tiba memeluknya.
"Loh kenapa Gib?" Tanya Adara.
Adara pun mengajak Gibran untuk duduk dan bercerita tentang masalahnya.
"Loh boleh cerita sama gue, gue ada buat loh." Ucap Adara.
"Gue gak tau apa yang ada pikiran bokap gue Ra. Coba sekali aja dia tanya apa yang gue pengen. Apa yang gue impikan." Ujar Gibran.
"Malah gue iri sama Rahsya. Apa yang dia mau, apa yang dia impikan dia tinggal gapai. Dia bebas, sedangkan gue? gue di tekan untuk mewujudkan apa yang bokap gue mau." Ujar Gibran emosi.
"Gue cuman pengen jadi pemusik Ra bukan pewaris kekayaan Rahsya!" Ujar Gibran.
"Hari ini gue di paksa ikut bokap ke perusahaan Rahsya bahkan dia ngenalin gue sebagai wakil pewaris perusahaan." Ujar Gibran.
"Gue bingung Ra, bingung." Ujar Gibran.
Adara mencoba menenangkan sahabatnya itu. Ia tahu dari kecil Gibran memang selalu tertekan oleh ambisius sang ayah. Harus ini, harus itu, semua di kendalikan oleh sang ayah.
***
Keesokan harinya Naura yang bersiap berangkat sekolah terkejut di depan ada mobil yang sudah menunggunya.
Ternyata di dalam sudah ada Rahsya yang menunggunya.
"Hai Naura." Sapa Rahsya.
"Rahsya?"
"Ayo naik, kita ke sekolah naik mobil supaya loh gak kepanasan." Ucap Rahsya.
Semua asisten rumah tangga Rahsya kebingungan dengan tingkahnya kali ini. Rahsya sebenarnya mempunyai trauma terhadap mobil.
Bahkan untuk naik mobil saja pun ia tidak berani apalagi untuk menyetir mobil, dari dulu Rahsya belum pernah mengendarai mobil sama sekali.
"Neng Naura." Panggil Art.
"Iya bi?" Tanya Naura.
"Neng Naura hati-hati di jalan ya." Ucap Art khawatir.
"Iya bi." Ucap Naura malah terlihat bingung melihat art Rahsya yang merasa khawatir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Naura Rahsya
FanfictionRasya terbangun dari koma, namun alangkah terkejutnya dia bahwa ini bukanlah raganya. Ia bergegas lari dari rumah sakit untuk menemui seseorang. Yakni Naura, yang kini hidup sebatang kara bahkan harus terusir dari rumahnya sendiri. Bertahan hidup ta...